Friday, April 19, 2024
27.7 C
Jayapura

Gerhana Bulan Spesial Karena Bisa Diamati Dari Indonesia

Bulan di atas Jakarta (26 Mei/2021), saat terjadi gerhana bulan total saat para pengamat bintang di seluruh Pasifik mengarahkan pandangan mereka ke langit untuk menyaksikan “Bulan Darah Super” yang langka. (Foto oleh BAY ISMOYO / AFP

Hari ini dan Besok Matahari Lurus di Atas Ka’bah

JAKARTA, Jawa Pos – Gerhana bulan total (GBT) tadi malam terasa spesial. Karena merupakan satu-satunya gerhana bulan yang bisa diamati dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada 19 November nanti juga terjadi gerhana bulan, tetapi tidak bisa diamati masyarakat Indonesia.

Masyarakat bisa mengamati GBT secara langsung maupun melalui streaming. Diantara lembaga yang melakukan streaming adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG menyediakan streaming GBT dari 25 lokasi. Diantaranya dari Ancol, Malang, Jayapura, Sorong, dan Jogjakarta.

Data dari Observatorium Bosscha menyebutkan GBT kali ini terjadi saat kondisi Bulan Super atau Supermoon. Yaitu posisi bulan berada di jarak terdekat dengan bumi. Istilah lainnya disebut perigee. Dengan demikian GBT tadi malam juga dikenal dengan sebutan Super Blood Moon Eclipse atau Gerhana Bulan Super Merah.

Ketika terjadi Bulan Super ukuran bulan terlihat lebih besar 14 persen dari biasanya. Kemudian lebih terang 30 persen dari umumnya. Untuk diketahui jarak terjauh bulan dengan bumi adalah 406.700 km. Sedangkan jarak terdekatnya adalah 356.400 km. 

Pada saat GBT tadi malam, waktu terjadinya puncak gerhana atau fase total cukup lama. Yaitu mulai 18.11 WIB sampai 18.25 WIB. Proses GBT diawali dari masuknya bulan ke bayangan umbra bumi pada pukul 16.44 WIB. Kemudian fase GBT benar-benar selesai pada pukul 20.49 WIB.

Baca Juga :  Pemekaran, DOB Hingga Pemilu Berpotensi Menciptakan Konflik

Peneliti Observatorium Bosscha Yatny Yulianty menjelaskan gerhana bulan terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan berada pada posisi sejajar. Bumi berada di tengah. Sehingga sinar matahari ke bulan terhalang bumi. ’’Peristiwa gerhana bulan itu merupakan peristiwa yang sebetulnya bersiklus atau berulang,’’ katanya kemarin (26/5).

Dari kondisi tersebut terjadinya gerhana bulan bisa diprediksi. Baik itu kapan waktu terjadinya gerhana bulan maupun jenisnya. Seperti diketahui gerhana bulan ada tiga jenis. Yaitu gerhana bulan total, sebagian, dan penumbra. Selain itu juga bisa diketahui dari titik mana saja gerhana bulan bisa diamati. Untuk gerhana bulan 19 November nanti tidak bisa diamati dari Indonesia.

Sementara itu di sejumlah tempat umat Islam menggelar salat sunah gerhana atau salat Khusuful Qamar. Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin berharap masyarakat saat melakukan salat gerhana tetap menerapkan protokol kesehatan. Dia menjelaskan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, umat Islam dianjurkan menjalankan ibadah salat sunah gerhana. Selain itu umat Islam dianjurkan banyak berzikir, istighfar, serta mengagungkan kebesaran Allah.

Baca Juga :  Langgar Jam Malam, 426 Warga Dapat Surat Teguran

Kemenag juga mengeluarkan khutbah salat gerhana yang disusun oleh Tim Hisab Rukyat dan Syariah Ditjen Bimas Islam. Isi utama khutbahnya adalah gerhana bulan yang terjadi adalah tanda kebesaran Allah. Gerhana bukan sebagaimana diyakini sebagian masyarakat zaman dahulu.

Yaitu gerhana bulan diyakini sebagai peristiwa ditelannya bulan oleh sesosok makhluk. Selain itu pada masa lampau gerhana bulan diyakini sebagai pertanda bencana bagi petani, peternak, dan lainnya. Keyakinan seperti itu tidak benar.

Selain GBT juga terjadi fenomena alam berupa matahari melintas persis di atas ka’bah. Fenomena ini terjadi pada 27 dan 28 Mei pada pukul 16.18 WIB. Melintasnya matahari persis di atas ka’bah ini bisa digunakan untuk meluruskan posisi kiblat. Sebab pada saat matahari berada di atas ka’bah, maka semua bayangan tegak lurus mengarah lurus ke ka’bah. 

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Kemenag Agus Salim mengatakan fenomena matahari melintas persis di atas Ka’bah juga dikenal dengan sebutan Istiwa A’zham atau Rashdul Qiblah. Dia mengatakan fenomena ini isa digunakan untuk memverifikasi arah kiblat. (wan/JPG)

Bulan di atas Jakarta (26 Mei/2021), saat terjadi gerhana bulan total saat para pengamat bintang di seluruh Pasifik mengarahkan pandangan mereka ke langit untuk menyaksikan “Bulan Darah Super” yang langka. (Foto oleh BAY ISMOYO / AFP

Hari ini dan Besok Matahari Lurus di Atas Ka’bah

JAKARTA, Jawa Pos – Gerhana bulan total (GBT) tadi malam terasa spesial. Karena merupakan satu-satunya gerhana bulan yang bisa diamati dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada 19 November nanti juga terjadi gerhana bulan, tetapi tidak bisa diamati masyarakat Indonesia.

Masyarakat bisa mengamati GBT secara langsung maupun melalui streaming. Diantara lembaga yang melakukan streaming adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG menyediakan streaming GBT dari 25 lokasi. Diantaranya dari Ancol, Malang, Jayapura, Sorong, dan Jogjakarta.

Data dari Observatorium Bosscha menyebutkan GBT kali ini terjadi saat kondisi Bulan Super atau Supermoon. Yaitu posisi bulan berada di jarak terdekat dengan bumi. Istilah lainnya disebut perigee. Dengan demikian GBT tadi malam juga dikenal dengan sebutan Super Blood Moon Eclipse atau Gerhana Bulan Super Merah.

Ketika terjadi Bulan Super ukuran bulan terlihat lebih besar 14 persen dari biasanya. Kemudian lebih terang 30 persen dari umumnya. Untuk diketahui jarak terjauh bulan dengan bumi adalah 406.700 km. Sedangkan jarak terdekatnya adalah 356.400 km. 

Pada saat GBT tadi malam, waktu terjadinya puncak gerhana atau fase total cukup lama. Yaitu mulai 18.11 WIB sampai 18.25 WIB. Proses GBT diawali dari masuknya bulan ke bayangan umbra bumi pada pukul 16.44 WIB. Kemudian fase GBT benar-benar selesai pada pukul 20.49 WIB.

Baca Juga :  Pemerintah Jangan Hanya Sibuk Menghalau Asap

Peneliti Observatorium Bosscha Yatny Yulianty menjelaskan gerhana bulan terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan berada pada posisi sejajar. Bumi berada di tengah. Sehingga sinar matahari ke bulan terhalang bumi. ’’Peristiwa gerhana bulan itu merupakan peristiwa yang sebetulnya bersiklus atau berulang,’’ katanya kemarin (26/5).

Dari kondisi tersebut terjadinya gerhana bulan bisa diprediksi. Baik itu kapan waktu terjadinya gerhana bulan maupun jenisnya. Seperti diketahui gerhana bulan ada tiga jenis. Yaitu gerhana bulan total, sebagian, dan penumbra. Selain itu juga bisa diketahui dari titik mana saja gerhana bulan bisa diamati. Untuk gerhana bulan 19 November nanti tidak bisa diamati dari Indonesia.

Sementara itu di sejumlah tempat umat Islam menggelar salat sunah gerhana atau salat Khusuful Qamar. Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin berharap masyarakat saat melakukan salat gerhana tetap menerapkan protokol kesehatan. Dia menjelaskan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, umat Islam dianjurkan menjalankan ibadah salat sunah gerhana. Selain itu umat Islam dianjurkan banyak berzikir, istighfar, serta mengagungkan kebesaran Allah.

Baca Juga :  Gelombang Corona Melandai di Tanah Papua

Kemenag juga mengeluarkan khutbah salat gerhana yang disusun oleh Tim Hisab Rukyat dan Syariah Ditjen Bimas Islam. Isi utama khutbahnya adalah gerhana bulan yang terjadi adalah tanda kebesaran Allah. Gerhana bukan sebagaimana diyakini sebagian masyarakat zaman dahulu.

Yaitu gerhana bulan diyakini sebagai peristiwa ditelannya bulan oleh sesosok makhluk. Selain itu pada masa lampau gerhana bulan diyakini sebagai pertanda bencana bagi petani, peternak, dan lainnya. Keyakinan seperti itu tidak benar.

Selain GBT juga terjadi fenomena alam berupa matahari melintas persis di atas ka’bah. Fenomena ini terjadi pada 27 dan 28 Mei pada pukul 16.18 WIB. Melintasnya matahari persis di atas ka’bah ini bisa digunakan untuk meluruskan posisi kiblat. Sebab pada saat matahari berada di atas ka’bah, maka semua bayangan tegak lurus mengarah lurus ke ka’bah. 

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Kemenag Agus Salim mengatakan fenomena matahari melintas persis di atas Ka’bah juga dikenal dengan sebutan Istiwa A’zham atau Rashdul Qiblah. Dia mengatakan fenomena ini isa digunakan untuk memverifikasi arah kiblat. (wan/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya