Sunday, September 8, 2024
24.7 C
Jayapura

Miris, Kasus Asusila Bikin Anak Terpenjara!

Peringatan HAN, 8 Anak Terima Remisi 

JAYAPURA-Sejumlah anak di bawah umur yang terjerat kasus hukum di wilayah Papua telah menghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jayapura yang berada di Kwimi, Distrik Arso, Kabupaten Keerom, Papua. Anak yang tengah menghadapi permasalahan hukum ini kasusnya pun beragam, mulai dari kasus kejahatan jalanan, pencurian, asusila hingga pembunuhan.

   Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jayapura, Sarlota Haay, SH, MH menyebutkan ada sebanyak 41  narapidana diantaranya 36 anak laki-laki dan 5 anak perempuan, rata-rata berusia 0-18 tahun. Jumlah tersebut berasal dari, Wamena (Papua pegunungan), Merauke (Papua Selatan), Timika (Papua Tengah), Kota dan Kabupaten Jayapura (Papua).

   “Untuk awal Januari sampai sekarang ini kebanyakan mereka (terjerat kasus asusila), kalau satu tahun lalu itu, jambret, curanmor tetapi yang akhir-akhir ini mereka  asusila,” kata Kepala LPKA, Sarlota Haay Kepada Cenderawasih Pos, Rabu (24/5).

   Tidak dijelaskan lebih terperinci, tetapi yang jelas kata Sarlota, tahun ini terpidana kasus Asusila ini yang paling dominan. Tentu hal ini sangat miris, bahwa anak-anak secara dini telah terjerumus masalah asusila, yang harusnya perlu perhatian serius para orang tua dan pihak terkait dalam pembinaan mental dan iman anak.

   Dari pengakuan terpidana, Sarlota sampaikan bahwa, para terpidana itu terjerat hukum setelah digerebek saat berbuat asusila. “Kebanyakan saat sedang melakukan (tindak asusila) kegerebek, lalu dilaporkan orang tua korban ke polisi,” ungkapnya.

  Lebih jauh Sorlata sampaikan bahwa di LKPA terpidana paling banyak berasal dari Merauke, Papua Selatan dengan jumlah kurang lebih 17-20 anak. Kemudian Kota Jayapura sekira 12 anak dengan kasus Curanmor dan mendapatkan hukuman di bawah satu (1) tahun, Wamena 4 anak dan selebihnya dari Timika.

Baca Juga :  Ombudsman Minta Laporan Warga Terkait Jaringan Internet yang Buruk

  Sementara untuk pembinaan mental para terpidana kepala LKPA itu mengatakan bahwa, pihaknya telah bekerja sama dengan Yayasan Pelayanan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Papua untuk memberikan pendampingan terhadap psikologi anak dan juga Kementerian Agama Kabupaten Kerom untuk pembinaan mental dan rohani anak.

  “Ini kita sudah lakukan MoU dengan baik yayasan YP2M, dan kementerian agama dan sudah berjalan selama empat (4) tahun lebih,” ujarnya.

  Tidak hanya itu,  adapun siraman rohani dari berbagai dominasi gereja, dan juga agama yang punya peduli bagi anak-anak yang ada di LKPA. Yang rutin memberikan itu kata dia adalah YPPM Papua dan Kementerian Agama.

   Sarlota mengaku LPKA juga telah berkerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kerom, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura hingga Provinsi Papua. Menurutnya, tahun ini warga binaannya itu belum ada yang bebas dari LPKA. Tetapi pihaknya tetap berupaya ada dua anak yang pernah mengikuti ujian kenaikan kelas di SMAN 1 Arso.

  Sarlota mengatakan warga binaan yang masuk di LPKA itu kebanyakan dari kalangan menengah atau orang tuanya tidak mampu. Tetapi tidak menutup kemungkinan dari dari kalangan atas juga ada.

   “Kebanyakan anak-anak yang broken home, mungkin orangtuanya pisah tetapi juga ada anak yang orang tuanya ada, tetapi (terjerumus) karena pergaulan,  tetapi kebanyakan dari keluarga tidak mampu,” ucapnya.

  Dia mengatakan pihaknya telah menyediakan tempat pelatihan khusus untuk warga binaan dengan tujuan supaya anak-anak mempunyai bekal keterampilan ketika keluar dari tahanan nantinya. Itu dilakukan LPKA berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Keerom.

  “Untuk anak-anak kita melakukan pelatihan kerja, seperti mengelas, mobil air, untuk mobil air kita berikan materi saja, sementara mengelas kita lakukan praktek langsung dan masih banyak lainnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Harga Emas Naik, Trend Gadai Meningkat 

  Ia berharap ada kepedulian pemerintah terhadap untuk anak-anak yang ada di LKPA Jayapura. Dia melanjutkan walaupun LKPA ada di bawah kementerian Hukum dan HAM tetapi LKPA berada di wilayah Papua. Karena anak-anak yang Dia bina itu adalah anak-anak asli Papua yang punya hak yang sama.

  Sementara itu, dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Tahun 2024, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas II Jayapura  melaksanakan Penyerahan Masa Pidana (PMP) HAN secara simbolis yang dipimpin langsung oleh Kepala LPKA, Sarlota Haay, SH, MH didampingi jajaran pejabat struktural, bertempat di Kwimi, Distrik , Kabupaten Keerom, Papua, Selasa (23/7).

  “Memperingati Hari Anak Nasional ke 40, kami di LPKA Jayapura. Ada beberapa anak binaan kami yang memperoleh pengurangan masa pidana di hari anak nasional,” jelas Sarlota kepada Cenderawasih Pos, Rabu (24/7).

  Sarlota mengatakan sebelumnya LKPA Jayapura telah mengajukan sembilan (9) anak yang telah memenuhi syarat, baik itu syarat substansi maupun syarat administrasi untuk memperoleh pengurangan masa pidana dari masa pidana yang telah mereka lewati.

  Dari jumlah tersebut kata Sarlota hanya delapan orang saja yang diterima, sementara satunya batal. Adapun alasan batalnya diberikan remisi dari anak tersebut yakni jaringan internet di Kabupaten Keerom tidak stabil, sehingga untuk mengirim berkas ke pusat sedikit terhambat.

   “Yang turun dari pusat itu hanya delapan anak. Mengingat kabupaten Kerom jaringannya kurang bagus, cuaca buruk dan curah hujan tinggi, jadi agak susah juga untuk meng-upload terus menerus data tersebut itu yang membuat satu anak remisinya tidak dapat,” ujar Kepala LKPA Jayapura itu.

Peringatan HAN, 8 Anak Terima Remisi 

JAYAPURA-Sejumlah anak di bawah umur yang terjerat kasus hukum di wilayah Papua telah menghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jayapura yang berada di Kwimi, Distrik Arso, Kabupaten Keerom, Papua. Anak yang tengah menghadapi permasalahan hukum ini kasusnya pun beragam, mulai dari kasus kejahatan jalanan, pencurian, asusila hingga pembunuhan.

   Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jayapura, Sarlota Haay, SH, MH menyebutkan ada sebanyak 41  narapidana diantaranya 36 anak laki-laki dan 5 anak perempuan, rata-rata berusia 0-18 tahun. Jumlah tersebut berasal dari, Wamena (Papua pegunungan), Merauke (Papua Selatan), Timika (Papua Tengah), Kota dan Kabupaten Jayapura (Papua).

   “Untuk awal Januari sampai sekarang ini kebanyakan mereka (terjerat kasus asusila), kalau satu tahun lalu itu, jambret, curanmor tetapi yang akhir-akhir ini mereka  asusila,” kata Kepala LPKA, Sarlota Haay Kepada Cenderawasih Pos, Rabu (24/5).

   Tidak dijelaskan lebih terperinci, tetapi yang jelas kata Sarlota, tahun ini terpidana kasus Asusila ini yang paling dominan. Tentu hal ini sangat miris, bahwa anak-anak secara dini telah terjerumus masalah asusila, yang harusnya perlu perhatian serius para orang tua dan pihak terkait dalam pembinaan mental dan iman anak.

   Dari pengakuan terpidana, Sarlota sampaikan bahwa, para terpidana itu terjerat hukum setelah digerebek saat berbuat asusila. “Kebanyakan saat sedang melakukan (tindak asusila) kegerebek, lalu dilaporkan orang tua korban ke polisi,” ungkapnya.

  Lebih jauh Sorlata sampaikan bahwa di LKPA terpidana paling banyak berasal dari Merauke, Papua Selatan dengan jumlah kurang lebih 17-20 anak. Kemudian Kota Jayapura sekira 12 anak dengan kasus Curanmor dan mendapatkan hukuman di bawah satu (1) tahun, Wamena 4 anak dan selebihnya dari Timika.

Baca Juga :  Skor IKIP Papua Tahun 2022 Turun

  Sementara untuk pembinaan mental para terpidana kepala LKPA itu mengatakan bahwa, pihaknya telah bekerja sama dengan Yayasan Pelayanan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Papua untuk memberikan pendampingan terhadap psikologi anak dan juga Kementerian Agama Kabupaten Kerom untuk pembinaan mental dan rohani anak.

  “Ini kita sudah lakukan MoU dengan baik yayasan YP2M, dan kementerian agama dan sudah berjalan selama empat (4) tahun lebih,” ujarnya.

  Tidak hanya itu,  adapun siraman rohani dari berbagai dominasi gereja, dan juga agama yang punya peduli bagi anak-anak yang ada di LKPA. Yang rutin memberikan itu kata dia adalah YPPM Papua dan Kementerian Agama.

   Sarlota mengaku LPKA juga telah berkerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kerom, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura hingga Provinsi Papua. Menurutnya, tahun ini warga binaannya itu belum ada yang bebas dari LPKA. Tetapi pihaknya tetap berupaya ada dua anak yang pernah mengikuti ujian kenaikan kelas di SMAN 1 Arso.

  Sarlota mengatakan warga binaan yang masuk di LPKA itu kebanyakan dari kalangan menengah atau orang tuanya tidak mampu. Tetapi tidak menutup kemungkinan dari dari kalangan atas juga ada.

   “Kebanyakan anak-anak yang broken home, mungkin orangtuanya pisah tetapi juga ada anak yang orang tuanya ada, tetapi (terjerumus) karena pergaulan,  tetapi kebanyakan dari keluarga tidak mampu,” ucapnya.

  Dia mengatakan pihaknya telah menyediakan tempat pelatihan khusus untuk warga binaan dengan tujuan supaya anak-anak mempunyai bekal keterampilan ketika keluar dari tahanan nantinya. Itu dilakukan LPKA berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Keerom.

  “Untuk anak-anak kita melakukan pelatihan kerja, seperti mengelas, mobil air, untuk mobil air kita berikan materi saja, sementara mengelas kita lakukan praktek langsung dan masih banyak lainnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Pastor yang Sederhana, Humoris, Namun Kuat dan Konsisten dalam Berjuang

  Ia berharap ada kepedulian pemerintah terhadap untuk anak-anak yang ada di LKPA Jayapura. Dia melanjutkan walaupun LKPA ada di bawah kementerian Hukum dan HAM tetapi LKPA berada di wilayah Papua. Karena anak-anak yang Dia bina itu adalah anak-anak asli Papua yang punya hak yang sama.

  Sementara itu, dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Tahun 2024, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas II Jayapura  melaksanakan Penyerahan Masa Pidana (PMP) HAN secara simbolis yang dipimpin langsung oleh Kepala LPKA, Sarlota Haay, SH, MH didampingi jajaran pejabat struktural, bertempat di Kwimi, Distrik , Kabupaten Keerom, Papua, Selasa (23/7).

  “Memperingati Hari Anak Nasional ke 40, kami di LPKA Jayapura. Ada beberapa anak binaan kami yang memperoleh pengurangan masa pidana di hari anak nasional,” jelas Sarlota kepada Cenderawasih Pos, Rabu (24/7).

  Sarlota mengatakan sebelumnya LKPA Jayapura telah mengajukan sembilan (9) anak yang telah memenuhi syarat, baik itu syarat substansi maupun syarat administrasi untuk memperoleh pengurangan masa pidana dari masa pidana yang telah mereka lewati.

  Dari jumlah tersebut kata Sarlota hanya delapan orang saja yang diterima, sementara satunya batal. Adapun alasan batalnya diberikan remisi dari anak tersebut yakni jaringan internet di Kabupaten Keerom tidak stabil, sehingga untuk mengirim berkas ke pusat sedikit terhambat.

   “Yang turun dari pusat itu hanya delapan anak. Mengingat kabupaten Kerom jaringannya kurang bagus, cuaca buruk dan curah hujan tinggi, jadi agak susah juga untuk meng-upload terus menerus data tersebut itu yang membuat satu anak remisinya tidak dapat,” ujar Kepala LKPA Jayapura itu.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya