Friday, March 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Tujuh Bocah Dianiaya di Puncak

Komnas HAM Papua Desak Panglima TNI Periksa Anggotanya

JAYAPURA-Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) RI Perwakilan Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk memeriksa oknum anggota TNI yang diduga pelaku penyiksaan terhadap tujuh anak di Kabupaten Puncak.

Desakan dari Komnas HAM ini tentu punya alasan. Awalnya, Komnas HAM RI Perwakilan Papua mendapatkan laporan informasih dari grup WhatsApp The Spirit Papua pada tanggal 26 Februari 2022 serta melalui pemberitaan media online dan cetak di Papua beberapa hari secara berturut, tentang adanya pencurian senjata milik anggota TNI Batalyon 521 Brigif Kodam Brawijaya  yang bertugas di pos PT. Modern, Kampung Sinak, Kabupaten Puncak.

 Berdasarkan kronologi, kejadian tersebut berawal dari kasus pencurian senjata di Sinak Kabupaten Puncak pada tanggal 22 Februari 2022 sekira pukul 22.35 WIT di Pos PT. Modern. Bandara Tapulunik Sinak, Kabupaten Puncak.

Pencurian senjata itu terjadi saat semua anggota dan masyarakat sekitar Bandara Tapulunik sedang di Pos PT. Modern, sambil menonton TV dan beraktivitas lainnya.

Dalam situasi tersebut terdapat ada tiga orang melihat sepucuk senjata di depan mereka yang ditinggalkan oleh anggota Pos TNI. Sehingga pada kesempatan itu, tiga orang tersebut langsung mengambil senjata dan kemudian membawa lari. Menyadari senjata hilang, anggota TNI melakukan pengejaran.

Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey menyampaikan, pengejaran yang dilakukan anggota TNI tidak menemukan pelaku pencurian. Setelah itu, anggota TNI yang melakukan pengejaran kembali ke pos dan diduga menuduh bahwa anak-anak yang sedang nonton TV di pos menjadi pelaku pencurian senjata.

Baca Juga :  Buru Pelaku Jambret, Polisi Bentuk Tim

 “Padahal dari keterangan saksi korban pada tim Komnas HAM, mereka sama sekali tidak mengetahui kejadian dari pencurian senjata tersebut,” ungkap Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Jumat (25/3).

 Kata Frits, oknum petugas di pos saat itu diduga melakukan tindakan kekerasan serta penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur secara berulang-ulang dilakukan sejak tanggal 23-24 Februari hingga menyebabkan Makilon Tabuni meninggal dunia akibat disiksa.

 Adapun anak-anak yang mendapatkan penyiksaan dari oknum aparat TNI yakni Deson Murib (SD kelas 5), Aibon Kulua (SD Kelas 4), Aton Murib, Disoliman Kulua, Eliton Murib, Weiten Murib dan Makilon Tabuni (SD Kelas 6) yang meninggal dunia.

 Komnas HAM RI Perwakilan Papua telah menindaklanjuti berbagai informasi tentang dugaan penyiksaan  tujuh anak tersebut oleh satuan TNI Pos  PT. Modern dengan melakukan konfirmasi pada beberapa mitra di Kabupaten Puncak.

Dalam konfirmasi yang dilakukan, Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa kejadian tersebut benar dan ada korban anak  bernama Makilon Tabuni murid SD kelas 6 meninggal dunia.

Dikatakan Frits, pada tanggal 2-4 Maret 2022 tim Komnas HAM RI Perwakilan Papua  berada di Kabupaten Mimika untuk mencari data, fakta, dan informasi terkait peristiwa pencurian senjata milik anggota Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya dan dugaan penyiksaan yang dilakukan terhadap tujuh anak di bawah umur yang mengakibatkan seorang anak atas nama Makilon Tabuni, meninggal dunia.

Baca Juga :  Jumlah Nakes yang Terdaftar Untuk Vaksin Bertambah

Komnas HAM mendata, korban meninggal dunia merupakan anak usia 14 tahun murid SD Inpres Sinak Kabupaten Puncak yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Mimika. Terdapat bekas luka bekas hitam di bagian pundak bagian belakang, terdapat bekas pukulan menggunakan benda tumpul di bagian dada, muka dan bagian dalam mulut.

 “Kasus pencurian senjata menyebabkan oknum anggota TNI pos PT Moderen melakukan penyiksaan secara  ilegal melampaui kewenangan,” sesal Frits.

Terkait dugaan penyiksaan terhadap tujuh anak di Kabupaten Puncak pada Februari lalu, Komnas HAM Papua memberikan empat rekomendasi yakni mendesak untuk segera Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa memanggil dan memeriksa komandan dan anggota Batalion 521 yang bertugas di pos PT. Modern Kabupaten Puncak atas, dugaan perbuatan penyiksaan terhadap anak-anak yang melangar hukum dan melampaui kewengan satuan TNI.

 Pemeriksaan terhadap komandan dan anggota TNI Batalian 521, dilakukan di lingkungan Kodam XVII Cenderawasih. Meminta Kepolisan Daerah (Polda) Papua untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pencurian senjata milik anggota Batalyon 521, di pos PT Modern dan kepada PT Modern untuk menjelaskan kehadiran anggota TNI Batalyon 521, yang melakukan penjagaan atas perusahan tersebut.

 Sebelumnya pada akhir Februari tahun 2022 lalu, terjadi penganiayaan yang diduga dilakukan oknum anggota TNI terhadap tujuh anak dibawah umur di Bandara Tapulinik Distrik Sinak Kabupaten Puncak. Satu diantaranya meninggal dunia dan 6 sedang dalam perawatan di Puskesmas Sinak saat itu. (fia/nat)   

Komnas HAM Papua Desak Panglima TNI Periksa Anggotanya

JAYAPURA-Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) RI Perwakilan Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk memeriksa oknum anggota TNI yang diduga pelaku penyiksaan terhadap tujuh anak di Kabupaten Puncak.

Desakan dari Komnas HAM ini tentu punya alasan. Awalnya, Komnas HAM RI Perwakilan Papua mendapatkan laporan informasih dari grup WhatsApp The Spirit Papua pada tanggal 26 Februari 2022 serta melalui pemberitaan media online dan cetak di Papua beberapa hari secara berturut, tentang adanya pencurian senjata milik anggota TNI Batalyon 521 Brigif Kodam Brawijaya  yang bertugas di pos PT. Modern, Kampung Sinak, Kabupaten Puncak.

 Berdasarkan kronologi, kejadian tersebut berawal dari kasus pencurian senjata di Sinak Kabupaten Puncak pada tanggal 22 Februari 2022 sekira pukul 22.35 WIT di Pos PT. Modern. Bandara Tapulunik Sinak, Kabupaten Puncak.

Pencurian senjata itu terjadi saat semua anggota dan masyarakat sekitar Bandara Tapulunik sedang di Pos PT. Modern, sambil menonton TV dan beraktivitas lainnya.

Dalam situasi tersebut terdapat ada tiga orang melihat sepucuk senjata di depan mereka yang ditinggalkan oleh anggota Pos TNI. Sehingga pada kesempatan itu, tiga orang tersebut langsung mengambil senjata dan kemudian membawa lari. Menyadari senjata hilang, anggota TNI melakukan pengejaran.

Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey menyampaikan, pengejaran yang dilakukan anggota TNI tidak menemukan pelaku pencurian. Setelah itu, anggota TNI yang melakukan pengejaran kembali ke pos dan diduga menuduh bahwa anak-anak yang sedang nonton TV di pos menjadi pelaku pencurian senjata.

Baca Juga :  Kabar Gubernur dan Wali Kota Kritis, Dipastikan Hoaks

 “Padahal dari keterangan saksi korban pada tim Komnas HAM, mereka sama sekali tidak mengetahui kejadian dari pencurian senjata tersebut,” ungkap Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Jumat (25/3).

 Kata Frits, oknum petugas di pos saat itu diduga melakukan tindakan kekerasan serta penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur secara berulang-ulang dilakukan sejak tanggal 23-24 Februari hingga menyebabkan Makilon Tabuni meninggal dunia akibat disiksa.

 Adapun anak-anak yang mendapatkan penyiksaan dari oknum aparat TNI yakni Deson Murib (SD kelas 5), Aibon Kulua (SD Kelas 4), Aton Murib, Disoliman Kulua, Eliton Murib, Weiten Murib dan Makilon Tabuni (SD Kelas 6) yang meninggal dunia.

 Komnas HAM RI Perwakilan Papua telah menindaklanjuti berbagai informasi tentang dugaan penyiksaan  tujuh anak tersebut oleh satuan TNI Pos  PT. Modern dengan melakukan konfirmasi pada beberapa mitra di Kabupaten Puncak.

Dalam konfirmasi yang dilakukan, Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa kejadian tersebut benar dan ada korban anak  bernama Makilon Tabuni murid SD kelas 6 meninggal dunia.

Dikatakan Frits, pada tanggal 2-4 Maret 2022 tim Komnas HAM RI Perwakilan Papua  berada di Kabupaten Mimika untuk mencari data, fakta, dan informasi terkait peristiwa pencurian senjata milik anggota Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya dan dugaan penyiksaan yang dilakukan terhadap tujuh anak di bawah umur yang mengakibatkan seorang anak atas nama Makilon Tabuni, meninggal dunia.

Baca Juga :  Remaja 16 Tahun di Nimbokrang Setubuhi 5 Korbannya

Komnas HAM mendata, korban meninggal dunia merupakan anak usia 14 tahun murid SD Inpres Sinak Kabupaten Puncak yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Mimika. Terdapat bekas luka bekas hitam di bagian pundak bagian belakang, terdapat bekas pukulan menggunakan benda tumpul di bagian dada, muka dan bagian dalam mulut.

 “Kasus pencurian senjata menyebabkan oknum anggota TNI pos PT Moderen melakukan penyiksaan secara  ilegal melampaui kewenangan,” sesal Frits.

Terkait dugaan penyiksaan terhadap tujuh anak di Kabupaten Puncak pada Februari lalu, Komnas HAM Papua memberikan empat rekomendasi yakni mendesak untuk segera Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa memanggil dan memeriksa komandan dan anggota Batalion 521 yang bertugas di pos PT. Modern Kabupaten Puncak atas, dugaan perbuatan penyiksaan terhadap anak-anak yang melangar hukum dan melampaui kewengan satuan TNI.

 Pemeriksaan terhadap komandan dan anggota TNI Batalian 521, dilakukan di lingkungan Kodam XVII Cenderawasih. Meminta Kepolisan Daerah (Polda) Papua untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pencurian senjata milik anggota Batalyon 521, di pos PT Modern dan kepada PT Modern untuk menjelaskan kehadiran anggota TNI Batalyon 521, yang melakukan penjagaan atas perusahan tersebut.

 Sebelumnya pada akhir Februari tahun 2022 lalu, terjadi penganiayaan yang diduga dilakukan oknum anggota TNI terhadap tujuh anak dibawah umur di Bandara Tapulinik Distrik Sinak Kabupaten Puncak. Satu diantaranya meninggal dunia dan 6 sedang dalam perawatan di Puskesmas Sinak saat itu. (fia/nat)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya