Sunday, October 26, 2025
27.4 C
Jayapura

Operasi TNI Disebut Banyak Gagal Tumpas OPM

Yang cukup menonjol dan ikut menjadi bahan pelaporan adalah kasus di Intan Jaya. Sebab menurut Frits, yang bisa dipatuhi oleh semua pihak adalah presiden. Termasuk cara mengevaluasi penanganan kelompok sipil bersenjata ada pada presiden.

”Kita berharap presiden memanggil para gubernur, Kapolda, Panglima TNI, Komnas HAM dan unsur terkait untuk menyikapi kekerasan yang semakin marak di Papua. Yang paling penting, operasi-operasi Satgas perlu dievaluasi,” ujarnya.

Dalam kajian yang telah dilakukan Komnas HAM, Frits menyebut bahwa operasi mulai dilakukan sejak tahun 1961 hingga tahun 2000. Sepanjang tahun itu, ada 44 operasi resmi yang dipimpin oleh TNI untuk menumpas OPM di Papua.

Namun kenyataannya, 44 operasi yang menggerakan banyak TNI di tanah Papua telah menelan banyak korban, mulai dari warga sipil, TNI-Polri hingga kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca Juga :  Nataru, Lima Daerah Jadi Perhatian Khusus

”Seluruh operasi itu ternyata tidak berhasil menumpas gerakan sipil bersenjata di Papua, dan 25 tahun belakangan justru semakin subur gerakan sipil bersenjata di Papua,” ungkapnya.

Meski begitu sambungnya, negara masih saja melakukan pendekatan yang sama dan dengan cara yang sama. Untuk menghentikan konflik di Papua, leadershipnya adalah presiden sebagai komandan, selain itu tidak bisa.

”Presiden tak bisa menyerahkan persoalan Papua kepada Panglima TNI dan Kapolri. Karena mereka yang melakukan perlawanan adalah warga negara Indonesia, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mencari cara yang lebih manusiawi dan bermartabat untuk menyelesaikan persoalan Papua,” katanya.

Frits juga menyinggung bahwa penyerangan hanya akan mewarisi kekerasan dan menimbulkan perlawanan secara politik dan ideologi. (fia/ade)

Baca Juga :  KPK Tetapkan Gubernur Lukas Enembe Tersangka

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Yang cukup menonjol dan ikut menjadi bahan pelaporan adalah kasus di Intan Jaya. Sebab menurut Frits, yang bisa dipatuhi oleh semua pihak adalah presiden. Termasuk cara mengevaluasi penanganan kelompok sipil bersenjata ada pada presiden.

”Kita berharap presiden memanggil para gubernur, Kapolda, Panglima TNI, Komnas HAM dan unsur terkait untuk menyikapi kekerasan yang semakin marak di Papua. Yang paling penting, operasi-operasi Satgas perlu dievaluasi,” ujarnya.

Dalam kajian yang telah dilakukan Komnas HAM, Frits menyebut bahwa operasi mulai dilakukan sejak tahun 1961 hingga tahun 2000. Sepanjang tahun itu, ada 44 operasi resmi yang dipimpin oleh TNI untuk menumpas OPM di Papua.

Namun kenyataannya, 44 operasi yang menggerakan banyak TNI di tanah Papua telah menelan banyak korban, mulai dari warga sipil, TNI-Polri hingga kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca Juga :  Momen Penangkapan Lukas Bisa Dimanfaatkan Isu Memisahkan Diri

”Seluruh operasi itu ternyata tidak berhasil menumpas gerakan sipil bersenjata di Papua, dan 25 tahun belakangan justru semakin subur gerakan sipil bersenjata di Papua,” ungkapnya.

Meski begitu sambungnya, negara masih saja melakukan pendekatan yang sama dan dengan cara yang sama. Untuk menghentikan konflik di Papua, leadershipnya adalah presiden sebagai komandan, selain itu tidak bisa.

”Presiden tak bisa menyerahkan persoalan Papua kepada Panglima TNI dan Kapolri. Karena mereka yang melakukan perlawanan adalah warga negara Indonesia, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mencari cara yang lebih manusiawi dan bermartabat untuk menyelesaikan persoalan Papua,” katanya.

Frits juga menyinggung bahwa penyerangan hanya akan mewarisi kekerasan dan menimbulkan perlawanan secara politik dan ideologi. (fia/ade)

Baca Juga :  Keluarga Korban Salah Tembak akan Lapor Komnas HAM

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya