Sementara terkait longsoran di lokasi tambang PT Freeport, Agus Kossay mengungkapkan bahwa hal tersebut bukan sekadar kecelakaan kerja melainkan cerminan dari pola eksploitasi yang sistematis dalam perampasan sumber daya alam, penghancuran lingkungan, dan pengabaian keselamatan manusia.
Kata Agus sejak operasi tambang dimulai, Freeport telah menempatkan profit dan laba di atas keselamatan buruh dan kelestarian lingkungan. Sungai-sungai tercemar limbah tambang, hutan-hutan adat diratakan, dan masyarakat lokal terus kehilangan hak atas tanah dan ruang hidup.
“Pola ini menunjukkan bahwa Freeport bukan hanya perusahaan tambang biasa, tetapi bagian dari mesin kolonial yang memanfaatkan Papua sebagai sumber daya alam dan tenaga kerja murah untuk keuntungan global,” jelasnya. Lebih jauh, ia menyebut fakta lebih dari 8.300 buruh Freeport di-PHK dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti nyata ketidakpedulian perusahaan terhadap kemanusiaan.
Freeport dianggap telah mengingkari prinsip-prinsip dasar perlindungan buruh yang diatur dalam Konvensi International Labour Organization (ILO): hak atas lingkungan kerja yang aman, upah yang adii, dan perlindungan terhadap risiko cedera atau kematian.
“Pengabaian ini bukan hanya pelanggaran terhadap buruh, tetapi juga bentuk penindasan yang bersifat struktural terhadap masyarakat Papua,” ujarnya.