Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Sidang Putusan Kasus Mutilasi Digelar 6 Juni

TIMIKA – Sidang perkara kasus mutilasi empat warga Nduga yang melibatkan empat warga sipil yang kini menjadi terdakwa hampir memasuki tahap akhir. Sidang dengan agenda pembacaan putusan atau vonis dijadwalkan pada 6 Juni 2023 mendatang di Pengadilan Negeri Timika.

Adapun empat terdakwa yang turut serta bersama enam anggota TNI AD melakukan mutilasi yaitu Roy Marthen Howay alias Roy, Andre Pudjianto Lee alias Jainal alias Jack, Dul Umam Alias Ustad alias Umam dan Rafles Lakasa alias Rafles.

Keempat pelaku dituntut pidana penjara seumur hidup karena Jaksa Penuntut Umum menilai, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau ikut melakukan perbuatan itu, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain”.

Para terdakwa melakukan pembunuhan secara sadis bersama enam oknum anggota TNI AD yakni Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dhaki, Alm Kapten Dominggus Kainama, Praka Pargo Rumbouw, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Pratu Rizky Oktav Muliawan yang sudah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Militer.

Sementara itu Rafles Lakasa melalui Jhon Steven Pasaribu dari Kantor Hukum Pro Keadilan dan Rekan selaku penasehat hukum dalam pledoinya menyatakan bersumpah demi istrinya yang tengah berjuang melawan penyakit kanker, telah memberikan keterangan yang sejujurnya.

Baca Juga :  Putusan Maksimal Harus Jadi Rujukan Untuk Pelaku Sipil

Dimana berdasarkan keterangan para saksi termasuk terdakwa lainnya yang menyebut peran Rafles Lakasa tidak terlibat dalam perencanaan maupun dalam pembunuhan apalagi mutilasi. Ketika berada di lokasi kejadian, hanya sebatas mengikuti perintah untuk mengangkat satu mayat korban yang berada di musolah. Setelah itu Rafles yang sudah dalam kondisi ketakutan dan meminta diantar pulang kemudian diturunkan di bengkel yang berada di Jalan Irigasi. Sementara terdakwa lain lanjut ke lokasi berikut tempat korban dimutilasi dan dibuang.

Untuk keikutsertaannya, Rafles melalui penasehat hukum menyatakan, pada 21 Agustus 2022 ia ditemui oleh Pratu Rahmat Amin Sese di bengkel motor perempatan Jalan Irigasi. Ia diajak untuk melihat dan menyaksikan proses penangkatan transaksi senjata api dengan KKB dari Nduga. “Kalau saya ada waktu, saya mau ikut untuk melihat caranya penangkapan,” ujar Jhon menirukan keterangan dari Rafles.

Kemudian pada 22 Agustus, ia kembali dijemput oleh Pratu Rahmat Amin Sese menggunakan mobil avanza putih di Jalan Pendidikan dan langsung ke lahan kosong tempat kejadian perkara. Tiba di lokasi, Rafles mengaku sempat menjauh untuk menelepon istrinya yang berada di Makassar untuk pengobatan. Saat transaksi terjadi Rafles diminta bersembunyi di sema-semak. Setelah itu ia diperintahkan membantu mengangkat satu jenazah korban ke dalam mobil. Setelah itu meminta pulang ke rumahnya.

Baca Juga :  ASN Pemprov Papua Wajib Ikut Upacara

Sehari setelah kejadian, ia kembali didatangi Pratu Rahmat Amin Sese ke rumahnya untuk memberi uang senilai Rp 2 juta. Ia mengaku sempat menanyakan sumber uang tersebut namun tidak dijelaskan oleh Rahmat.

Rafles beranggapan, uang tersebut adalah tanda terima kasih Rahmat kepada dirinya karena telah meminjamkan sertifikatnya tanah kepada Yunus melalui perantara Rahmat, sebagai jaminan untuk pengambilan kredit di bank. Sebab sebelumnya sudah dijanjikan, apabila kredit dicairkan, maka uangnya dibagi tiga, kepada Rahmat, Rafles dan Yunus.

Dengan keterangan saksi dan fakta dalam persidangan, bahkan dari hasil BAP dan rekonstruksi, penasehat hukum Rafles meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari hukuman karena telah menjalani kurungan penjara kurang lebih 9 bulan sejak ditahan pada 29 Agustus 2022 lalu dan itu sudah dianggap sebagai hukuman untuk terpenuhinya rasa keadilan. Sebab dalam pandangan ahli pidana yang dihadirkan JPU menyebutkan, peran mengangkat mayat tidak dapat dipidana.

“Kami sebagai PH menganggap berkeadilan atas hukuman penjara kurang lebih 9 bulan atas kebodohan yang mau ikut menyaksikan dan kami percaya majelis hakim sebagai wakil Tuhan dalam memutus perkara ini memberikan keadilan,” ujar Jhon Pasaribu selaku penasehat hukum terdakwa Rafles Lakasa.(ryu/wen)

TIMIKA – Sidang perkara kasus mutilasi empat warga Nduga yang melibatkan empat warga sipil yang kini menjadi terdakwa hampir memasuki tahap akhir. Sidang dengan agenda pembacaan putusan atau vonis dijadwalkan pada 6 Juni 2023 mendatang di Pengadilan Negeri Timika.

Adapun empat terdakwa yang turut serta bersama enam anggota TNI AD melakukan mutilasi yaitu Roy Marthen Howay alias Roy, Andre Pudjianto Lee alias Jainal alias Jack, Dul Umam Alias Ustad alias Umam dan Rafles Lakasa alias Rafles.

Keempat pelaku dituntut pidana penjara seumur hidup karena Jaksa Penuntut Umum menilai, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau ikut melakukan perbuatan itu, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain”.

Para terdakwa melakukan pembunuhan secara sadis bersama enam oknum anggota TNI AD yakni Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dhaki, Alm Kapten Dominggus Kainama, Praka Pargo Rumbouw, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Pratu Rizky Oktav Muliawan yang sudah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Militer.

Sementara itu Rafles Lakasa melalui Jhon Steven Pasaribu dari Kantor Hukum Pro Keadilan dan Rekan selaku penasehat hukum dalam pledoinya menyatakan bersumpah demi istrinya yang tengah berjuang melawan penyakit kanker, telah memberikan keterangan yang sejujurnya.

Baca Juga :  Yan Mandenas Usulkan Nabire Masuk Papua Utara

Dimana berdasarkan keterangan para saksi termasuk terdakwa lainnya yang menyebut peran Rafles Lakasa tidak terlibat dalam perencanaan maupun dalam pembunuhan apalagi mutilasi. Ketika berada di lokasi kejadian, hanya sebatas mengikuti perintah untuk mengangkat satu mayat korban yang berada di musolah. Setelah itu Rafles yang sudah dalam kondisi ketakutan dan meminta diantar pulang kemudian diturunkan di bengkel yang berada di Jalan Irigasi. Sementara terdakwa lain lanjut ke lokasi berikut tempat korban dimutilasi dan dibuang.

Untuk keikutsertaannya, Rafles melalui penasehat hukum menyatakan, pada 21 Agustus 2022 ia ditemui oleh Pratu Rahmat Amin Sese di bengkel motor perempatan Jalan Irigasi. Ia diajak untuk melihat dan menyaksikan proses penangkatan transaksi senjata api dengan KKB dari Nduga. “Kalau saya ada waktu, saya mau ikut untuk melihat caranya penangkapan,” ujar Jhon menirukan keterangan dari Rafles.

Kemudian pada 22 Agustus, ia kembali dijemput oleh Pratu Rahmat Amin Sese menggunakan mobil avanza putih di Jalan Pendidikan dan langsung ke lahan kosong tempat kejadian perkara. Tiba di lokasi, Rafles mengaku sempat menjauh untuk menelepon istrinya yang berada di Makassar untuk pengobatan. Saat transaksi terjadi Rafles diminta bersembunyi di sema-semak. Setelah itu ia diperintahkan membantu mengangkat satu jenazah korban ke dalam mobil. Setelah itu meminta pulang ke rumahnya.

Baca Juga :  Disperindag Tepis Isu Stok Beras Kosong di Mimika

Sehari setelah kejadian, ia kembali didatangi Pratu Rahmat Amin Sese ke rumahnya untuk memberi uang senilai Rp 2 juta. Ia mengaku sempat menanyakan sumber uang tersebut namun tidak dijelaskan oleh Rahmat.

Rafles beranggapan, uang tersebut adalah tanda terima kasih Rahmat kepada dirinya karena telah meminjamkan sertifikatnya tanah kepada Yunus melalui perantara Rahmat, sebagai jaminan untuk pengambilan kredit di bank. Sebab sebelumnya sudah dijanjikan, apabila kredit dicairkan, maka uangnya dibagi tiga, kepada Rahmat, Rafles dan Yunus.

Dengan keterangan saksi dan fakta dalam persidangan, bahkan dari hasil BAP dan rekonstruksi, penasehat hukum Rafles meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari hukuman karena telah menjalani kurungan penjara kurang lebih 9 bulan sejak ditahan pada 29 Agustus 2022 lalu dan itu sudah dianggap sebagai hukuman untuk terpenuhinya rasa keadilan. Sebab dalam pandangan ahli pidana yang dihadirkan JPU menyebutkan, peran mengangkat mayat tidak dapat dipidana.

“Kami sebagai PH menganggap berkeadilan atas hukuman penjara kurang lebih 9 bulan atas kebodohan yang mau ikut menyaksikan dan kami percaya majelis hakim sebagai wakil Tuhan dalam memutus perkara ini memberikan keadilan,” ujar Jhon Pasaribu selaku penasehat hukum terdakwa Rafles Lakasa.(ryu/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya