Monday, December 23, 2024
25.7 C
Jayapura

Jangan Bingungkan Masyarakat Soal Ibu Kota dan Pemekaran Papua Tengah

ILAGA- Terkait dengan adanya sekelompok elit politik yang mendorong agar ibu kota Provinsi Papua Tengah ditempatkan di Kabupaten Nabire, membuat koordinator kajian akademik Provinsi Papua Tengah, Willem Wandik, SE., M.Si, angkat bicara.

Dirinya menyarankan kepada para elit politik di Papua, terutama para bupati agar tidak membuat bingung masyarakat dengan berbagai pernyataan terkait dengan pemekaran Provinsi Papua Tengah. Termasuk soal ibukota provinsi antara Timika dan Nabire.

Willem Wandik yang juga Bupati Puncak dua periode ini meminta agar semua pihak membiarkan aspirasi pemekaran ini berjalan sesuai dengan dengan aturan dan undang-undang yang sudah disahkan oleh pemerintah yaitu UU Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas UU  Nomor 21 tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua pasal 76  dan pasal 93, serta kajian akademik yang sudah dilakukukan oleh lembaga perguruan tinggi.

“Penentuan ibu kota,berdasarkan kajian akademik,harus berada di titik sentral, yang bisa mencakup beberapa kabupaten. Akses transportasi, jarak antara kabupaten A dan B, sarana penunjang transportasi udara dan laut, serta aspek kondisi geologi. Sehingga tidak lagi mengganggu pembangunan yang akan dilaksanakan di wilayah pemekeran,”jelas Willem Wandik dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Rabu (23/2).

Menurut Willem Wandik, sesuai kajian akademik yang independen yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan kesepakatan bersama antara para bupati di Jogyakarta beberapa waktu lalu, serta mengacu pada skor dari masing-masing aspek, maka hasil kajian menentukan kabupaten baik kabupaten Timika dan kabupaten Nabire, sama-sama dikaji. Dimana dari hasil kajian tim akademik, Kabupaten Timika memiliki nilai tertinggi dan Nabire urutan kedua.

Baca Juga :  Pemrov Papua Lakukan Penanaman dan Pencanangan Cabai di Keerom

Namun menurut mantan Kepala Bappeda kabupaten Puncak ini, meski sudah ada kajian akademis, semua tergantung kembali ke pemerintah pusat yang akan menentukan di mana letak ibu kota Provinsi Papua Tengah. Oleh sebab itu, dirinya meminta semua pihak harus tunduk kepada keputusan pusat.

“Penentuan ibu kota provinsi itu bukan aspek politik semata. Hal itu berdasarkan kajian akademik, dilihat dari berbagai aspek dan hasil kajian akademik sudah ada. kami sudah serahkan ke pemerintah pusat maupun DPR-RI, sudah sangat lengkap untuk Provinsi Papua Tengah, “katanya.

Lanjut Willem Wandik,  pemekaran provinsi di tanah Papua sedang dibahas serius di tingkat pusat. Untuk itu, elit politik harus memiliki jiwa besar dan tidak membuat bingung masyarakat dengan berbagai pernyataan. Apalagi bicara soal ibu kota provinsi.

Menurutnya, harusnya semua elit politik terutama di wilayah adat Meepago untuk bersatu dulu. Sebab bicara soal pemekaran provinsi bukan keinginan satu dua orang namun ini keinginan negara dan hal itu sudah diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2021, demi mempercepat pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

“Soal pemekaran dan penentuan ibu kota, semua harus berpikir soal pembangunan, bukan hanya satu atau dua tahun saja. Namun harus berpikir puluhan tahun ke depan. Sebab dengan penempatan ibu kota provinsi, harus berdampak pada daerah itu sendiri maupun daerah-daerah sekitar ibu kota provinsi itu,” ujarnya.

Lanjutnya, penentuan ibu kota provinsi juga harus melihat dari sisi pendapatan asli daerah (PAD), fasilitas listrik, air bersih, infratruktur jalan, perilaku masyarakat, sosial budaya, keterbukaan informasi, kultur masyarakat, investasi ke daerah, serta kondisi sosial budaya. Misalnya suku-suku asli yang berada di wilayah tersebut harus ada keterkaitan budaya

Baca Juga :  MRP Ajukan Rp 13 Miliar Untuk Verifikasi OAP

“Misalnya suku yang mediami wilayah Papua Tengah seperti Mee, Kamoro, Amungme, Moni, Damal, Dani, serta ada suku Wate di pesisir pantai Nabire, juga suku-suku nusantara dari luar Papua, seperti Jawa, Madura, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Timor dan semua suku yang hidup berdampingan di Papua. Karena dengan keberagaman suku inilah terjadi banyak kemajuan di wilayah pemekaran tersebut,” jelasnya.

“”Masyarakat juga diminta untuk siap menyambut kedatangan tim dari pusat baik pemerintah maupun DPR-RI yang akan melihat langsung kesiapan daerah yg akan dimekarkan,” sambungnya.

Soal batas wilayah, Willem Wandik mengatakan, khusus untuk beberapa kabupaten yang masuk di wilayah Provinsi Papua Tengah,  untuk persoalan batas wilayah di kabupaten sudah rampung. Seperti batas wilayah Kabupaten Puncak dengan Mimika, Intan Jaya dengan Mimika, Paniai dengan Mimika serta Ndugama. Selain itu persoalan batas wilayah juga sudah ditangani oleh pemerintah pusat.

Ditambahkan, di tanah Papua ini, pembangunan peradaban pertama adalah melalui agama, Injil sudah masuk untuk membangun rohani orang Papua, membuka tabir kegelapan di Papua. Sementara saat ini, Papua berada pada perdaban kedua dimana negara hadir untuk membangun orang Papua di segala bidang dan aspek kehidupan melalui hadirnya provinsi baru.

“Mari kita bersiap menyambut peradaban baru dengan semangat persatuan tanpa adanya perbedaan bagi sesama khususnya di Papua. Ini semua demi kesejahteraan masyarakat Papua, ada lapangan kerja, ekonomi meningkat, pendidikan dan kesehatan baik,”tutupnya. (Humas/nat)

ILAGA- Terkait dengan adanya sekelompok elit politik yang mendorong agar ibu kota Provinsi Papua Tengah ditempatkan di Kabupaten Nabire, membuat koordinator kajian akademik Provinsi Papua Tengah, Willem Wandik, SE., M.Si, angkat bicara.

Dirinya menyarankan kepada para elit politik di Papua, terutama para bupati agar tidak membuat bingung masyarakat dengan berbagai pernyataan terkait dengan pemekaran Provinsi Papua Tengah. Termasuk soal ibukota provinsi antara Timika dan Nabire.

Willem Wandik yang juga Bupati Puncak dua periode ini meminta agar semua pihak membiarkan aspirasi pemekaran ini berjalan sesuai dengan dengan aturan dan undang-undang yang sudah disahkan oleh pemerintah yaitu UU Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas UU  Nomor 21 tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua pasal 76  dan pasal 93, serta kajian akademik yang sudah dilakukukan oleh lembaga perguruan tinggi.

“Penentuan ibu kota,berdasarkan kajian akademik,harus berada di titik sentral, yang bisa mencakup beberapa kabupaten. Akses transportasi, jarak antara kabupaten A dan B, sarana penunjang transportasi udara dan laut, serta aspek kondisi geologi. Sehingga tidak lagi mengganggu pembangunan yang akan dilaksanakan di wilayah pemekeran,”jelas Willem Wandik dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Rabu (23/2).

Menurut Willem Wandik, sesuai kajian akademik yang independen yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan kesepakatan bersama antara para bupati di Jogyakarta beberapa waktu lalu, serta mengacu pada skor dari masing-masing aspek, maka hasil kajian menentukan kabupaten baik kabupaten Timika dan kabupaten Nabire, sama-sama dikaji. Dimana dari hasil kajian tim akademik, Kabupaten Timika memiliki nilai tertinggi dan Nabire urutan kedua.

Baca Juga :  510 Atlet Berkompetisi di Popprov Papua

Namun menurut mantan Kepala Bappeda kabupaten Puncak ini, meski sudah ada kajian akademis, semua tergantung kembali ke pemerintah pusat yang akan menentukan di mana letak ibu kota Provinsi Papua Tengah. Oleh sebab itu, dirinya meminta semua pihak harus tunduk kepada keputusan pusat.

“Penentuan ibu kota provinsi itu bukan aspek politik semata. Hal itu berdasarkan kajian akademik, dilihat dari berbagai aspek dan hasil kajian akademik sudah ada. kami sudah serahkan ke pemerintah pusat maupun DPR-RI, sudah sangat lengkap untuk Provinsi Papua Tengah, “katanya.

Lanjut Willem Wandik,  pemekaran provinsi di tanah Papua sedang dibahas serius di tingkat pusat. Untuk itu, elit politik harus memiliki jiwa besar dan tidak membuat bingung masyarakat dengan berbagai pernyataan. Apalagi bicara soal ibu kota provinsi.

Menurutnya, harusnya semua elit politik terutama di wilayah adat Meepago untuk bersatu dulu. Sebab bicara soal pemekaran provinsi bukan keinginan satu dua orang namun ini keinginan negara dan hal itu sudah diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2021, demi mempercepat pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

“Soal pemekaran dan penentuan ibu kota, semua harus berpikir soal pembangunan, bukan hanya satu atau dua tahun saja. Namun harus berpikir puluhan tahun ke depan. Sebab dengan penempatan ibu kota provinsi, harus berdampak pada daerah itu sendiri maupun daerah-daerah sekitar ibu kota provinsi itu,” ujarnya.

Lanjutnya, penentuan ibu kota provinsi juga harus melihat dari sisi pendapatan asli daerah (PAD), fasilitas listrik, air bersih, infratruktur jalan, perilaku masyarakat, sosial budaya, keterbukaan informasi, kultur masyarakat, investasi ke daerah, serta kondisi sosial budaya. Misalnya suku-suku asli yang berada di wilayah tersebut harus ada keterkaitan budaya

Baca Juga :  Melihat Potensi Konflik OAP, Presiden Diminta Batalkan Kebijakan DOB

“Misalnya suku yang mediami wilayah Papua Tengah seperti Mee, Kamoro, Amungme, Moni, Damal, Dani, serta ada suku Wate di pesisir pantai Nabire, juga suku-suku nusantara dari luar Papua, seperti Jawa, Madura, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Timor dan semua suku yang hidup berdampingan di Papua. Karena dengan keberagaman suku inilah terjadi banyak kemajuan di wilayah pemekaran tersebut,” jelasnya.

“”Masyarakat juga diminta untuk siap menyambut kedatangan tim dari pusat baik pemerintah maupun DPR-RI yang akan melihat langsung kesiapan daerah yg akan dimekarkan,” sambungnya.

Soal batas wilayah, Willem Wandik mengatakan, khusus untuk beberapa kabupaten yang masuk di wilayah Provinsi Papua Tengah,  untuk persoalan batas wilayah di kabupaten sudah rampung. Seperti batas wilayah Kabupaten Puncak dengan Mimika, Intan Jaya dengan Mimika, Paniai dengan Mimika serta Ndugama. Selain itu persoalan batas wilayah juga sudah ditangani oleh pemerintah pusat.

Ditambahkan, di tanah Papua ini, pembangunan peradaban pertama adalah melalui agama, Injil sudah masuk untuk membangun rohani orang Papua, membuka tabir kegelapan di Papua. Sementara saat ini, Papua berada pada perdaban kedua dimana negara hadir untuk membangun orang Papua di segala bidang dan aspek kehidupan melalui hadirnya provinsi baru.

“Mari kita bersiap menyambut peradaban baru dengan semangat persatuan tanpa adanya perbedaan bagi sesama khususnya di Papua. Ini semua demi kesejahteraan masyarakat Papua, ada lapangan kerja, ekonomi meningkat, pendidikan dan kesehatan baik,”tutupnya. (Humas/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya