Friday, March 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Teman-Teman Selalu Mengingatkan untuk Menjalankan Ibadah

Dede Sulaiman yang Tak Pernah Dianggap Liyan di Persipura Jayapura 

Dede Sulaiman, kiper Persipura Jayapura saat berlatih di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, kemarin (28/5). FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos

Enam tahun sudah Dede Sulaiman menjadi bagian dari Persipura Jayapura. Sepanjang itu pula dia tak pernah dianggap sebagai orang lain. Baik oleh rekan-rekan di tim, suporter, maupun masyarakat di lingkungannya. Meski, dia datang jauh dari Papua.

Miftakhul F.S., Surabaya, Jawa Pos

TAK ada yang berubah dari rekan-rekannya ketika kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi beberapa hari lalu. Dede Sulaiman tetap merasakan kehangatan layaknya yang dirasakan selama ini. Obrolan dengan diselingi canda dan tawa tetap mengisi hari-harinya bersama rekan-rekan di Persipura. Entah itu di waktu senggang, di sela latihan, maupun pada waktu sebelum dan sesudah pertandingan. 

Jadi, jangankan kata-kata memintanya angkat kaki atau mengucilkan dirinya yang berasal dari luar Papua, sekadar olok-olok berbau SARA pun tak mampir ke Dede. ’’Semua tetap berjalan normal. Tidak ada yang berbeda dari sebelumnya,’’ ungkap kiper asal Jakarta tersebut. 

Baca Juga :  Pemprov Segera Umumkan Kenaikan Tarif Angkutan Umum

Dede menyebutkan, sejak datang ke Persipura pada musim 2013, perlakuan terhadap dirinya tidak pernah berubah. Dari tahun ke tahun selalu sama. Kendati, dari musim ke musim, pemain 33 tahun itu selalu berada di tengah-tengah mayoritas pemain Persipura yang merupakan putra-putra Papua. 

Dede tak pernah dianggap liyan (yang lain, Red) oleh rekan-rekannya. Juga oleh suporter dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Jayapura. ’’Sejak saya datang hingga kini, rekan-rekan tidak sekadar menganggap saya sebagai teman. Tapi juga sebagai keluarga sendiri,’’ katanya. 

Layaknya saudara, Dede pun kerap dibantu jika sedang menghadapi masalah atau membutuhkan bantuan. Demikian juga soal hobi. Di luar urusan sepak bola, mantan kiper Sriwijaya FC tersebut gemar memancing. 

’’Teman-teman dan masyarakat kerap membantu saya kalau saya pergi memancing. Ketika pulang larut malam dari memancing, saya juga tidak pernah mendapat masalah di jalan,’’ ujarnya.

Terkait dengan hal yang paling pribadi, tentang keyakinan, Dede pun tak pernah mendapat masalah. Rekan-rekannya di Persipura yang mayoritas Nasrani sangat menghargai perbedaan. Tak pernah mempersoalkan agama Dede. 

Baca Juga :  Satu Jenazah Kembali Ditemukan

’’Sebaliknya, teman-teman yang justru selalu mengingatkan saya untuk menjalankan ibadah,’’ paparnya. Boaz Solossa dan kawan-kawan tak sekadar mengingatkan. Mereka juga rela menunda meeting jika Dede dan pemain Persipura lainnya yang beragama Islam sedang menjalankan ibadah. 

’’Misalnya, meeting jelang pertandingan itu berbarengan dengan waktu salat Jumat. Maka, rekan-rekan meminta saya salat Jumat dulu dan meeting baru dilakukan setelah saya pulang salat,’’ sebutnya. 

Kehangatan demi kehangatan sebagai keluargalah yang begitu dirasakan sepanjang enam tahun berkostum Persipura. Karena itu, Dede nyaman berada Persipura. Lantaran itu pula, dia enggan berpindah ke kesebelasan lainnya. Kendati, setiap tahun ada yang mengajaknya berganti kostum tim. 

Dan dari apa yang dirasakan serta dijalani di Persipura, Dede berharap tak ada aksi rasisme lagi. Baik di sepak bola maupun kehidupan sehari-hari. (c19/ali/JPG)

Dede Sulaiman yang Tak Pernah Dianggap Liyan di Persipura Jayapura 

Dede Sulaiman, kiper Persipura Jayapura saat berlatih di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, kemarin (28/5). FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos

Enam tahun sudah Dede Sulaiman menjadi bagian dari Persipura Jayapura. Sepanjang itu pula dia tak pernah dianggap sebagai orang lain. Baik oleh rekan-rekan di tim, suporter, maupun masyarakat di lingkungannya. Meski, dia datang jauh dari Papua.

Miftakhul F.S., Surabaya, Jawa Pos

TAK ada yang berubah dari rekan-rekannya ketika kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi beberapa hari lalu. Dede Sulaiman tetap merasakan kehangatan layaknya yang dirasakan selama ini. Obrolan dengan diselingi canda dan tawa tetap mengisi hari-harinya bersama rekan-rekan di Persipura. Entah itu di waktu senggang, di sela latihan, maupun pada waktu sebelum dan sesudah pertandingan. 

Jadi, jangankan kata-kata memintanya angkat kaki atau mengucilkan dirinya yang berasal dari luar Papua, sekadar olok-olok berbau SARA pun tak mampir ke Dede. ’’Semua tetap berjalan normal. Tidak ada yang berbeda dari sebelumnya,’’ ungkap kiper asal Jakarta tersebut. 

Baca Juga :  Saling Menguatkan di Tengah Pandemi Corona

Dede menyebutkan, sejak datang ke Persipura pada musim 2013, perlakuan terhadap dirinya tidak pernah berubah. Dari tahun ke tahun selalu sama. Kendati, dari musim ke musim, pemain 33 tahun itu selalu berada di tengah-tengah mayoritas pemain Persipura yang merupakan putra-putra Papua. 

Dede tak pernah dianggap liyan (yang lain, Red) oleh rekan-rekannya. Juga oleh suporter dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Jayapura. ’’Sejak saya datang hingga kini, rekan-rekan tidak sekadar menganggap saya sebagai teman. Tapi juga sebagai keluarga sendiri,’’ katanya. 

Layaknya saudara, Dede pun kerap dibantu jika sedang menghadapi masalah atau membutuhkan bantuan. Demikian juga soal hobi. Di luar urusan sepak bola, mantan kiper Sriwijaya FC tersebut gemar memancing. 

’’Teman-teman dan masyarakat kerap membantu saya kalau saya pergi memancing. Ketika pulang larut malam dari memancing, saya juga tidak pernah mendapat masalah di jalan,’’ ujarnya.

Terkait dengan hal yang paling pribadi, tentang keyakinan, Dede pun tak pernah mendapat masalah. Rekan-rekannya di Persipura yang mayoritas Nasrani sangat menghargai perbedaan. Tak pernah mempersoalkan agama Dede. 

Baca Juga :  Satu Jenazah Kembali Ditemukan

’’Sebaliknya, teman-teman yang justru selalu mengingatkan saya untuk menjalankan ibadah,’’ paparnya. Boaz Solossa dan kawan-kawan tak sekadar mengingatkan. Mereka juga rela menunda meeting jika Dede dan pemain Persipura lainnya yang beragama Islam sedang menjalankan ibadah. 

’’Misalnya, meeting jelang pertandingan itu berbarengan dengan waktu salat Jumat. Maka, rekan-rekan meminta saya salat Jumat dulu dan meeting baru dilakukan setelah saya pulang salat,’’ sebutnya. 

Kehangatan demi kehangatan sebagai keluargalah yang begitu dirasakan sepanjang enam tahun berkostum Persipura. Karena itu, Dede nyaman berada Persipura. Lantaran itu pula, dia enggan berpindah ke kesebelasan lainnya. Kendati, setiap tahun ada yang mengajaknya berganti kostum tim. 

Dan dari apa yang dirasakan serta dijalani di Persipura, Dede berharap tak ada aksi rasisme lagi. Baik di sepak bola maupun kehidupan sehari-hari. (c19/ali/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya