Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Potensi Sagu Papua Dilirik Qatar

JAYAPURA  – “Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture” memilih tiga daerah untuk dikunjungi, yakni Papua, Medan, dan Bali. Papua menjadi tempat pertama yang dikunjungi koki asal negara Qatar, dan dikenalkan berbagai macam jenis kuliner Bumi Cenderawasih.

Kuliner yang ada di Papua, yakni sinole, papeda, kopi, dan beberapa jenis umbi-umbian. Tidak hanya itu, koki asal Qatar Hassan Al Ibrahim juga dikenalkan bagaimana proses mengelola sagu menjadi papeda yang merupakan makanan asli penduduk setempat.

Menu asli Papua ini biasanya disajikan dengan cara sederhana. Tungku Batu adalah salah satu cara memasak dengan memanaskan batu sampai kurang lebih dua jam untuk kemudian meletakkan bahan makanan, mulai dari daging babi, umbi-umbian, dan berbagai jenis sayur lainnya.

Kuliner Papua memiliki dasar dan teknik sederhana yang hampir sama di semua wilayah setempat. Rata-rata teknik bakar dan pengasapan dengan tidak menggunakan minyak serta hanya sedikit garam.

Pada kunjungan ke Papua, Koki Hassan mengunjungi Kampung Skouw Sae, yang terletak di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, di mana tempat tersebut dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Saat datang, Hasan disambut dengan tari Wiru yang merupakan tarian penjemputan tamu, lalu diantar ke tempat pertemuan.

Baca Juga :  TNI Pastikan Lima Pelaku Adalah Anak Buah KKB Yotam Bugiangge

Koki Hassan langsung diajak melihat proses pembakaran batu yang menjadi tempat memasak sagu bakar, kemudian ia melihat proses pengambilan sagu, mulai dari menebang pohon sagu. Kemudian, sambil menunggu proses penebangan, ia ditantang untuk memakan ulat sagu yang masih hidup.

Di mana ulat sagu berasal dari pohon sagu yang dipotong, kemudian batangnya dibiarkan membusuk. Batang yang membusuk tersebut akan muncul ulat-ulat. Untuk mengambil ulat-ulat itu, batang sagu tersebut dibongkar atau dibuka dengan kapak. Bentuk Ulat Sagu bervariasi, ada yang sangat kecil hingga yang paling besar seukuran jempol jari tangan orang dewasa.

“Memakan ulat sagu ini benar-benar pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan di tempat lainnya,” kata Hasan.

Menurut dia, tantangan tersebut membuatnya kaget, karena seumur hidup baru mencoba di Papua. Meskipun baru pengalaman pertama, ia bisa merasakan manis, gurih dan ada tekstur kenyal, namun bisa dibilang enak.

Baca Juga :  Percaya, Jika Memang Ada Tekad dan Usaha Keras, Tak Ada yang Tak Mungkin

Lalu ia melihat proses tokok atau mencangkul sagu. Selanjutnya ia bersama beberapa mama-mama memeras batang sagu yang telah ditokok untuk membuat tepung sagu.

Hassan, sangat senang melihat langsung proses pembuatan sagu sebelum menjadi papeda. Papua yang diketahui memang terkenal keanekaragaman yang kental serta budayanya masih sangat asri.

Ke depan, Hasan akan mencoba memasak dari bahan sagu dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di Qatar. Saat menikmati papeda, Hassan merasakan sagu sebagai sesuatu bahan pokok yang berbeda dan dia tidak pernah menemui tekstur bahan makanan seperti ini.

Dia mengakui memang ada sagu di Qatar, namun teksturnya berbeda. Sagu di Qatar menggunakan air mawar, dan beberapa bahan lainnya, sedangkan di Papua tidak. Jika dimakan bersama sayur jantung pisang dan bunga pepaya, lalu ikan kuah kuning, dia mengaku rasanya nikmat. (Antara/Qadri Pratiwi)

JAYAPURA  – “Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture” memilih tiga daerah untuk dikunjungi, yakni Papua, Medan, dan Bali. Papua menjadi tempat pertama yang dikunjungi koki asal negara Qatar, dan dikenalkan berbagai macam jenis kuliner Bumi Cenderawasih.

Kuliner yang ada di Papua, yakni sinole, papeda, kopi, dan beberapa jenis umbi-umbian. Tidak hanya itu, koki asal Qatar Hassan Al Ibrahim juga dikenalkan bagaimana proses mengelola sagu menjadi papeda yang merupakan makanan asli penduduk setempat.

Menu asli Papua ini biasanya disajikan dengan cara sederhana. Tungku Batu adalah salah satu cara memasak dengan memanaskan batu sampai kurang lebih dua jam untuk kemudian meletakkan bahan makanan, mulai dari daging babi, umbi-umbian, dan berbagai jenis sayur lainnya.

Kuliner Papua memiliki dasar dan teknik sederhana yang hampir sama di semua wilayah setempat. Rata-rata teknik bakar dan pengasapan dengan tidak menggunakan minyak serta hanya sedikit garam.

Pada kunjungan ke Papua, Koki Hassan mengunjungi Kampung Skouw Sae, yang terletak di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, di mana tempat tersebut dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Saat datang, Hasan disambut dengan tari Wiru yang merupakan tarian penjemputan tamu, lalu diantar ke tempat pertemuan.

Baca Juga :  Percaya, Jika Memang Ada Tekad dan Usaha Keras, Tak Ada yang Tak Mungkin

Koki Hassan langsung diajak melihat proses pembakaran batu yang menjadi tempat memasak sagu bakar, kemudian ia melihat proses pengambilan sagu, mulai dari menebang pohon sagu. Kemudian, sambil menunggu proses penebangan, ia ditantang untuk memakan ulat sagu yang masih hidup.

Di mana ulat sagu berasal dari pohon sagu yang dipotong, kemudian batangnya dibiarkan membusuk. Batang yang membusuk tersebut akan muncul ulat-ulat. Untuk mengambil ulat-ulat itu, batang sagu tersebut dibongkar atau dibuka dengan kapak. Bentuk Ulat Sagu bervariasi, ada yang sangat kecil hingga yang paling besar seukuran jempol jari tangan orang dewasa.

“Memakan ulat sagu ini benar-benar pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan di tempat lainnya,” kata Hasan.

Menurut dia, tantangan tersebut membuatnya kaget, karena seumur hidup baru mencoba di Papua. Meskipun baru pengalaman pertama, ia bisa merasakan manis, gurih dan ada tekstur kenyal, namun bisa dibilang enak.

Baca Juga :  Meski 5 Prajuritnya Gugur, TNI Sebut KKB Papua Tengah Terjepit dan Kocar Kacir

Lalu ia melihat proses tokok atau mencangkul sagu. Selanjutnya ia bersama beberapa mama-mama memeras batang sagu yang telah ditokok untuk membuat tepung sagu.

Hassan, sangat senang melihat langsung proses pembuatan sagu sebelum menjadi papeda. Papua yang diketahui memang terkenal keanekaragaman yang kental serta budayanya masih sangat asri.

Ke depan, Hasan akan mencoba memasak dari bahan sagu dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di Qatar. Saat menikmati papeda, Hassan merasakan sagu sebagai sesuatu bahan pokok yang berbeda dan dia tidak pernah menemui tekstur bahan makanan seperti ini.

Dia mengakui memang ada sagu di Qatar, namun teksturnya berbeda. Sagu di Qatar menggunakan air mawar, dan beberapa bahan lainnya, sedangkan di Papua tidak. Jika dimakan bersama sayur jantung pisang dan bunga pepaya, lalu ikan kuah kuning, dia mengaku rasanya nikmat. (Antara/Qadri Pratiwi)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya