Friday, March 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Polsek Tigi Dibakar, Satu Remaja Tewas Tertembak

Anggota DPR Papua, Marthinus Adii memperlihatkan foto-foto terkait insiden di Kabupaten Deiyai, Rabu (22/5).( FOTO : Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Dipicu penangkapan seorang warga yang diduga pelaku pemalakan di Jalan Poros Kampung Wagete II berinisial MG, sekira 50-an warga mendatangi Mapolsek Tigi, Wagete, Kabupaten Deiyai, Selasa (21/5) sekira pukul 17.30 WIT. 

Warga yang diduga keluarga pelaku kemudian menyerang dan membakar Mapolsek Tigi. Selain membakar Mapolsek, warga juga dilaporkan membakar satu unit mobil warga dan dua kios. “Beruntung tidak ada anggota kami yang menjadi korban,” ungkap Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. AM Kamal, kepada awak media di Media Center Polda Papua, Rabu (22/5). 

Kamal menyebutkan, penyerangan dan pembakaran Mapolsek Tigi tersebut dipicu penangkapan seorang warga berinisial MG yang diduga melakukan pemalakan terhadap sopir di Jalan Poros Kampung Wagete II sekira pukul 17.00 WIT.

Pelaku menurut Kamal diduga meminta uang kepada polisi. Tidak lama kemudian, seorang anggota Polsek Tigi tiba di lokasi kemudian berusaha menghentikan aksi pelaku. Namun pelaku justru marah kemudian menyerang serta merusak kaca mobil patroli yang dikendarai anggota.

“Pelaku kemudian kembali ke rumahnya. Sekira pukul 18.00 WIT, tiga anggota Polsek tiba di rumah pelaku dan berusaha mengamankan pelaku. Namun pelaku melawan menggunakan busur panah,” kata Kamal.

Melihat adanya perlawanan dari pelaku, tiga anggota menurut Kamal kemudian melepaskan tembakan namun tidak digubris. “Untuk menyelamatkan diri, anggota kemudian melumpuhkan pelaku dengan melepaskan tembakan ke arah paha pelaku,” katanya.

Penangkapan terhadap pelaku diakuinya tidak diterima oleh pihak keluarga. Sekira pukul 18.30 WIT, kurang lebih 50-an warga menyerang dan membakar Mapolek Tigi. “Warga juga membakar satu mobil warga dan dua kios,” tandasnya. 

Pelaku pemalakan menurut Kamal sudah dibawa anggota Polsek tigi ke RSUD Nabire untuk mendapat perawatan medis.

Saat disinggung adanya warga sipil yang tewas dalam insiden pembakaran Mapolsek Tigi, Kamal membantah hal tersebut. Ia menyebutkan, saat terjadi penyerangan dan pembakaran Mapolsek, tiga perempuan diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh puluhan oknum warga. 

“Saat ini anggota Polres Paniai dan Brimob  Nabire masih berupaya menjaga  keamanan di Wagete dan situasi di Deiyai  tetap kondusif,” tutupnya. 

Secara terpisah, Pastor Santon Tekege menegaskan Kapolda Papua harus bertangung jawab atas situasi yang terjadi di ibukota Kabupaten Deiyai yang menewaskan seorang warga sipil bernama Yulius Mote (18). 

Pastor Santon Tekege menyebutkan, korban Yulius Mote ditembak mengenai otak kecil hingga tembus ke mata. “Selain itu ada juga warga bernama Melianus Dogopia yang ditembak aparat di bagian paha dan masih mendapat perawatan medis,” bebernya. 

Dirinya menyayangkan kasus penembakan tersebut dan seharusnya aparat keamanan mengedepankan dialog agar terjadi perdamaian.

“Dari pihak gereja tidak menerima tindakan seperti ini. Kami menilai semua kasus penembakan yang terjadi di Deiyai selalu berawal dari oknum Polisi dalam hal ini Brimob. Karena  itu saya sebagai pimpinan gereja meminta agar Brimob ini ditarik saja dari Deiyai, Paniai dan Dogiyai,” tegasnya.

Pasca kejadian penembakan, situasi di Kabupaten Deiyai, hingga Rabu (22/5) siang menurut Pastor Santon Tekege masih mencekam. Dirinya melaporkan bahwa aktivitas pemerintahan, rumah sakit dan pendidikan lumpuh.

Terkait kronologis kejadian, dari pihak keluarga menyebutkan awalnya  beberapa pemuda yang dalam pengaruh minuman keras meminta harga rokok Rp 10 ribu pada sopir taksi Wagete-Enaro. Namun sopir menyampaikan tidak ada uang 10.000, para pemuda meminta  hingga 3 kali. Namun sopir bersikeras.

Baca Juga :  Gagal Selundupkan Ganja ke Wamena, BK Dibekuk

Bahkan pihak keluarga menyebutkan, sopir sempat mengeluarkan alat tajam berupa parang panjang dan mengejar pemuda dengan alat tajam itu. Kemudian para pemuda mengejar kembali sopir yang menyebabkan mobil taksi dirusak kacanya.

Atas kejadian itu, sopir dan pemilik mobil melapor ke Mapolsek Polsek Tigi dan berdasarkan laporan tersebut aparat Kepolisian mulai menyisir seluruh kota Wagete hingga pukul 16.00 WIT. Tanpa kompromi, pendekatan persuasif, dan dialog, oknum Polisi menurut keluarga menembak seorang pemuda bernama Melianus Dogopia di bagian paha.

Masyarakat dan keluarga korban kemudian  membawa korban ke RSUD Wagete, namun karena alat terbatas untuk mengeluarkan peluru, keluarga korban dan masyarakat melarikan korban ke RSUD Madi Paniai. 

Setibanya di RSUD Madi, alat di rumah sakit juga tidak lengkap untuk keluarkan peluru yang masih bersarang di paha korban sehingga dirujuk ke RSUD Nabire. 

Keluarga korban tidak menerima baik atas tindakan polisi, sehingga membakar kantor Polsek Tigi sekira pukul 18.30 WIT.

Aparat keamanan menurut pihak keluarga, kemudian melakukan penyisiran terhadap masyarakat dengan gas air mata di perempatan Wagete 2. Atas tindakan tersebut, masyarakat membakar kios-kios yang ada di dekat perempatan Waghete 2  sekira pukul 21.00 WIT.

“Aparat menembak Yulius di Kampung Idege Wagete 1, samping kantor Bank Papua. Korban kena peluru di otak kecil belakang dan tembus di mata. Korban  tewas di tempat sekira pukul 22.00 WIT. Saat ini disemayamkan di keluarga korban di kampung Okomokebo, Waghete,” kata Pastor Santon Tekege. 

Atas kejadian itu, keluarga korban meminta pertanggungjawaban negara atas penembakan masyarakat sipil di Wagete. Keluarga juga minta supaya korban dimakamkan di tempat lapangan terbuka secara damai bukan dengan kekerasan penembakan. Pemerintah pusat segera menarik personel Brimob dari Kabupaten Deiyai dan keluarga korban tidak minta uang duka ataupun imbalan. 

“Keluarga juga minta lembaga-lembaga internasional segera menindaklanjuti atas pelanggaran HAM berat di Kabupaten Deiyai,” pungkasnya. 

Sementara itu, keributan yang terjadi di Kabupaten Deiyai dan berbuntut pada tewasnya  seorang pemuda bernama Yulius Mote memantik komentar pedas dari dua anggota DPR Papua asal Meepago, Jhon Gobay dan Marthinus Adii. 

Keduanya menyayangkan adanya insiden ini  yang akhirnya menambah panjang daftar kematian warga sipil akibat peluru oknum aparat. Yang lebih miris adalah penembakan disebut terjadi hanya gara-gara uang Rp 10 ribu. 

 Meski dipicu minuman keras namun menurut Jhon seharusnya tak perlu terjadi penembakan terkecuali masyarakat datang dengan peralatan perang dan berniat melawan.  Aparat keamanan baik TNI Polri diminta lebih  memahami kondisi sosial masyarakat dengan tidak mudah melepas tembakan. 

Menurut Jhon Gobay ada beberapa keterangan kronologis yang muncul dari kejadian ini. Ada yang mengatakan bermula dari adanya sekelompok pemuda yang mengonsumsi minuman  keras dan kemudian mencegat satu unit mobil.

 Saat itu para pelaku yang diantaranya korban meminta kepada sopir uang  Rp 10 ribu namun karena sopir menolak akhirnya terjadi keributan. Di situlah mobil tersebut dirusak dan sopir langsung berlari menuju Pos Polisi meminta bantuan. Setelah itu keributan makin meluas dan terjadi pembakaran dan penembakan. “Beberapa waktu lalu kita semua mendengar tentang kasus Oneibo, dimana ada masyarakat di Deiyai tertembak oleh oknum anggota Brimob, kini kita mendengar satu pemuda Deiyai tertembak. Ini sebuah kenyataan yang menunjukan adanya pengamanan bagi para pengusaha di Meepago,” sindir John Gobay yang siang kemarin menuju Paniai.

Baca Juga :  Peduli Korban Banjir, Manajemen Cepos Serahkan Bantuan

 Dilanjutkan, dari kericuhan ini diduga ada oknum polisi yang melepaskan tembakan dan mengenai seorang warga bernama Melianus Dogopiai di bagian paha. Penembakan inilah yang membuat warga marah kemudian mendatangi Polsek Tigi dan membakar Markas Polsek Tigi. 

Tak terima Polsek dibakar, kemudian kata Jhon terjadi pengejaran dan beberapa kali melepaskan tembakan dimana salah satunya diduga mengenai kepala Julius Mote yang kemudian meninggal di lokasi kejadian. “Ada banyak polisi dan Brimob dari Enarotali dan Deiyai turun ke Wagete kemudian menggunakan gas air mata membubarkan massa. Mereka melepas tembakan, suara tembakan terdengar berulang kali dan beberapa warga dikabarkan terkena tembakan. Tapi kami belum bisa memastikan identitas para korban. Itu laporan yang kami terima,” jelas John.

 Ia menganalisa jika sopir memberikan uang Rp 10.000 pasti masalah tidak panjang seperti ini. Yang kedua, jika Polisi tidak menghadapi massa dengan senjata maka kemungkinan masalah juga tidak berbuntut panjang dan jatuh korban. “Patut diduga sopir yang mencari makan di Meeuwo ini sulit membangun hubungan komunikasi yang baik dengan warga. Selain itu Polisi lebih mengedepankan sikap arogan dan represif terhadap warga sehingga persoalan yang sepele berujung korban jiwa. Alat negara yang dibeli oleh uang rakyat,” sindirnya.

 Jhon menyarankan pasca kejadian ini jangan ada penambahan pasukan di Deiyai dan  soal kantor yang dibakar ia yakin Bupati Deiyai akan membangun kembali. “Saya juga memberi catatan agar Kapolda Papua ikut bertanggung jawab terhadap kasus ini dengan memecat oknum anggota yang terlibat di depan rakyat, kedua, Komnas HAM agar segera menurunkan timnya ke Deiyai  dan penyelesaian kasus ini harus dilakukan melalui pengadilan adat terbuka dengan pendekatan restorative justice bergaya Papua dan pengadilan umum juga harus dilakukan terbuka,” imbuhnya.

 Anggota DPR Papua lainnya, Marthinus Adii juga menyesalkan karena ada peluru oknum aparat yang merenggut nyawa seorang rakyat. “Ini sulit diterima seorang oknum aparat bisa menghilangkan nyawa rakyatnya dengan peluru. Harusnya tembakan peringatan satu, dua tiga tapi ini peluru pertama langsung kena dan tewas di tempat,” cecar Marthinus. 

Mantan atlet tinju ini mengingatkan bahwa seharusnya aparat jangan selalu menggunakan peluru, bisa dengan cara lain karena yang dilawan saat itu bukan OPM. “Lalu di Deiyai ada Perda pelarangan Miras. Namun saya menduga ada oknum aparat yang nakal yang memang menjual minuman keras di sana. Ini seperti menjadi rahasia umum,” sindir Marthinus. 

 Bahkan menurutnya tak hanya di Deiyai dari beberapa kabupaten lainnya disinyalir ada keterlibatan oknum aparat dalam perdagangan Miras ilegal di daerah. “Coba Kapolda atau Pangdam cek anggotanya, bisa tanyakan kepada mereka yang kedapatan mabuk,” tegasnya. 

Namun dari kejadian ini Adii juga meminta agar Kapolda tidak lagi melakukan penambahan pasukan ke Deiyai. Langkah selanjutnya adalah menggandeng  kepala suku dan para tokoh agar jangan lagi ada korban jiwa. “Saya akan berkoordinasi dengan komisi A untuk mengecek informasi ini termasuk soal Perda Miras tadi. Perda ini jangan hanya menjadi kertas,” tututpnya. (fia/ade/nat)

Anggota DPR Papua, Marthinus Adii memperlihatkan foto-foto terkait insiden di Kabupaten Deiyai, Rabu (22/5).( FOTO : Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Dipicu penangkapan seorang warga yang diduga pelaku pemalakan di Jalan Poros Kampung Wagete II berinisial MG, sekira 50-an warga mendatangi Mapolsek Tigi, Wagete, Kabupaten Deiyai, Selasa (21/5) sekira pukul 17.30 WIT. 

Warga yang diduga keluarga pelaku kemudian menyerang dan membakar Mapolsek Tigi. Selain membakar Mapolsek, warga juga dilaporkan membakar satu unit mobil warga dan dua kios. “Beruntung tidak ada anggota kami yang menjadi korban,” ungkap Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. AM Kamal, kepada awak media di Media Center Polda Papua, Rabu (22/5). 

Kamal menyebutkan, penyerangan dan pembakaran Mapolsek Tigi tersebut dipicu penangkapan seorang warga berinisial MG yang diduga melakukan pemalakan terhadap sopir di Jalan Poros Kampung Wagete II sekira pukul 17.00 WIT.

Pelaku menurut Kamal diduga meminta uang kepada polisi. Tidak lama kemudian, seorang anggota Polsek Tigi tiba di lokasi kemudian berusaha menghentikan aksi pelaku. Namun pelaku justru marah kemudian menyerang serta merusak kaca mobil patroli yang dikendarai anggota.

“Pelaku kemudian kembali ke rumahnya. Sekira pukul 18.00 WIT, tiga anggota Polsek tiba di rumah pelaku dan berusaha mengamankan pelaku. Namun pelaku melawan menggunakan busur panah,” kata Kamal.

Melihat adanya perlawanan dari pelaku, tiga anggota menurut Kamal kemudian melepaskan tembakan namun tidak digubris. “Untuk menyelamatkan diri, anggota kemudian melumpuhkan pelaku dengan melepaskan tembakan ke arah paha pelaku,” katanya.

Penangkapan terhadap pelaku diakuinya tidak diterima oleh pihak keluarga. Sekira pukul 18.30 WIT, kurang lebih 50-an warga menyerang dan membakar Mapolek Tigi. “Warga juga membakar satu mobil warga dan dua kios,” tandasnya. 

Pelaku pemalakan menurut Kamal sudah dibawa anggota Polsek tigi ke RSUD Nabire untuk mendapat perawatan medis.

Saat disinggung adanya warga sipil yang tewas dalam insiden pembakaran Mapolsek Tigi, Kamal membantah hal tersebut. Ia menyebutkan, saat terjadi penyerangan dan pembakaran Mapolsek, tiga perempuan diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh puluhan oknum warga. 

“Saat ini anggota Polres Paniai dan Brimob  Nabire masih berupaya menjaga  keamanan di Wagete dan situasi di Deiyai  tetap kondusif,” tutupnya. 

Secara terpisah, Pastor Santon Tekege menegaskan Kapolda Papua harus bertangung jawab atas situasi yang terjadi di ibukota Kabupaten Deiyai yang menewaskan seorang warga sipil bernama Yulius Mote (18). 

Pastor Santon Tekege menyebutkan, korban Yulius Mote ditembak mengenai otak kecil hingga tembus ke mata. “Selain itu ada juga warga bernama Melianus Dogopia yang ditembak aparat di bagian paha dan masih mendapat perawatan medis,” bebernya. 

Dirinya menyayangkan kasus penembakan tersebut dan seharusnya aparat keamanan mengedepankan dialog agar terjadi perdamaian.

“Dari pihak gereja tidak menerima tindakan seperti ini. Kami menilai semua kasus penembakan yang terjadi di Deiyai selalu berawal dari oknum Polisi dalam hal ini Brimob. Karena  itu saya sebagai pimpinan gereja meminta agar Brimob ini ditarik saja dari Deiyai, Paniai dan Dogiyai,” tegasnya.

Pasca kejadian penembakan, situasi di Kabupaten Deiyai, hingga Rabu (22/5) siang menurut Pastor Santon Tekege masih mencekam. Dirinya melaporkan bahwa aktivitas pemerintahan, rumah sakit dan pendidikan lumpuh.

Terkait kronologis kejadian, dari pihak keluarga menyebutkan awalnya  beberapa pemuda yang dalam pengaruh minuman keras meminta harga rokok Rp 10 ribu pada sopir taksi Wagete-Enaro. Namun sopir menyampaikan tidak ada uang 10.000, para pemuda meminta  hingga 3 kali. Namun sopir bersikeras.

Baca Juga :  Polisi Libatkan TNI

Bahkan pihak keluarga menyebutkan, sopir sempat mengeluarkan alat tajam berupa parang panjang dan mengejar pemuda dengan alat tajam itu. Kemudian para pemuda mengejar kembali sopir yang menyebabkan mobil taksi dirusak kacanya.

Atas kejadian itu, sopir dan pemilik mobil melapor ke Mapolsek Polsek Tigi dan berdasarkan laporan tersebut aparat Kepolisian mulai menyisir seluruh kota Wagete hingga pukul 16.00 WIT. Tanpa kompromi, pendekatan persuasif, dan dialog, oknum Polisi menurut keluarga menembak seorang pemuda bernama Melianus Dogopia di bagian paha.

Masyarakat dan keluarga korban kemudian  membawa korban ke RSUD Wagete, namun karena alat terbatas untuk mengeluarkan peluru, keluarga korban dan masyarakat melarikan korban ke RSUD Madi Paniai. 

Setibanya di RSUD Madi, alat di rumah sakit juga tidak lengkap untuk keluarkan peluru yang masih bersarang di paha korban sehingga dirujuk ke RSUD Nabire. 

Keluarga korban tidak menerima baik atas tindakan polisi, sehingga membakar kantor Polsek Tigi sekira pukul 18.30 WIT.

Aparat keamanan menurut pihak keluarga, kemudian melakukan penyisiran terhadap masyarakat dengan gas air mata di perempatan Wagete 2. Atas tindakan tersebut, masyarakat membakar kios-kios yang ada di dekat perempatan Waghete 2  sekira pukul 21.00 WIT.

“Aparat menembak Yulius di Kampung Idege Wagete 1, samping kantor Bank Papua. Korban kena peluru di otak kecil belakang dan tembus di mata. Korban  tewas di tempat sekira pukul 22.00 WIT. Saat ini disemayamkan di keluarga korban di kampung Okomokebo, Waghete,” kata Pastor Santon Tekege. 

Atas kejadian itu, keluarga korban meminta pertanggungjawaban negara atas penembakan masyarakat sipil di Wagete. Keluarga juga minta supaya korban dimakamkan di tempat lapangan terbuka secara damai bukan dengan kekerasan penembakan. Pemerintah pusat segera menarik personel Brimob dari Kabupaten Deiyai dan keluarga korban tidak minta uang duka ataupun imbalan. 

“Keluarga juga minta lembaga-lembaga internasional segera menindaklanjuti atas pelanggaran HAM berat di Kabupaten Deiyai,” pungkasnya. 

Sementara itu, keributan yang terjadi di Kabupaten Deiyai dan berbuntut pada tewasnya  seorang pemuda bernama Yulius Mote memantik komentar pedas dari dua anggota DPR Papua asal Meepago, Jhon Gobay dan Marthinus Adii. 

Keduanya menyayangkan adanya insiden ini  yang akhirnya menambah panjang daftar kematian warga sipil akibat peluru oknum aparat. Yang lebih miris adalah penembakan disebut terjadi hanya gara-gara uang Rp 10 ribu. 

 Meski dipicu minuman keras namun menurut Jhon seharusnya tak perlu terjadi penembakan terkecuali masyarakat datang dengan peralatan perang dan berniat melawan.  Aparat keamanan baik TNI Polri diminta lebih  memahami kondisi sosial masyarakat dengan tidak mudah melepas tembakan. 

Menurut Jhon Gobay ada beberapa keterangan kronologis yang muncul dari kejadian ini. Ada yang mengatakan bermula dari adanya sekelompok pemuda yang mengonsumsi minuman  keras dan kemudian mencegat satu unit mobil.

 Saat itu para pelaku yang diantaranya korban meminta kepada sopir uang  Rp 10 ribu namun karena sopir menolak akhirnya terjadi keributan. Di situlah mobil tersebut dirusak dan sopir langsung berlari menuju Pos Polisi meminta bantuan. Setelah itu keributan makin meluas dan terjadi pembakaran dan penembakan. “Beberapa waktu lalu kita semua mendengar tentang kasus Oneibo, dimana ada masyarakat di Deiyai tertembak oleh oknum anggota Brimob, kini kita mendengar satu pemuda Deiyai tertembak. Ini sebuah kenyataan yang menunjukan adanya pengamanan bagi para pengusaha di Meepago,” sindir John Gobay yang siang kemarin menuju Paniai.

Baca Juga :  Cat Midian Jalan, Tiga Warga Ditabrak Mobil

 Dilanjutkan, dari kericuhan ini diduga ada oknum polisi yang melepaskan tembakan dan mengenai seorang warga bernama Melianus Dogopiai di bagian paha. Penembakan inilah yang membuat warga marah kemudian mendatangi Polsek Tigi dan membakar Markas Polsek Tigi. 

Tak terima Polsek dibakar, kemudian kata Jhon terjadi pengejaran dan beberapa kali melepaskan tembakan dimana salah satunya diduga mengenai kepala Julius Mote yang kemudian meninggal di lokasi kejadian. “Ada banyak polisi dan Brimob dari Enarotali dan Deiyai turun ke Wagete kemudian menggunakan gas air mata membubarkan massa. Mereka melepas tembakan, suara tembakan terdengar berulang kali dan beberapa warga dikabarkan terkena tembakan. Tapi kami belum bisa memastikan identitas para korban. Itu laporan yang kami terima,” jelas John.

 Ia menganalisa jika sopir memberikan uang Rp 10.000 pasti masalah tidak panjang seperti ini. Yang kedua, jika Polisi tidak menghadapi massa dengan senjata maka kemungkinan masalah juga tidak berbuntut panjang dan jatuh korban. “Patut diduga sopir yang mencari makan di Meeuwo ini sulit membangun hubungan komunikasi yang baik dengan warga. Selain itu Polisi lebih mengedepankan sikap arogan dan represif terhadap warga sehingga persoalan yang sepele berujung korban jiwa. Alat negara yang dibeli oleh uang rakyat,” sindirnya.

 Jhon menyarankan pasca kejadian ini jangan ada penambahan pasukan di Deiyai dan  soal kantor yang dibakar ia yakin Bupati Deiyai akan membangun kembali. “Saya juga memberi catatan agar Kapolda Papua ikut bertanggung jawab terhadap kasus ini dengan memecat oknum anggota yang terlibat di depan rakyat, kedua, Komnas HAM agar segera menurunkan timnya ke Deiyai  dan penyelesaian kasus ini harus dilakukan melalui pengadilan adat terbuka dengan pendekatan restorative justice bergaya Papua dan pengadilan umum juga harus dilakukan terbuka,” imbuhnya.

 Anggota DPR Papua lainnya, Marthinus Adii juga menyesalkan karena ada peluru oknum aparat yang merenggut nyawa seorang rakyat. “Ini sulit diterima seorang oknum aparat bisa menghilangkan nyawa rakyatnya dengan peluru. Harusnya tembakan peringatan satu, dua tiga tapi ini peluru pertama langsung kena dan tewas di tempat,” cecar Marthinus. 

Mantan atlet tinju ini mengingatkan bahwa seharusnya aparat jangan selalu menggunakan peluru, bisa dengan cara lain karena yang dilawan saat itu bukan OPM. “Lalu di Deiyai ada Perda pelarangan Miras. Namun saya menduga ada oknum aparat yang nakal yang memang menjual minuman keras di sana. Ini seperti menjadi rahasia umum,” sindir Marthinus. 

 Bahkan menurutnya tak hanya di Deiyai dari beberapa kabupaten lainnya disinyalir ada keterlibatan oknum aparat dalam perdagangan Miras ilegal di daerah. “Coba Kapolda atau Pangdam cek anggotanya, bisa tanyakan kepada mereka yang kedapatan mabuk,” tegasnya. 

Namun dari kejadian ini Adii juga meminta agar Kapolda tidak lagi melakukan penambahan pasukan ke Deiyai. Langkah selanjutnya adalah menggandeng  kepala suku dan para tokoh agar jangan lagi ada korban jiwa. “Saya akan berkoordinasi dengan komisi A untuk mengecek informasi ini termasuk soal Perda Miras tadi. Perda ini jangan hanya menjadi kertas,” tututpnya. (fia/ade/nat)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Berita Terbaru

Artikel Lainnya