Wednesday, April 24, 2024
32.7 C
Jayapura

Negara Mau Berdialog dengan OPM yang Mana ?

Orang Papua Bukan Orang yang Harus Selalu Dibohongi

JAYAPURA-Belum lama ini, Komnas HAM RI berinisiatif memfasilitasi dialog Papua-Jakarta. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ha ) Theo Hesegem menilai, dialog adalah cara dan solusi untuk mengakhiri pertumpahan darah, dan dialog tidak membunuh siapa-siapa.

Namun lanjut Theo, dialog membutuhkan kesepakatan antara kedua bela pihak yang bertikai dalam hal ini negara dan OPM.

Dikatakan Theo, dialog bagian yang sangat penting dan harus dipikirkan. Sehingga dapat mengakhiri konflik kekerasan bersenjata di tanah Papua yang selama ini memakan korban jiwa.

“Hanya melalui dialoglah kekerasan bisa diakhiri di tanah ini, namun membutuhkan kesepakatan antara kedua bela pihak yang bermasalah,” kata Theo kepada Cenderawasih Pos, Senin (21/3).

Menurut Theo, Komnas HAM RI punya niat yang baik untuk mendorong dialog antara negara dengan OPM-TPNPB ini bagian yang penting menurut Komisioner Komnas HAM RI, dan itu hak mereka untuk mendorong dan silakan-silakan saja. Tetapi masyarakat Papua ketahui bahwa Komnas HAM RI tidak punya taring untuk mendorong kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu di Papua dan membawah ke meja pengadilan untuk memvonis pelakunya.

Di sisi lain, kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah Papua, sudah membengkak dan sedang dipantau oleh dunia lain.

Menurut Theo, Komnas HAM RI sudah terlambat untuk melangkah lebih jauh tentang dialog yang difasilitasi dan diinginkannya. Isu Papua saat ini menurutnya bukan lagi isu logistik rumah tangga Indonesia sendiri yang selama ini dipikirkan oleh Komnas HAM RI dan Pemerintah Indonesia. Persoalan Papua sudah menjadi isu sentral dan isu internasional.

Baca Juga :  Kabupaten Puncak Kembali Kondusif

“Tawaran dialog dalam bentuk apapun yang akan ditawarkan oleh lembaga Pemerintah Indonesia pasti Orang Asli Papua (OAP) dan OPM tidak akan menerima dan mengiyakan sesuai harapan Komnas HAM,” bebernya.

Theo berharap komisioner Komnas HAM RI tidak keliru dengan dialog yang bakal digagas. Sebab Komnas HAM RI adalah institusi lembaga negara yang memang harus semua perjalanan harus menggunakan skedul, bukan jalan melaksanakan tugas tanpa skedul.

“Saya yakin dialog yang digagas Komnas HAM hanya jadi wacana publik dan tidak akan tersentuh. Mohon maaf masyarakat Papua tidak lagi harus ditipu-tipu secara permanen. Kami sudah belajar dan sudah bisa menganalisa sesuatu yang nantinya akan terjadi pula. Masyarakat Papua bukan orang-orang yang harus dibohongi secara permanen, orang Papua bukan orang-orang yang harus selalu ditipu dengan cara permanen,” tuturnya.

Theo juga mempertanyakan negara mau berdialog dengan OPM yang mana ? Apakah dengan mantan-mantan  OPM yang sudah bergabung dengan Indonesia selama ini, atau OPM-TPNPB yang selama ini berperang aktif melawan TNI-Polri yang ada di Papua ?

“Papua akan aman kalau dialog dengan tokoh-tokoh Politik Papua merdeka, tetapi Papua tidak akan aman kalau dialog dilakukan dengan orang-orang yang pikirannya sama dengan Pemerintah Indonesia,” tegas Theo.

 Ditambahkan Theo bahwa sudah banyak dosa dan kebohongan negara yang dilakukan untuk masyarakat Papua. Bahkan kebohongan negara itu pernah ditulis oleh Presiden Gereja-gereja Baptis West Papua Dr. Socaratez Sopyan Yoman MA., anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).

Baca Juga :  Tahap I Pembangunan Jalan Lingkar Lukmen Capai 50 Persen

Theo menduga dialog yang digagas Komnas HAM RI untuk berusaha menghalangi atau menghambat lajunya lobi dan diplomasi politik United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di level regional dan internasional, yaitu di MSG, PIF, ACP, Uni Eropa dan juga di PBB.

“Arah Komnas HAM RI mudah dibaca, yaitu untuk mereduksi perjuangan ULMWP di level global yang sudah mendapat simpati dan dukungan dari komunitas internasional dan juga menghalangi kunjungan Komisi HAM PBB,” ungkapnya.

Menurut Theo, sepertinya Komnas HAM ditugaskan untuk menghalangi desakan Negara-negara Rumpun Melanesia (MSG), Negara-Negara Kepulauan Pasifik (PIF), Negara-Negara Afrika, Carabia, Pasifik (ACP) terdiri dari 79 Negara dan Uni Eropa yang terdiri dari 27 Negara,  termasuk didalamnya Belanda negara bekas penjajah Indonesia dan Inggris mendesak Indonesia untuk membuka akses Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.

“Komnas HAM berbicara dialog bagian yang tak terpisahkan dari dosa-dosa dan kebohongan-kebohongan pemerintah Indonesia untuk menghalangi dan menghambat Komisi Hak Asasi Manusia PBB ke Papua,” tambahnya.

Lanjut Theo, kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM yang dilakukan Indonesia selama 61 tahun sejak 19 Desember 1961 tidak bisa dihapus dengan kebohongan. “Mata Tuhan tertuju kepada kita semua,” pungkasnya. (fia/nat)

Orang Papua Bukan Orang yang Harus Selalu Dibohongi

JAYAPURA-Belum lama ini, Komnas HAM RI berinisiatif memfasilitasi dialog Papua-Jakarta. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ha ) Theo Hesegem menilai, dialog adalah cara dan solusi untuk mengakhiri pertumpahan darah, dan dialog tidak membunuh siapa-siapa.

Namun lanjut Theo, dialog membutuhkan kesepakatan antara kedua bela pihak yang bertikai dalam hal ini negara dan OPM.

Dikatakan Theo, dialog bagian yang sangat penting dan harus dipikirkan. Sehingga dapat mengakhiri konflik kekerasan bersenjata di tanah Papua yang selama ini memakan korban jiwa.

“Hanya melalui dialoglah kekerasan bisa diakhiri di tanah ini, namun membutuhkan kesepakatan antara kedua bela pihak yang bermasalah,” kata Theo kepada Cenderawasih Pos, Senin (21/3).

Menurut Theo, Komnas HAM RI punya niat yang baik untuk mendorong dialog antara negara dengan OPM-TPNPB ini bagian yang penting menurut Komisioner Komnas HAM RI, dan itu hak mereka untuk mendorong dan silakan-silakan saja. Tetapi masyarakat Papua ketahui bahwa Komnas HAM RI tidak punya taring untuk mendorong kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu di Papua dan membawah ke meja pengadilan untuk memvonis pelakunya.

Di sisi lain, kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah Papua, sudah membengkak dan sedang dipantau oleh dunia lain.

Menurut Theo, Komnas HAM RI sudah terlambat untuk melangkah lebih jauh tentang dialog yang difasilitasi dan diinginkannya. Isu Papua saat ini menurutnya bukan lagi isu logistik rumah tangga Indonesia sendiri yang selama ini dipikirkan oleh Komnas HAM RI dan Pemerintah Indonesia. Persoalan Papua sudah menjadi isu sentral dan isu internasional.

Baca Juga :  Koordinator dan Bendahara Humas PB PON Papua Klaster Merauke Diadukan ke Polisi

“Tawaran dialog dalam bentuk apapun yang akan ditawarkan oleh lembaga Pemerintah Indonesia pasti Orang Asli Papua (OAP) dan OPM tidak akan menerima dan mengiyakan sesuai harapan Komnas HAM,” bebernya.

Theo berharap komisioner Komnas HAM RI tidak keliru dengan dialog yang bakal digagas. Sebab Komnas HAM RI adalah institusi lembaga negara yang memang harus semua perjalanan harus menggunakan skedul, bukan jalan melaksanakan tugas tanpa skedul.

“Saya yakin dialog yang digagas Komnas HAM hanya jadi wacana publik dan tidak akan tersentuh. Mohon maaf masyarakat Papua tidak lagi harus ditipu-tipu secara permanen. Kami sudah belajar dan sudah bisa menganalisa sesuatu yang nantinya akan terjadi pula. Masyarakat Papua bukan orang-orang yang harus dibohongi secara permanen, orang Papua bukan orang-orang yang harus selalu ditipu dengan cara permanen,” tuturnya.

Theo juga mempertanyakan negara mau berdialog dengan OPM yang mana ? Apakah dengan mantan-mantan  OPM yang sudah bergabung dengan Indonesia selama ini, atau OPM-TPNPB yang selama ini berperang aktif melawan TNI-Polri yang ada di Papua ?

“Papua akan aman kalau dialog dengan tokoh-tokoh Politik Papua merdeka, tetapi Papua tidak akan aman kalau dialog dilakukan dengan orang-orang yang pikirannya sama dengan Pemerintah Indonesia,” tegas Theo.

 Ditambahkan Theo bahwa sudah banyak dosa dan kebohongan negara yang dilakukan untuk masyarakat Papua. Bahkan kebohongan negara itu pernah ditulis oleh Presiden Gereja-gereja Baptis West Papua Dr. Socaratez Sopyan Yoman MA., anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).

Baca Juga :  Puluhan Anggota DPR Papua Tutup Paksa Ruang Pimpinan

Theo menduga dialog yang digagas Komnas HAM RI untuk berusaha menghalangi atau menghambat lajunya lobi dan diplomasi politik United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di level regional dan internasional, yaitu di MSG, PIF, ACP, Uni Eropa dan juga di PBB.

“Arah Komnas HAM RI mudah dibaca, yaitu untuk mereduksi perjuangan ULMWP di level global yang sudah mendapat simpati dan dukungan dari komunitas internasional dan juga menghalangi kunjungan Komisi HAM PBB,” ungkapnya.

Menurut Theo, sepertinya Komnas HAM ditugaskan untuk menghalangi desakan Negara-negara Rumpun Melanesia (MSG), Negara-Negara Kepulauan Pasifik (PIF), Negara-Negara Afrika, Carabia, Pasifik (ACP) terdiri dari 79 Negara dan Uni Eropa yang terdiri dari 27 Negara,  termasuk didalamnya Belanda negara bekas penjajah Indonesia dan Inggris mendesak Indonesia untuk membuka akses Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.

“Komnas HAM berbicara dialog bagian yang tak terpisahkan dari dosa-dosa dan kebohongan-kebohongan pemerintah Indonesia untuk menghalangi dan menghambat Komisi Hak Asasi Manusia PBB ke Papua,” tambahnya.

Lanjut Theo, kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM yang dilakukan Indonesia selama 61 tahun sejak 19 Desember 1961 tidak bisa dihapus dengan kebohongan. “Mata Tuhan tertuju kepada kita semua,” pungkasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya