Friday, March 29, 2024
29.7 C
Jayapura

KKB Harusnya Pahami Hukum Humaniter!

Dalam Kontak Tembak, Jangan Libatkan Pekerja Kemanusiaan

JAYAPURA-Konflik kekerasan bersenjata masih terus terjadi di Papua. Mirisnya, dalam kontak tembak yang terjadi, warga sipil dan fasilitas publik kerap menjadi sasaran dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Sebagaimana kejadian yang terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang belum lama ini. Aksi penyerangan yang berujung tewasnya suster Gabriella serta 4 bangunan Puskesmas di 4 distrik di daerah tersebut dibakar. Akibatnya, pelayanan kesehatan lumpuh.

Sub Koordinator Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Papua, Melchior S Weruin menyampaikan, dalam konflik bersenjata, harus tunduk pada hukum humaniter internasional dan ini harus dijunjung oleh siapapun termasuk OPM.

“Dalam perang ataupun kontak tembak, jangan melibatkan atau menjadikan masyarakat sipil terutama mereka pekerja kemanusiaan menjadi sasaran. Itu bisa melanggar hukum humaniter internasional,” terang Melki kepada Cenderawasih Pos.

Baca Juga :  Komisi V DPR Papua Siap Menyurati Gubernur

Dalam beberapa kejadian, Melki melihat, setiap ada kejadian warga sipil kerap menjadi korban dan fasilitas publik ikut dirusak. “Harusnya, seluruh pimpinan kelompok yang berseberangan dengan NKRI memahami konteks hukum humaniter. Dulu, perjuangan OPM sasarannya jelas. Ia hanya menyerang aparat. Sekarang saya melihat mungkin mereka frustasi sehingga menyasar siapa saja,” sesalnya.

Melki menjelaskan, hal ini menandakan anggota-anggota baru OPM yang direkrut belum diberi pendidikan dan pelatihan yang baik. Sehingga, pemahaman mereka terhadap HAM tidak baik. Akibatnya berpengaruh terhadap tindakan mereka di lapangan yang kemudian menyasar semua orang.

“Perjuangan OPM sesungguhnya bukan seperti ini, dan kesulitan kita saat ini melakukan pemetaan terhadap kelompok-kelompok baru. Karena nyaris semua kelompok baru tidak berada dalam satu komando. Asal memiliki senjata dan punya anggota militan mereka langsung membuat kelompok baru dan cenderung melakukan pergerakan secara mandiri. Tidak dibawah garis komando TPN-OPM,” jelasnya.

Baca Juga :  Biar Saya Urus Anak-Anak, Mereka Yang Jadi Bupati

Dijelaskan Melki, sebagaimana diketahui musuh OPM jelas yakni TNI-Polri. Sehingga ketika aparat dan OPM sedang berperang, maka jangan pernah menjadikan warga sipil dalam hal ini tenaga medis, guru sebagai sasaran. “Jika menjadikan guru dan tenaga medis sebagai sasaran, maka dampaknya adalah pemenuhan  hak-hak warga negara menjadi terabaikan di daerah tersebut,” tutup Melki. (fia/nat)

Dalam Kontak Tembak, Jangan Libatkan Pekerja Kemanusiaan

JAYAPURA-Konflik kekerasan bersenjata masih terus terjadi di Papua. Mirisnya, dalam kontak tembak yang terjadi, warga sipil dan fasilitas publik kerap menjadi sasaran dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Sebagaimana kejadian yang terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang belum lama ini. Aksi penyerangan yang berujung tewasnya suster Gabriella serta 4 bangunan Puskesmas di 4 distrik di daerah tersebut dibakar. Akibatnya, pelayanan kesehatan lumpuh.

Sub Koordinator Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Papua, Melchior S Weruin menyampaikan, dalam konflik bersenjata, harus tunduk pada hukum humaniter internasional dan ini harus dijunjung oleh siapapun termasuk OPM.

“Dalam perang ataupun kontak tembak, jangan melibatkan atau menjadikan masyarakat sipil terutama mereka pekerja kemanusiaan menjadi sasaran. Itu bisa melanggar hukum humaniter internasional,” terang Melki kepada Cenderawasih Pos.

Baca Juga :  Akses Jalan Masih Dipalang, Warga Kekurangan Bama

Dalam beberapa kejadian, Melki melihat, setiap ada kejadian warga sipil kerap menjadi korban dan fasilitas publik ikut dirusak. “Harusnya, seluruh pimpinan kelompok yang berseberangan dengan NKRI memahami konteks hukum humaniter. Dulu, perjuangan OPM sasarannya jelas. Ia hanya menyerang aparat. Sekarang saya melihat mungkin mereka frustasi sehingga menyasar siapa saja,” sesalnya.

Melki menjelaskan, hal ini menandakan anggota-anggota baru OPM yang direkrut belum diberi pendidikan dan pelatihan yang baik. Sehingga, pemahaman mereka terhadap HAM tidak baik. Akibatnya berpengaruh terhadap tindakan mereka di lapangan yang kemudian menyasar semua orang.

“Perjuangan OPM sesungguhnya bukan seperti ini, dan kesulitan kita saat ini melakukan pemetaan terhadap kelompok-kelompok baru. Karena nyaris semua kelompok baru tidak berada dalam satu komando. Asal memiliki senjata dan punya anggota militan mereka langsung membuat kelompok baru dan cenderung melakukan pergerakan secara mandiri. Tidak dibawah garis komando TPN-OPM,” jelasnya.

Baca Juga :  Komnas HAM: Baiknya Kogabwilhan Dibubarkan Saja

Dijelaskan Melki, sebagaimana diketahui musuh OPM jelas yakni TNI-Polri. Sehingga ketika aparat dan OPM sedang berperang, maka jangan pernah menjadikan warga sipil dalam hal ini tenaga medis, guru sebagai sasaran. “Jika menjadikan guru dan tenaga medis sebagai sasaran, maka dampaknya adalah pemenuhan  hak-hak warga negara menjadi terabaikan di daerah tersebut,” tutup Melki. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya