Wednesday, May 8, 2024
25.7 C
Jayapura

Papeda, Khas Papua Jadi Tema Google Doodle, Apa Istimewanya?

Dalam sejarahnya, papeda dikenal luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari. Makanan ini kerap hadir pada saat acara penting yang sedang berlangsung di wilayah-wilayah tersebut. Sehingga, papeda masuk dalam daftar kuliner bersejarah yang dibuat dalam tradisi masyarakat setempat.
Seperti sudah disinggung di atas, Papeda terbuat dari sagu, yang merupakan jenis tepung yang diperoleh dari olahan teras batang pohon rumbia (Metroxylon sagu). Pohon yang bisa mencapai tinggi 20 hingga 30 meter ini termasuk dalam keluarga palem-paleman atau pisang-pisangan.
Karena membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya, pohon rumbia umumnya bisa ditemukan di daerah rawa air tawar, aliran sungai, atau lahan basah lainnya.
Pohon rumbia sendiri memiliki banyak manfaat, misalnya daun rumbia kering yang digunakan untuk atap rumah, buah rumbia yang bisa dikonsumsi, pohonnya yang bisa menyerap karbondioksida, hingga sari patinya yang bisa diolah menjadi sagu.
Karena sari pati yang akan digunakan terdapat di batang, maka semakin panjang dan berat batang tersebut, semakin banyak pula tepung sagu yang dihasilkan. Satu pohon rumbia bisa menghasilkan sekitar 150 hingga 300 kg tepung sagu.
Dirangkum dari berbagai sumber kesehatan, bahan makanan yang satu ini juga aman untuk penderita diabetes. Sagu juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh serta mengurangi resiko kegemukan, kanker usus, dan kanker paru-paru
Di Papua, sagu memiliki posisi penting dan sangat dihormati karena menjadi sumber energi dan bahan makanan pokok. Beberapa masyarakat adat percaya bahwa sagu merupakan penjelmaan manusia. Bahkan beberapa suku memiliki nama tertentu untuk sagu, misalnya Suku Yaur menyebut sagu dengan nama Moore dan Suku Moi menyebutnya Hi.
Karena keistimewaannya, tak heran, Papeda sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Papua Barat.(*)
Sumber : Jawapos
Baca Juga :  Pemekaran Tiga Provinsi Papua Disepakati
Dalam sejarahnya, papeda dikenal luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari. Makanan ini kerap hadir pada saat acara penting yang sedang berlangsung di wilayah-wilayah tersebut. Sehingga, papeda masuk dalam daftar kuliner bersejarah yang dibuat dalam tradisi masyarakat setempat.
Seperti sudah disinggung di atas, Papeda terbuat dari sagu, yang merupakan jenis tepung yang diperoleh dari olahan teras batang pohon rumbia (Metroxylon sagu). Pohon yang bisa mencapai tinggi 20 hingga 30 meter ini termasuk dalam keluarga palem-paleman atau pisang-pisangan.
Karena membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya, pohon rumbia umumnya bisa ditemukan di daerah rawa air tawar, aliran sungai, atau lahan basah lainnya.
Pohon rumbia sendiri memiliki banyak manfaat, misalnya daun rumbia kering yang digunakan untuk atap rumah, buah rumbia yang bisa dikonsumsi, pohonnya yang bisa menyerap karbondioksida, hingga sari patinya yang bisa diolah menjadi sagu.
Karena sari pati yang akan digunakan terdapat di batang, maka semakin panjang dan berat batang tersebut, semakin banyak pula tepung sagu yang dihasilkan. Satu pohon rumbia bisa menghasilkan sekitar 150 hingga 300 kg tepung sagu.
Dirangkum dari berbagai sumber kesehatan, bahan makanan yang satu ini juga aman untuk penderita diabetes. Sagu juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh serta mengurangi resiko kegemukan, kanker usus, dan kanker paru-paru
Di Papua, sagu memiliki posisi penting dan sangat dihormati karena menjadi sumber energi dan bahan makanan pokok. Beberapa masyarakat adat percaya bahwa sagu merupakan penjelmaan manusia. Bahkan beberapa suku memiliki nama tertentu untuk sagu, misalnya Suku Yaur menyebut sagu dengan nama Moore dan Suku Moi menyebutnya Hi.
Karena keistimewaannya, tak heran, Papeda sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Papua Barat.(*)
Sumber : Jawapos
Baca Juga :  Pemilu 2024, Tidak Ada Sistem Noken di Papua 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya