Friday, December 27, 2024
25.7 C
Jayapura

Indonesia Disebut Telah Mengakui Keberadaan Negara Federal

JAYAPURA – Lama tak terdengar kabarnya. Perjuangan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) selalu muncul dengan kejutan kejutan. Yang terbaru adalah berkaitan dengan pengakuan negara Indonesia terkait keberadaan NFRPB. Ini sebagaimana disampaikan Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut saat ditemui di kediamannya, Minggu (18/9).

Kepada wartawan Forkorus secara gamblang menyampaikan ucapan terimakasihnya  kepada pemerintah Indonesia karena telah mengakui keberadaan  NFRPB meski secara diam – diam.

“Selaku presiden NFRPB dan atas nama seluruh masyarakat bangsa Papua menyampaikan rasa hormat yang tulus kepada pemerintah Republik Indonesia  karena telah mengakui keberadaan NFRPB secara diam – diam,” jelas Forkorus di Dosay, Sentani Barat kemarin.

Didampingi Kepala Kepolisian NFRPB, Elias Ayakeding dan sejumlah pejabat negara federal lainnya Forkorus mengutarakan bahwa pengakuan secara diam – diam ini bisa dilihat dan dirasakan dalam berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan FNRPB selama ini.

Dengan adanya pengakuan secara diam – diam ini menandakan bahwa Indonesia kata Forkorus telah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai salah satu negara anggota PBB yang sesuai dengan piagam PBB serta dalam mematuhi Konvensi Montevideo tentang hak dan kewajiban negara tahun 1933 dan juga deklarasi Wina dan program aksi sebagaimaa diadopsi oleh konferensi dunia tentang HAM pada tanggal 25 Juni 1993.

Dkatakan pengakuan diam – diam kepada NFRPB ini layak dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena deklarasi sepihak kemerdekaan bangsa Papua pada 19 Oktober 2011 di Jayapura telah memenuhi syarat  hukum internasional sebagaimana diatur dalam konvensi Montevideo 1933 pasal 1 yakni harus memiliki penduduk yang permanen, memiliki satu wilayah tertentu, memiliki pemerintahan, dan mempunyai kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara – negara lain.

Baca Juga :  Elit Luar Masih Bermain Soal Isu Papua

“Syarat di atas sudah kami penuhi  dimana NFRPB adalah bangsa Papua, ras negroid , rumpun Melanesia di  negeri Papua Barat sesuai manifesto politik pada 19 Oktober 1961 di Jayapura,” paparnya.

Lalu untuk wilayah hukum dijelaskan bahwa NFRPB adalah wilayah mantan colonial Papua Belanda sesuai keputusan parlemen belanda pada tahun 1951 yang telah ditetapkan dalam undang – undang belanda saat itu.

Lalu pemerintah NFRPB dalam kongres Rakyat Papua III tanggal 19 Oktober 2011 kemudian negara federal ini paling tidak memiliki kemampuan berhubungan dengan negara lain yang telah dimulai dengan penawaran perundingan secara damai untuk mendapatkan pengakuan dan peralihan  kedaulatan dari Indonesia dari tahun 2012 – 2017, kemudian upaya lain yang sudah dilakukan adalah ada  judicial review  atau peninjauan ke MK Republik Indonesia  pada November – Desember 2019,  dan pengiriman proposal perundingan  secara damai pada Oktober 2020 serta memastikan tengah membangun komunikasi dengan negara di kawasan pacific.

Baca Juga :  APBD Induk dan Perubahan Dituntaskan Pada Keanggotaan Saat Ini

“Selain itu tim negosiasi NFRPB juga telah mendatangi sejumlah kedubes untuk menyampaikan proposal NFRPB,” jelasnya.

Kata Forkorus niat untuk mengakui secara diam – diam ini nampak dimana pemerintah Indonesia meluangkan  kesempatan kepada NFRPB untuk menata struktur pemerinthan sipil dengan mengangkat dan melantik para menteri dalam kabinet pemulih kedaulatan.

Lalu ada pelantikan para gubernur wilayah negara lainmapun polisi nasional Papua dan Tentara Nasional Papua hingga penataan struktur pemerintahan sesuai dengan Konvensi Motevideo pasal 3 yaitu eksistensi politik negara tidak  bergantung pada  pengakuan negara lain.

   Penataan struktur pemerintahan dan deklarasi Wina dan program aksi tanggal 25 Juni 1993 yang diterjemahkan bahwa semua bagsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan berdasar hak tersebut rakyat bebas menentukan status politik, bebas mendapatkan pembangunan ekonomi sosial dan budaya.

Setelah memenuhi syarat hukum Internasional maka secara otomatis NFRPB  telah mendapat predikat sebagai subjek hukum internasional yang dikenal dengan belligerent.

Dalam pengertian negara yang sedang berjuang untuk mendapat pengakuan dan peralihan kedaulatan tetapi NFRPB memperjuangkan secara damai, tanpa kekerasan sesuai paal 2 ayat 6 piagam PBB. “Jadi meski NFRPB belum diakui secara terbuka dan belum menjadi anggota PBB serta belum meratifikasi sejumlah hukum internasional di atas namun NFRPB telah menggunakan hukum – hukum tersebut sesuai anjuran PBB,” tutup Forkorus. (ade/wen)

JAYAPURA – Lama tak terdengar kabarnya. Perjuangan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) selalu muncul dengan kejutan kejutan. Yang terbaru adalah berkaitan dengan pengakuan negara Indonesia terkait keberadaan NFRPB. Ini sebagaimana disampaikan Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut saat ditemui di kediamannya, Minggu (18/9).

Kepada wartawan Forkorus secara gamblang menyampaikan ucapan terimakasihnya  kepada pemerintah Indonesia karena telah mengakui keberadaan  NFRPB meski secara diam – diam.

“Selaku presiden NFRPB dan atas nama seluruh masyarakat bangsa Papua menyampaikan rasa hormat yang tulus kepada pemerintah Republik Indonesia  karena telah mengakui keberadaan NFRPB secara diam – diam,” jelas Forkorus di Dosay, Sentani Barat kemarin.

Didampingi Kepala Kepolisian NFRPB, Elias Ayakeding dan sejumlah pejabat negara federal lainnya Forkorus mengutarakan bahwa pengakuan secara diam – diam ini bisa dilihat dan dirasakan dalam berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan FNRPB selama ini.

Dengan adanya pengakuan secara diam – diam ini menandakan bahwa Indonesia kata Forkorus telah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai salah satu negara anggota PBB yang sesuai dengan piagam PBB serta dalam mematuhi Konvensi Montevideo tentang hak dan kewajiban negara tahun 1933 dan juga deklarasi Wina dan program aksi sebagaimaa diadopsi oleh konferensi dunia tentang HAM pada tanggal 25 Juni 1993.

Dkatakan pengakuan diam – diam kepada NFRPB ini layak dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena deklarasi sepihak kemerdekaan bangsa Papua pada 19 Oktober 2011 di Jayapura telah memenuhi syarat  hukum internasional sebagaimana diatur dalam konvensi Montevideo 1933 pasal 1 yakni harus memiliki penduduk yang permanen, memiliki satu wilayah tertentu, memiliki pemerintahan, dan mempunyai kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara – negara lain.

Baca Juga :  Elit Luar Masih Bermain Soal Isu Papua

“Syarat di atas sudah kami penuhi  dimana NFRPB adalah bangsa Papua, ras negroid , rumpun Melanesia di  negeri Papua Barat sesuai manifesto politik pada 19 Oktober 1961 di Jayapura,” paparnya.

Lalu untuk wilayah hukum dijelaskan bahwa NFRPB adalah wilayah mantan colonial Papua Belanda sesuai keputusan parlemen belanda pada tahun 1951 yang telah ditetapkan dalam undang – undang belanda saat itu.

Lalu pemerintah NFRPB dalam kongres Rakyat Papua III tanggal 19 Oktober 2011 kemudian negara federal ini paling tidak memiliki kemampuan berhubungan dengan negara lain yang telah dimulai dengan penawaran perundingan secara damai untuk mendapatkan pengakuan dan peralihan  kedaulatan dari Indonesia dari tahun 2012 – 2017, kemudian upaya lain yang sudah dilakukan adalah ada  judicial review  atau peninjauan ke MK Republik Indonesia  pada November – Desember 2019,  dan pengiriman proposal perundingan  secara damai pada Oktober 2020 serta memastikan tengah membangun komunikasi dengan negara di kawasan pacific.

Baca Juga :  Tahun 2021, 34 Orang Tewas Akibat Aksi KKB

“Selain itu tim negosiasi NFRPB juga telah mendatangi sejumlah kedubes untuk menyampaikan proposal NFRPB,” jelasnya.

Kata Forkorus niat untuk mengakui secara diam – diam ini nampak dimana pemerintah Indonesia meluangkan  kesempatan kepada NFRPB untuk menata struktur pemerinthan sipil dengan mengangkat dan melantik para menteri dalam kabinet pemulih kedaulatan.

Lalu ada pelantikan para gubernur wilayah negara lainmapun polisi nasional Papua dan Tentara Nasional Papua hingga penataan struktur pemerintahan sesuai dengan Konvensi Motevideo pasal 3 yaitu eksistensi politik negara tidak  bergantung pada  pengakuan negara lain.

   Penataan struktur pemerintahan dan deklarasi Wina dan program aksi tanggal 25 Juni 1993 yang diterjemahkan bahwa semua bagsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan berdasar hak tersebut rakyat bebas menentukan status politik, bebas mendapatkan pembangunan ekonomi sosial dan budaya.

Setelah memenuhi syarat hukum Internasional maka secara otomatis NFRPB  telah mendapat predikat sebagai subjek hukum internasional yang dikenal dengan belligerent.

Dalam pengertian negara yang sedang berjuang untuk mendapat pengakuan dan peralihan kedaulatan tetapi NFRPB memperjuangkan secara damai, tanpa kekerasan sesuai paal 2 ayat 6 piagam PBB. “Jadi meski NFRPB belum diakui secara terbuka dan belum menjadi anggota PBB serta belum meratifikasi sejumlah hukum internasional di atas namun NFRPB telah menggunakan hukum – hukum tersebut sesuai anjuran PBB,” tutup Forkorus. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/