
MERAUKE-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Merauke yang diketuai Orpa Marthina, SH., dengan hakim anggota Natalia Maharani, SH, M.Hum dan Rizki Yanuar, SH., MH., menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 bulan dengan masa percobaan 8 bulan kepada Frederikus Gebze, SE., M.Si.
Selain itu, Frederikus Gebze yang saat ini menjabat sebagai Bupati Merauke, dijatuhi denda sebesar Rp 10 juta subsider pidana kurungan selama 15 hari.
‘’Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 8 bulan berakhir,’’ ucap Orpa Marthina saat membacakan amar putusan majelis hakim dalam sidang yang digelar di PN Merauke, Rabu (19/6) .
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pelanggaran pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 547 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dari 4 unsur yang menjadi pertimbangan untuk membuktikan perbuatan terdakwa yakni barang siapa, unsur sengaja, lalu unsur membuat keputusan dan unsur merugikan pelapor, majelis hakim menyatakan keempat unsur tersebut terbukti seluruhnya. Sehingga pembuktian dari penasehat hukum terdakwa bahwa unsur unsur sengaja, lalu unsur membuat keputusan dan unsur merugikan pelapor tidak terbukti, dikesampingkan majelis hakim.
Majelis Hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Memberatkan bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan netralitas sebagai pejabat negara dan perbuatan terdakwa tidak menunjukan sikap adil dan bijaksana sebagai seorang pemimpin. Sedangkan yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesal, terdakwa masih aktif sebagai bupati.
Terdakwa juga telah berjasa dalam memimpin dalam membangun Merauke serta terdakwa telah meminta maaf kepada Steven Abraham baik melalui SMS pada 23 Mei 2019 dan juga dalam persidangan.
Atas putusan ini, Penasihat Hukum terdakwa Dominggus Frans, SH, MH dan Paskalis Letsoin, SH, MH menyatakan pikir-pikir. Begitu juga Jaksa Penuntut Umun (JPU) Valerianus Dedi Sawaki didampingi JPU lainnya Leily, SH dan Sebastian P. Handoko, SH, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk menentukan sikap selama 3 hari terhitung sejak putusan tersebut. ‘’Senin depan sudah harus menentukan sikap menerima atau banding,” ucap Hakim Ketua Orpa Marthina.
Sidang putusan ini dimulai sekira pukul 15.00 WIT sesuai jadwal yang disampaikan oleh majelis hakim pada sidang sebelumnya. Sidang ini dihadiri terdakwa.
Terkait dengan putusan tersebut, Tim Penasihat Hukum terdakwa menilai, majelis hakim salah dalam membuat pertimbangan.
“Kita mendengar pertimbangan yang dibacakan majelis hakim. Kami berpendapat majelis hakim salah dalam membuat pertimbangan. Dia tidak menerapkan hukum yang benar. Mengapa dia tidak menerapkan hukum yang benar. Karena dalam surat cuti yang dikeluarkan Gubernur kepada bupati kepada saudara Frederikus Gebze. Itu jangan diterjemahkan sepotong-potong. Dia baca dalam pertimbangan itu. Tapi di halaman dua, tidak jadikan sebagai pertimbangan. Jadi itu hilang. Ini bukan soal memberatkan dan tidak memberatkan. Tapi ini menyangkut memberikan keadilan hukum kepada seorang yang dituduh melakukan tindak pidana,’’ terangnya.
Menurutnya, jika diperhatikan dari tuntutan sampai putusan ada sejumlah orang yang ingin merongrong kliennya jatuh dari jabatannya. Dan itu ternyata tidak tercapai.
Soal pikir-pikir tersebut, menurut Paskalis ada dua kemungkinan. Bisa saja banding dan kedua kembali kepada kliennya untuk kembali menanyakan kepada Frederikus Gebze apakah yang bersangkutan akan menerima putusan tersebut atau banding. ‘’Pada prinsipnya kami penasihat hukum akan mengikuti apa yang diinginkan klien kami,’’ tandasnya.
Sidang terhadap orang nomor satu di Merauke ini ternyata mendapat perhatian dari Komisi Yudisial Republik Indonesia. KY telah menurunkan Tim sebanyak 4 orang untuk memantau langsung jalannya persidangan tersebut. Hanya saja para anggota KY tesebut tak mau diwawancarai terkait dengan keberadaan mereka dalam rangka memantau sidang tersebut. ‘’Minta maaf ya mas, kami tidak bisa memberi komentar,’’ tandas salah satu anggota KY tersebut. (ulo/nat)