JAYAPURA – Buntut adanya kejanggalan dan ketidakadilan dalam putusan perkara kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, tiga majelis hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura yang menangani perkara tersebut dilaporkan oleh Penasehat Hukum (PH) korban Dede Gustiawan ke Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah Papua pada, Selasa (18/3).
Tiga majelis hakim tersebut adalah Zaka Talpatty, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, Korneles Waroi, S.H. dan Ronald Lauterboom, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota.
“Kami memasukan surat pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhadap putusan bebas terdakwa, perkara nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap,” kata Dede dalam keterangan tertulisnya ketika dihubungi Cenderawasih Pos.
Hal itu pun dikonfirmasi oleh Ketua Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Papua Methodius Kossay kepada Cenderawasih Pos di ruangan kerjanya.
“Kami (Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah Papua) telah menerima laporan pengaduan dari korban melalui kuasa hukumnya perihal bebasnya oknum polisi dalam perkara pencabulan anak,” kata Methodius kepada Cenderawasih seusai bertemu dengan PH korban.
Ia mengaku laporan tersebut telah diterima tentunya akan ditelaah dan dianalisa lebih mendalam lagi terkait dengan perihal dugaan pelanggaran kode etik oleh Hakim Pengadilan Negeri Jayapura, Papua.
Jelasnya, putusan hakim bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat, namun dibalik putusan tersebut kata Methodius apabila terdapat kejanggalan dan temuan dengan bukti-bukti yang sah dan otentik tentunya dapat diproses.
“Kemudian tindak lanjut dari laporan ini, apabila dalam telaah dan analisa tersebut terdapat dugaan pelanggaran kode etik hakim maka akan kami proses melalui pemeriksaan hakim yang menangani perkara tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya menjelaskan kasus tersebut telah menimbulkan banyak spekulasi dan pertanyaan dari berbagai pihak terutama masyarakat apa lagi dalam kasus tersebut pelakunya seorang anggota polisi.
Tentunya ini menarik untuk di perbincangkan karena masyarakat menganggap penegakan hukum di Indonesia “Tajam ke bawah tumpul ke atas” yang artinya penegakan hukum di Indonesia lebih memihak kepada kelompok kaya dan/atau penguasa.