JAYAPURA – Hingga kini bentuk pembungkaman demokrasi masih kerap dipertontonkan. Dan kalaupun harus berurusan dengan aparat keamanan, maka tudingan atau tuduhan yang diberikan tak lain adalah pasal makar atau upaya untuk memisahkan diri.
Disini Komnas HAM RI Perwakilan Papua memberi perhatian serius terkait aksi unjuk rasa penolakan empat tahanan kasus makar, serta penanganan aksi unjuk rasa oleh aparat keamanan di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari pada 26-30 Agustus 2025. Dimana dari kejadian tersebut telah ditetapkan sebagai pengaduan proaktif dengan nomor kasus: 1516/PK-HAM/VIII/2025.
Sementara temuan Komnas HAM di lapangan yakni adanya tekanan politik dalam penetapan tersangka kasus makar bagi Abraham Goram Gaman dan rekannya hingga menimbulkan aksi unjuk rasa di Kota Sorong sebagai bentuk penolakan atas pemindahan empat tahanan kasus makar ke Pengadilan Negeri Makassar.
Kepala Sekretariat Komnas HAM RI di Papua, Frits Ramandey menyebutkan beberapa hal yakni pertama aparat penegak hukum dinilai tidak transparan dalam penetapan dan proses pemindahan empat tahanan kasus makar, kedua, Forkopimda Kota Sorong menyetujui pemindahan empat tahanan dengan alasan adanya potensi gangguan keamanan, adanya tindakan anarkis dalam aksi unjuk rasa di Kota Sorong.
Termasuk ketiga, temuan Komnas HAM adalah adanya upaya pengendalian massa oleh aparat keamanan dinilai berlebihan, diduga kuat Mikael Welerubun terkena tembakan peluru tajam dan Septhinus Sesa sebelum meninggal dunia mengeluh sesak napas akibat menghirup gas air mata.