Wednesday, June 18, 2025
23.7 C
Jayapura

Enam Gubernur se Tanah Papua Perlu Ngobrol dengan Presiden

Frits: Penanganan Konflik tak Jangan Ditangani Satgas Luar

JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam laporannya menyebut ada 35 warga sipil di tanah Papua yang tewas akibat konflik bersenjata yang terjadi selama Januari hingga Juni 2025. Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyebut untuk menangani konflik bersenjata di Papua, tak boleh sepenuhnya diserahkan kepada aparat keamanan. Apalagi Satgas yang berasal dari luar Papua.

”Saya juga ingatkan bahwa seluruh Satgas yang ada di Papua harus dikendalikan oleh Satgas Damai Cartenz. Satgas TNI tidak boleh membuat operasi penegakan hukum sendiri, sebab itu semakin menimbulkan banyak korban,” tegas Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (16/6).

”Terutama TNI jangan membuat operasi sendiri, dikhawatirkan hasilnya nanti seperti kasus di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Dimana dalam operasi yang dilakukan terdapat korban masyarakat sipil, kelompok rentan dan lainnya,” sambungnya.

Baca Juga :  Miras "Ada Sayang" Dijanjikan Tuntas Dalam 100 Hari

Selain itu, Komnas HAM juga mengingatkan kelompok sipil bersenjata tidak melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil, merusak fasilitas umum dan sudah harus membuka ruang untuk mengedapankan upaya dialog.

Untuk jangka panjang penanganan konflik bersenjata di Papua, Komnas HAM mendesak presiden segera membentuk tim penyelesaian konflik kekerasan bersenjata. Sedangkan janga pendeknya, meminta para gubernur dan bupati yang berada di daerah rawan konflik seperti Wamena, Lanny Jaya, Nduga, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya, Maybrat, Raja Ampat, Bintuni, Keerom dan Wasior untuk menjadi pihak yang secepatnya membuka ruang untuk berbicara dengan kelompok sipil bersenjata.

”Komnas HAM meminta kepada aparat TNI-Polri untuk tidak mencurigai para kepala daerah yang mau bertemu dengan kelompok sipil bersenjata di daerah rawan konflik, ini dalam rangka penyelesaian konflik di daerah tersebut,” ungkapnya. Tak hanya itu kata Frits, Komnas HAM juga akan menyurati Presiden Prabowo dan Mendagri agar dilakukan pertemuan dengan enam gubernur di tanah Papua serta seluruh bupati yang berada di daerah rawan konflik.

Baca Juga :  KKB Berulah, Bakar SMPN1 Gome

”Pertemuan ini untuk berbicara tentang upaya penyelesaian konflik bersenjata di tanah Papua. Sebab, potensi kekerasan bersenjata ke depannya akan sangat terbuka luas di Papua. Untuk itu negara harus hadir melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir potensi jatuhnya korban jiwa,” bebernya.

Frits: Penanganan Konflik tak Jangan Ditangani Satgas Luar

JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam laporannya menyebut ada 35 warga sipil di tanah Papua yang tewas akibat konflik bersenjata yang terjadi selama Januari hingga Juni 2025. Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyebut untuk menangani konflik bersenjata di Papua, tak boleh sepenuhnya diserahkan kepada aparat keamanan. Apalagi Satgas yang berasal dari luar Papua.

”Saya juga ingatkan bahwa seluruh Satgas yang ada di Papua harus dikendalikan oleh Satgas Damai Cartenz. Satgas TNI tidak boleh membuat operasi penegakan hukum sendiri, sebab itu semakin menimbulkan banyak korban,” tegas Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (16/6).

”Terutama TNI jangan membuat operasi sendiri, dikhawatirkan hasilnya nanti seperti kasus di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Dimana dalam operasi yang dilakukan terdapat korban masyarakat sipil, kelompok rentan dan lainnya,” sambungnya.

Baca Juga :  Kejaksaan Tetapkan Satu Tersangka Kasus Paniai Berdarah

Selain itu, Komnas HAM juga mengingatkan kelompok sipil bersenjata tidak melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil, merusak fasilitas umum dan sudah harus membuka ruang untuk mengedapankan upaya dialog.

Untuk jangka panjang penanganan konflik bersenjata di Papua, Komnas HAM mendesak presiden segera membentuk tim penyelesaian konflik kekerasan bersenjata. Sedangkan janga pendeknya, meminta para gubernur dan bupati yang berada di daerah rawan konflik seperti Wamena, Lanny Jaya, Nduga, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya, Maybrat, Raja Ampat, Bintuni, Keerom dan Wasior untuk menjadi pihak yang secepatnya membuka ruang untuk berbicara dengan kelompok sipil bersenjata.

”Komnas HAM meminta kepada aparat TNI-Polri untuk tidak mencurigai para kepala daerah yang mau bertemu dengan kelompok sipil bersenjata di daerah rawan konflik, ini dalam rangka penyelesaian konflik di daerah tersebut,” ungkapnya. Tak hanya itu kata Frits, Komnas HAM juga akan menyurati Presiden Prabowo dan Mendagri agar dilakukan pertemuan dengan enam gubernur di tanah Papua serta seluruh bupati yang berada di daerah rawan konflik.

Baca Juga :  Pemkab Yalimo Geram, Kutuk Keras Upaya Penyelundupan Miras

”Pertemuan ini untuk berbicara tentang upaya penyelesaian konflik bersenjata di tanah Papua. Sebab, potensi kekerasan bersenjata ke depannya akan sangat terbuka luas di Papua. Untuk itu negara harus hadir melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir potensi jatuhnya korban jiwa,” bebernya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/