Tuesday, October 29, 2024
23.7 C
Jayapura

Sekda Keerom Ajukan Praperadilan Kapolda Papua

“Oleh sebab itu, kami menilai tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polda Papua kepada klien kami ini tidak sah menurut hukum dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Anthon Raharusun bersama anggota Tim Penasehat Hukum (PH) Trisiswanda Indra, Foto Bersama Usai Gugatan Prapid di PN Jayapura, Kamis (16/5) kemarin. (foto:Karel/Cepos)

Bahkan pihaknya juga menduga Kasus Dana Bansos Pemda Keerom ini disinyalir ada syarat kepentingan politik tertentu.

Pasalnya tidak ada bukti baik berupa hasil audit BPK ataupun adanya Laporan BPK ke Penyidik Polda Papua sebagai dasar untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan lebih lanjut dalam penyaluran Bansos tersebut.

“Dalam kasus-kasus korupsi, hasil audit BPK menjadi salah satu alat bukti penting untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara dalam perkara tersebut dan kerugian negara itu harus nyata, bukan menduga-duga,” ujarnya.

Pihaknyapun menduga dalam kasus tersebut Penyidik Polda Papua hanya mengantongi hasil pemeriksaan rutin atau audit rutin yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Papua sebagai dasar untuk menetapkan Sekda Keerom sebagai Tersangka.

Baca Juga :  Tiga Kantor di Kompleks Perkantoran Bupati Jayapura Terbakar

“Karena BPKP bukanlah lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk men-declare atau menyatakan adanya kerugian keuangan negara dalam penyaluran Bansus tersebut,” jelasnya.

Dia pun menjelaskan terkait dana bansos Senilai Rp 18,2 Miliar yang diduga terlibat korupsi Sekda Keerom ini sesungguhnya telah dipergunakan semestinya.

Sebab telah ditransfer kepada Rekening Donasi Bencana BPBD Provinsi Papua sebesar Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah), kemudian diberikan kepada penerima riil atau sesuai ketentuan sebesar Rp. 57.000.000,- (Lima puluh tujuh juta rupiah).

Tidak hanya itu dana ini juga digunakan oleh alamarhum Muhammad Markum selaku mantan Wakil Bupati dan Bupati Keerom. Rp.12.620.000.000, (Dua belas miliar enam ratus dua puluh juta rupiah).

Baca Juga :  Gubernur Papua: ASN yang Maju Pilkada Wajib Mundur

Kemudian diberikan oleh Kepala BPKAD pada saat itu sebesar Rp. 1.120.000.000, (Satu miliar seratus dua puluh juta rupiah) kepada oknum jaksa atas Perintah Bupati Keerom almarhum Muhammad Markum.

Tidak hanya itu atas kebijakan kepala BPKAD pada saat itu diberikan kepada PNS sebesar Rp.1.855.000.000, (Satu miliar delapan ratus lima puluh lima juta rupiah) atas perintah Bupati Keerom Muhammad Markum (alm); dan juga diberikan kepada 7 (tujuh) orang anggota DPRD Kabupaten Keerom sebesar Rp.2.506.250.000,- (Dua miliar lima ratus enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) atas almarhum Bupati Keerom Muhammad Markum (alm). Jadi uang ini tidak sepersenpun masuk di Kantong Sekda,” ujarnya.

“Oleh sebab itu, kami menilai tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polda Papua kepada klien kami ini tidak sah menurut hukum dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Anthon Raharusun bersama anggota Tim Penasehat Hukum (PH) Trisiswanda Indra, Foto Bersama Usai Gugatan Prapid di PN Jayapura, Kamis (16/5) kemarin. (foto:Karel/Cepos)

Bahkan pihaknya juga menduga Kasus Dana Bansos Pemda Keerom ini disinyalir ada syarat kepentingan politik tertentu.

Pasalnya tidak ada bukti baik berupa hasil audit BPK ataupun adanya Laporan BPK ke Penyidik Polda Papua sebagai dasar untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan lebih lanjut dalam penyaluran Bansos tersebut.

“Dalam kasus-kasus korupsi, hasil audit BPK menjadi salah satu alat bukti penting untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara dalam perkara tersebut dan kerugian negara itu harus nyata, bukan menduga-duga,” ujarnya.

Pihaknyapun menduga dalam kasus tersebut Penyidik Polda Papua hanya mengantongi hasil pemeriksaan rutin atau audit rutin yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Papua sebagai dasar untuk menetapkan Sekda Keerom sebagai Tersangka.

Baca Juga :  Demo Lagi, Warga Minta Polisi Tegas

“Karena BPKP bukanlah lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk men-declare atau menyatakan adanya kerugian keuangan negara dalam penyaluran Bansus tersebut,” jelasnya.

Dia pun menjelaskan terkait dana bansos Senilai Rp 18,2 Miliar yang diduga terlibat korupsi Sekda Keerom ini sesungguhnya telah dipergunakan semestinya.

Sebab telah ditransfer kepada Rekening Donasi Bencana BPBD Provinsi Papua sebesar Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah), kemudian diberikan kepada penerima riil atau sesuai ketentuan sebesar Rp. 57.000.000,- (Lima puluh tujuh juta rupiah).

Tidak hanya itu dana ini juga digunakan oleh alamarhum Muhammad Markum selaku mantan Wakil Bupati dan Bupati Keerom. Rp.12.620.000.000, (Dua belas miliar enam ratus dua puluh juta rupiah).

Baca Juga :  Ajakan Long March Dukung DOB Hoaks

Kemudian diberikan oleh Kepala BPKAD pada saat itu sebesar Rp. 1.120.000.000, (Satu miliar seratus dua puluh juta rupiah) kepada oknum jaksa atas Perintah Bupati Keerom almarhum Muhammad Markum.

Tidak hanya itu atas kebijakan kepala BPKAD pada saat itu diberikan kepada PNS sebesar Rp.1.855.000.000, (Satu miliar delapan ratus lima puluh lima juta rupiah) atas perintah Bupati Keerom Muhammad Markum (alm); dan juga diberikan kepada 7 (tujuh) orang anggota DPRD Kabupaten Keerom sebesar Rp.2.506.250.000,- (Dua miliar lima ratus enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) atas almarhum Bupati Keerom Muhammad Markum (alm). Jadi uang ini tidak sepersenpun masuk di Kantong Sekda,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya