JAYAPURA – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Mandenas bersuara terkait dengan peristiwa di Mugi. Ia juga menyampaikan turut berduka cita terhadap anggota TNI yang menjadi korban penyerangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan pada 15 April lalu.
“Turut berduka cita yang mendalam untuk aparat TNI korban penyerangan KKB. Dari informasi yang saya terima, terdapat enam anggota TNI yang meninggal dunia, sedangkan 21 anggota TNI lainnya belum diketahui. Ini berdasarkan informasi yang saya terima dari Panglima Divisi 1/Kostrad,” kata Mandenas sebagaimana via rekaman yang diterima Cenderawasih Pos, Senin (17/4)
Kata Mandenas, aparat TNI-Polri yang melakukan operasi di Kabupaten Nduga dalam upaya pembebasan sandera Pilot Susi Air agar lebih mengedepankan ke hati hatian dalam melakukan pengejaran kepada KKB.
“Karena saya melihat ada rakyat sipil juga yang dikorbankan dari kegiatan penyisiran oleh aparat TNI-Polri di wilayah Nduga,” ucapnya.
Menurut Mandenas, situasi penyisiran yang dilakukan dengan mengorbankan warga sipil hanya akan menimbulkan dendam dan konflik baru di masa depan. Sehingga itu, jika situasi konflik dengan cara penanganan Papua seperti saat ini, ia menilai tidak akan pernah usai.
“Persoalan di Papua akan terus menerus bergejolak akibat dari aksi balas dendam yang dilakukan oleh warga sipil khususnya di Kabupaten Nduga dan beberapa daerah konflik lainnya,” terangnya.
Mandenas juga mengingatkan kepada aparat TNI-Polri bahwa aksi penyisiran yang dilakukan seperti di daerah Intan Jaya, Nduga dan Puncak harus mempunyai target dan sasaran yang jelas.
“Tidak kemudian misalkan, saat penyisiran mendapatkan rumah warga yang dipajang bendera bintang kejora lalu kemudian masyarakat yang disikat. Jika medapatkan indikasi masyarakat menyimpan bendera bintang kejora sebagai simbol perjuangan Papua Merdeka dan lainnya. Maka direkomendasikan dan diserahkan ke proses hukum, ketimbang melakukan penyiksaan kepada masyarakat, lantas menujukan kepada publik dengan berbagai macam tindakan kejahatan yang kita lakukan. Saya kira itu kurang etis dan akan terus menimbulkan konflik di masa depan,” tuturnya.
Mandenas berharap aparat TNI-Polri lebih profesional dalam melakukan pengejaran terhadap KKB dan tidak mengorbankan masyarakat.
“Saya melihat operasi yang selama ini dilakukan di Papua dari waktu ke waktu belum mampu memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan KKB. Aksi balas dendam terus dilakukan sehingga regenerasi KKB masih terus berlanjut,” kata Mandenas.
Semua pihak kata Mandenas sama sama ingin Papua aman dan damai, tetapi perlu adanya strategi yang baik. Bukan hanya dengan melakukan operasi, tetapi mungkin semua elemen lembaga dan institusi negara mampu meninggalkan egonya dan bersama sama duduk dan mencari solusi.
“Harus mampu meninggalkan egonya, lalu siapa melakukan apa dan masyarakat juga harus menerima bentuk perhatian dari kita. Selain dengan kebijakan Otsus dan pemekaran yang sudah kita lakukan,” kata Mandenas.
Kata Mandenas, penanganan konflik di Papua bukan hanya ditangani di tingkat grass root. Melainkan sesuai dengan klaster kelompok masyarakatnya. Misalnya, generasi mudanya, tokoh agama, tokoh masyarakat, elit politiknya dan pemerintahnya mulai dari kabupaten dan provinsi sampai tingkat pusat.
“Dengan begitu kita bisa memikirkan solusi bersama, sebuah kesepakatan untuk mendorong agar Papua lebih kondusif. Mengingat saat ini intensitas konflik dari waktu ke waktu terus meningkat, ini yang perlu kita koreksi,” imbuhnya.
Ia juga mengingatkan pasukan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melakukan operasi dan mengidentifikasi lehih dulu sebelum melakukan penyerangan. Lebih dari itu, prajurit harus menguasai geografis wilayah tersebut barulah melakukan penyerangan atau penangkapan terhadap KKB yang eksis di Papua. Sehingga tidak jatuh korban lebih besar seperti saat ini. (fia/wen)