Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

DPN Peradi dan PGI Dukung MRP

JAYAPURA – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat konsultasi dengan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) berkaitan dengan pembahasan perubahan kedua Undang-Undang Otsus Papua. 

Ketua Umum DPN Peradi, Luhut Pangaribuan mengatakan pertemuan rapat konsultasi tersebut intinya, MRP meminta pendapat hukum ke Peradi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan kedua UU Otsus baik prosedurnya maupun subtansi.
“Prosedur yang pokok adalah bahwa perubahan sekarang yang dibicarakan di DPR RI tidak sesuai dengan mekanisme perubahan yang seharusnya diikuti yang di atur dalam UU Otsus itu,” jelasnya dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos dari MRP, Rabu (16/6).

Dimana dalam UU Otsus itu menurut Luhut, secara politik sebenarnya UU tersebut merupakan kesempatan dalam rangka menyelesaikan satu permasalahan. 

“Jadi, boleh saya katakan bahwa dia (UU) lebih tinggi kurang pas tadi kira-kira begitulah maksudnya, tidak boleh di simpangi sebagaimana UU yang lain. Oleh karena itu, harus diperhatikan,” tuturnya. 

“Kalau ini pendekatannya secara demikian maka masalah di Papua tidak akan pernah selesai. Mulai  darimasalah OPM sekarang terorisme, diskriminasi dan seterusnya.  Jadi perlu secara lebih bijak untuk melihat persoalan perubahan kedua UU Otsus ini,” sambungnya.

Luhut menyebutkan, bantuan tim yang akan dibentuk oleh Peradi, akan coba mempelajari dan manakala ada hal yang bisa dilakukan secara hukum akan dilakukan. Misalnya dengan melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi sesuai dengan mekanisme yang ada di negara hukum di Republik Indonesia.

Ketua MRP, Timotius Murib menambahkan rapat konsultasi tim kerja MRP tentang pokok-pokok pikiran rancangan perubahan kedua UU Otsus dengan DPN Peradi membicarakan subtansi terkait dengan proses dan mekanisme yang dilakukan pemerintah pusat, eksekutif dan DPR RI untuk perubahan kedua atas UU Otsus Papua nomor 21 Tahun 2001. 

Baca Juga :  APBD Perubahan 2019 Lanny Jaya Berkurang 7,53 %

“MRP mendapat respon yang luar biasa dari Peradi untuk melakukan komunikasi dengan MRP dan Rakyat Papua dalam rangka membantu. Dimana satu polemik pro dan kontra yang terjadi di tengah masyarakat terkait dengan proses perubahan kedua UU Otsus Papua. Untuk itu, komunikasi MRP hari ini dengan Peradi bisa membuka satu wawasan dimana proses yang dilakukan pemerintah pusat sesuai konstitusi pasal 77 ini bisa kita sinkronkan,” ujarnya. 

Perubahan kedua UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, pada prinsipnya MRP berkeinginan untuk dikembalikan kepada proses hukum yaitu pasal 77. Namun pemerintah pusat oleh DPR RI terus melakukan proses mekanisme perubahan secara sepihak ini. 

“Inilah yang MRP datang menyampaikan subtansi terkait proses mekanisme ini untuk kita kaji pasal 77 dan surat presiden kepada DPRI RI pasal 5 UUD 1945 dimana presiden berhak mengusulkan UU bukan perubahan. Sehingga konteks hukum ini yang perlu MRP sampaikan kepada Peradi agar diketahui oleh kalangan umum lebih khusus masyarakat orang asli Papua,” katanya. 

Dalam kesempatan itu MRP melakukan penandatanganan MoU dengan DPN Peradi di Jakarta, 9 Juni 2021 lalu.

Selain mendapat dukungan dari DPN Peradi, MRP juga mendapat dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) terkait keinginan MRP agar revisi Undang-Undang Otonomi Khusus atau UU Otsus Papua dievaluasi menyeluruh.

Dukungan ini, disampaikan saat ketua MRP  Timotius Murib melakukan pertemuan dengan ketua umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th., di Jakarta, 11 Juni 2021 lalu.

Dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos dari MRP, Rabu (16/6), Ketua PGI Pdt. Gomar Gultom mengaku sependapat dengan MRP. “Saya sependapat dengan MRP, betapa perlunya UU Otsus tersebut dievaluasi secara menyeluruh,” tuturnya. 

Pdt. Gomar Gultom  mengatakan, revisi UU Otsus tidak bisa hanya bicara tentang anggaran atau dana Otsus yang sudah digelontorkan pemerintah pusat. Sebab saat ini menurutnya, ada beberapa amanat UU Otsus yang tak dihiraukan. Seperti menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, pembentukan Komnas HAM Papua, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 

Baca Juga :  Dilanda Banjir, Jembatan di Distrik Tembagapura Putus

Sekretaris Umum PGI, Jacky Manuputty menambahkan, berbicara mengenai Papua haruslah melibatkan gereja. Sehingga, gereja akan terus mendukung penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dengan penuh martabat.  

Jacky juga mengungkapkan kekecewaannya karena berbagai institusi hanya membangun narasi dan berbicara tentang apa yang telah dilakukan untuk Papua, tanpa pernah berpikir sebagai bangsa besar untuk mengakui bersalah dan memohon maaf pada Papua. 
“PGI juga prihatin dengan diabaikannya lembaga MRP dalam berbagai kebijakan di Papua, terutama dalam isu pemekaran dan Perdasus,” ujar Jacky. 

PGI berpendapat penyelesaian masalah Papua haruslah dari hati, kejujuran dan keseriusan, melalui pendekatan kultural dan kemanusiaan, sebagaimana berkali-kali diungkapkan oleh Presiden. 

“Pendekatan kultural itu haruslah dengan dan melalui Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga resmi negara yang mewadahi representasi kultural (agama, adat dan perempuan),” ucapnya soal revisi UU Otsus Papua. .

Sementara itu, Ketua MRP Timotius Morib menyesalkan pembahasan revisi UU Otsus yang tak melibatkan MRP. “Padahal Pasal 77 UU 21/2001 tentang Otsus Papua itu jelas mengatakan bahwa perubahan atas UU ini dengan melibatkan rakyat Papua yang diwakili oleh MRP dan DPRP,” kata Timotius dalam pertemuannya dengan pimpinan PGI. 

Timotius melihat kesungguhan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam membangun Papua. Namun, MRP sebagai bagian dari Forkopimda Papua dan lahir dari amanat UU Otsus, sama sekali belum pernah bertemu Presiden. “Kami berharap Nawacita dan blusukannya Presiden bisa berkolaborasi dengan MRP, dalam semangat pendekatan kultural,” ujarnya. 

Ia juga berharap PGI dapat menjembatani komunikasi kepada Presiden agar dapat menyampaikan harapan dan aspirasi MRP. (oel/nat)

JAYAPURA – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat konsultasi dengan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) berkaitan dengan pembahasan perubahan kedua Undang-Undang Otsus Papua. 

Ketua Umum DPN Peradi, Luhut Pangaribuan mengatakan pertemuan rapat konsultasi tersebut intinya, MRP meminta pendapat hukum ke Peradi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan kedua UU Otsus baik prosedurnya maupun subtansi.
“Prosedur yang pokok adalah bahwa perubahan sekarang yang dibicarakan di DPR RI tidak sesuai dengan mekanisme perubahan yang seharusnya diikuti yang di atur dalam UU Otsus itu,” jelasnya dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos dari MRP, Rabu (16/6).

Dimana dalam UU Otsus itu menurut Luhut, secara politik sebenarnya UU tersebut merupakan kesempatan dalam rangka menyelesaikan satu permasalahan. 

“Jadi, boleh saya katakan bahwa dia (UU) lebih tinggi kurang pas tadi kira-kira begitulah maksudnya, tidak boleh di simpangi sebagaimana UU yang lain. Oleh karena itu, harus diperhatikan,” tuturnya. 

“Kalau ini pendekatannya secara demikian maka masalah di Papua tidak akan pernah selesai. Mulai  darimasalah OPM sekarang terorisme, diskriminasi dan seterusnya.  Jadi perlu secara lebih bijak untuk melihat persoalan perubahan kedua UU Otsus ini,” sambungnya.

Luhut menyebutkan, bantuan tim yang akan dibentuk oleh Peradi, akan coba mempelajari dan manakala ada hal yang bisa dilakukan secara hukum akan dilakukan. Misalnya dengan melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi sesuai dengan mekanisme yang ada di negara hukum di Republik Indonesia.

Ketua MRP, Timotius Murib menambahkan rapat konsultasi tim kerja MRP tentang pokok-pokok pikiran rancangan perubahan kedua UU Otsus dengan DPN Peradi membicarakan subtansi terkait dengan proses dan mekanisme yang dilakukan pemerintah pusat, eksekutif dan DPR RI untuk perubahan kedua atas UU Otsus Papua nomor 21 Tahun 2001. 

Baca Juga :  Pernah Dikunjungi Jokowi, Bupati Namia Revitalisasi Pasar Kenyam

“MRP mendapat respon yang luar biasa dari Peradi untuk melakukan komunikasi dengan MRP dan Rakyat Papua dalam rangka membantu. Dimana satu polemik pro dan kontra yang terjadi di tengah masyarakat terkait dengan proses perubahan kedua UU Otsus Papua. Untuk itu, komunikasi MRP hari ini dengan Peradi bisa membuka satu wawasan dimana proses yang dilakukan pemerintah pusat sesuai konstitusi pasal 77 ini bisa kita sinkronkan,” ujarnya. 

Perubahan kedua UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, pada prinsipnya MRP berkeinginan untuk dikembalikan kepada proses hukum yaitu pasal 77. Namun pemerintah pusat oleh DPR RI terus melakukan proses mekanisme perubahan secara sepihak ini. 

“Inilah yang MRP datang menyampaikan subtansi terkait proses mekanisme ini untuk kita kaji pasal 77 dan surat presiden kepada DPRI RI pasal 5 UUD 1945 dimana presiden berhak mengusulkan UU bukan perubahan. Sehingga konteks hukum ini yang perlu MRP sampaikan kepada Peradi agar diketahui oleh kalangan umum lebih khusus masyarakat orang asli Papua,” katanya. 

Dalam kesempatan itu MRP melakukan penandatanganan MoU dengan DPN Peradi di Jakarta, 9 Juni 2021 lalu.

Selain mendapat dukungan dari DPN Peradi, MRP juga mendapat dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) terkait keinginan MRP agar revisi Undang-Undang Otonomi Khusus atau UU Otsus Papua dievaluasi menyeluruh.

Dukungan ini, disampaikan saat ketua MRP  Timotius Murib melakukan pertemuan dengan ketua umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th., di Jakarta, 11 Juni 2021 lalu.

Dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos dari MRP, Rabu (16/6), Ketua PGI Pdt. Gomar Gultom mengaku sependapat dengan MRP. “Saya sependapat dengan MRP, betapa perlunya UU Otsus tersebut dievaluasi secara menyeluruh,” tuturnya. 

Pdt. Gomar Gultom  mengatakan, revisi UU Otsus tidak bisa hanya bicara tentang anggaran atau dana Otsus yang sudah digelontorkan pemerintah pusat. Sebab saat ini menurutnya, ada beberapa amanat UU Otsus yang tak dihiraukan. Seperti menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, pembentukan Komnas HAM Papua, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 

Baca Juga :  Jenazah Pelajar Diduga Korban Penembakan di Puncak Dibakar

Sekretaris Umum PGI, Jacky Manuputty menambahkan, berbicara mengenai Papua haruslah melibatkan gereja. Sehingga, gereja akan terus mendukung penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dengan penuh martabat.  

Jacky juga mengungkapkan kekecewaannya karena berbagai institusi hanya membangun narasi dan berbicara tentang apa yang telah dilakukan untuk Papua, tanpa pernah berpikir sebagai bangsa besar untuk mengakui bersalah dan memohon maaf pada Papua. 
“PGI juga prihatin dengan diabaikannya lembaga MRP dalam berbagai kebijakan di Papua, terutama dalam isu pemekaran dan Perdasus,” ujar Jacky. 

PGI berpendapat penyelesaian masalah Papua haruslah dari hati, kejujuran dan keseriusan, melalui pendekatan kultural dan kemanusiaan, sebagaimana berkali-kali diungkapkan oleh Presiden. 

“Pendekatan kultural itu haruslah dengan dan melalui Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga resmi negara yang mewadahi representasi kultural (agama, adat dan perempuan),” ucapnya soal revisi UU Otsus Papua. .

Sementara itu, Ketua MRP Timotius Morib menyesalkan pembahasan revisi UU Otsus yang tak melibatkan MRP. “Padahal Pasal 77 UU 21/2001 tentang Otsus Papua itu jelas mengatakan bahwa perubahan atas UU ini dengan melibatkan rakyat Papua yang diwakili oleh MRP dan DPRP,” kata Timotius dalam pertemuannya dengan pimpinan PGI. 

Timotius melihat kesungguhan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam membangun Papua. Namun, MRP sebagai bagian dari Forkopimda Papua dan lahir dari amanat UU Otsus, sama sekali belum pernah bertemu Presiden. “Kami berharap Nawacita dan blusukannya Presiden bisa berkolaborasi dengan MRP, dalam semangat pendekatan kultural,” ujarnya. 

Ia juga berharap PGI dapat menjembatani komunikasi kepada Presiden agar dapat menyampaikan harapan dan aspirasi MRP. (oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya