Kondisi ini mengakibatkan beberapa distrik di Jayapura, terutama yang berada di dataran rendah dan dekat aliran sungai sering mengalami genangan hingga banjir besar. Selain banjir, tanah longsor juga menjadi ancaman serius bagi Kota Jayapura. Hal ini terjadi disebabkan banyaknya permukiman berada di lereng-lereng curam yang rawan mengalami gerakan tanah pada musim hujan. Struktur tanah yang labil disertai dengan penebangan vegetasi dan pembangunan yang tidak mempertimbangkan kondisi geologi dapat meningkatkan risiko bencana alam.
Tidak jarang, Noper menyampaikan longsor dapat menutup akses jalan, merusak rumah penduduk, bahkan menimbulkan korban jiwa. Meskipun curah hujan menjadi indikator, namun tidak semua hujan ekstrem menyebabkan banjir.
“Keberadaan atau ketiadaan banjir sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan infrastruktur. Bencana hidrometeorologi tidak hanya disebabkan oleh curah hujan, namun faktor lingkungan juga menjadi penentu penting dalam memperparah dampak yang ditimbulkan,” ungkapnya.
Lebih jauh ia sampaikan bahwa pembukaan hutan di daerah hulu, alih fungsi lahan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan, serta pembangunan permukiman di lereng bukit atau bantaran sungai dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air.
Lereng-lereng yang seharusnya difungsikan untuk pembangunan menjadi lebih labil dan rentan longsor ketika tanah telah jenuh. Melihat kompleksitas penyebab bencana hidrometeorologi, akademisi Uncen itu menyarankan agar diperlukan langkah-langkah pencegahan yang komprehensif. Pemerintah daerah perlu memperkuat sistem peringatan dini cuaca dan potensi bencana, meningkatkan kapasitas drainase kota, serta melakukan normalisasi sungai dan saluran air di titik-titik rawan banjir.
“Rehabilitasi hutan dan reboisasi di daerah tangkapan air harus dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan daya serap tanah. Pengawasan terhadap pembangunan di zona rawan juga harus diperketat untuk mencegah berdirinya permukiman pada area berisiko tinggi,” sarannya.
Tak kala penting kata Noper, partisipasi masyarakat juga menjadi kunci penting. Edukasi mengenai kesiapsiagaan bencana, larangan membuang sampah ke sungai atau drainase dan budaya menjaga lingkungan perlu terus ditingkatkan.
Mengingat ancaman bencana hidrometeorologi yang semakin sering terjadi. Karena bencana seringkali bukan hanya akibat fenomena alam, tetapi juga hasil interaksi antara alam yang berubah dan lingkungan yang kurang siap. (jim/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos