Wednesday, April 24, 2024
27.7 C
Jayapura

Indeks Demkorasi di Papua Paling Rendah 

JAYAPURA-Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Papua Muhammad Musa’ad mengatakan Indeks demokrasi di Papua saat ini paling rendah dibandingkan daerah lain yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak adanya ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di depan umum.

  “Hasil review dengan Bappenas membuktikan bahwa, masyarakat di Papua tidak bisa menyampaikan unjuk rasa secara bebas, ini sebenarnya indikator utama rendahnya indeks demokrasi di tanah Papua”, tutur Muhammad Musa’ad saat memberikan sambutan pada kegiatan silahturahmi IKA UNHAS di Hotel Horison Kotaraja, Sabtu (12/6) lalu.

  Menurutnya, yang memiliki kapasitas untuk menyuarakan aspirasi masyarakat harusnya bisa memberikan kontribusi untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang ada di Papua. Tapi kenyataanya selama ini penilaian secara nasional indeks demokrasi di Papua sangat rendah dibandingkan daerah lain.

  “Kita punya instrumen yang dapat membantu menyampaikan aspirasi rakyat, seperti MPR, yang memiliki kapasitas sebagai representasi suara masyarakat adat, representasi dari perempuan, representasi dari Agama, untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, yang tidak ada kaitannya dengan suatu struktur atau lembaga apapun, mereka itu bebas berusara memwakili aspirasi masyarakat, jadi tidak berkontaminasi dengan partai politik”, Imbuhnya.

Baca Juga :  Pengadilan Negeri Jayapura Tolak Prapereradilan Plt Bupati Mimika

  Di elemen lain lanjut Muhammad ada juga DPRP yang diangkat sebanyak 14 kursi dan ada juga DPRK, yang diangkat, dan tidak mewakili partai, mereka memwakili masyarakat. Harapannya dengan adanya keterwakilan yang ada di MRPP, DPRP, DPR Kabupate/Kota, ini dapat menjadi sarana, untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.

  “Tetapi kenyataanya indeks demokrasi Nasional tidak memperhitungkan hal tersebut, lalu fungsi dari pada keterwakilan ini untuk apa? kalau tidak ada kontribusi untuk ukuran pembangunan tanah Papua”, tandasnya.

  Diapun mengaku provinsi Papua juga termasuk indek kemiskinan yang paling rendah di Indonesia, yang walaupun pemerintah telah berusaha untuk menurunkan indeks kemiskinan lebih dari 50 persen.

  “Di tahun 1999 indeks kemisikinan kita masih 54 persen, tapi saat ini indeks kemiskinan Provinsi Papua sudah turun hingga 26 persen, kita sudah turunkan lebih dari setengah, tapi tetap indeks kemiskinan secara nasional mengatakan Papua merupakan provinsi yang paling miskin di Indonesia”, terang Muhammad Musa’ad.

   Diapun mengungkapkan adanya persoalan ini karena sejarah pembangunan provinsi Papua paling terbelakang dari provinsi lain. Yang mana APBD Otsus, pada tahun 1999 untuk Provinsi Papua hanya sekitar Rp 900 miliar, sedangkan untuk Provinsi Timor Timur ketika itu Rp 1,2 triliun.

Baca Juga :  Gunakan Topi Pet dan Brewok Saat Bupati Ham Pagawak Ditangkap

“Kalau dilihat dari besaran ADPB ketika itu sangat tidak adil, karena kontribusi yang diberikan oleh alam Papua untuk Negara jauh lebih besar dibandingkan Provinsi lain, tapi karena semua kebijakan diatur oleh Pemerintah pusat, mau bilang apa”, imbuhnya.

   Ketua IKA Papua itu mengungkapkan pembangunan provinsi papua secarah sungguh-sunguh  menurutnya baru terjadi sejak tahun 2022. Sebab APBD untuk Provinsi Papua kala itu naik menjadi Rp 2, 2 triliun.

   “Kami harap masyarakat dapat melihat progres pembangunan yang ada saat ini, karena saat ini Indeks pembangunan Papua sudah di atas 50 persen. Dimana  sebelumnya hanya 40 persen, sekarang sudah 60,8 persen.  Angka pengangguran kita saat ini yang sebelumnya di atas 2 digit, sekarang tinggal 3, 2 persen, hal ini membutikan progres pembangunan kita di Papua saat ini semakin membaik,” ucapnya. (CR-267/tri)

JAYAPURA-Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Papua Muhammad Musa’ad mengatakan Indeks demokrasi di Papua saat ini paling rendah dibandingkan daerah lain yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak adanya ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di depan umum.

  “Hasil review dengan Bappenas membuktikan bahwa, masyarakat di Papua tidak bisa menyampaikan unjuk rasa secara bebas, ini sebenarnya indikator utama rendahnya indeks demokrasi di tanah Papua”, tutur Muhammad Musa’ad saat memberikan sambutan pada kegiatan silahturahmi IKA UNHAS di Hotel Horison Kotaraja, Sabtu (12/6) lalu.

  Menurutnya, yang memiliki kapasitas untuk menyuarakan aspirasi masyarakat harusnya bisa memberikan kontribusi untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang ada di Papua. Tapi kenyataanya selama ini penilaian secara nasional indeks demokrasi di Papua sangat rendah dibandingkan daerah lain.

  “Kita punya instrumen yang dapat membantu menyampaikan aspirasi rakyat, seperti MPR, yang memiliki kapasitas sebagai representasi suara masyarakat adat, representasi dari perempuan, representasi dari Agama, untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, yang tidak ada kaitannya dengan suatu struktur atau lembaga apapun, mereka itu bebas berusara memwakili aspirasi masyarakat, jadi tidak berkontaminasi dengan partai politik”, Imbuhnya.

Baca Juga :  Indonesia Disebut Telah Mengakui Keberadaan Negara Federal

  Di elemen lain lanjut Muhammad ada juga DPRP yang diangkat sebanyak 14 kursi dan ada juga DPRK, yang diangkat, dan tidak mewakili partai, mereka memwakili masyarakat. Harapannya dengan adanya keterwakilan yang ada di MRPP, DPRP, DPR Kabupate/Kota, ini dapat menjadi sarana, untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.

  “Tetapi kenyataanya indeks demokrasi Nasional tidak memperhitungkan hal tersebut, lalu fungsi dari pada keterwakilan ini untuk apa? kalau tidak ada kontribusi untuk ukuran pembangunan tanah Papua”, tandasnya.

  Diapun mengaku provinsi Papua juga termasuk indek kemiskinan yang paling rendah di Indonesia, yang walaupun pemerintah telah berusaha untuk menurunkan indeks kemiskinan lebih dari 50 persen.

  “Di tahun 1999 indeks kemisikinan kita masih 54 persen, tapi saat ini indeks kemiskinan Provinsi Papua sudah turun hingga 26 persen, kita sudah turunkan lebih dari setengah, tapi tetap indeks kemiskinan secara nasional mengatakan Papua merupakan provinsi yang paling miskin di Indonesia”, terang Muhammad Musa’ad.

   Diapun mengungkapkan adanya persoalan ini karena sejarah pembangunan provinsi Papua paling terbelakang dari provinsi lain. Yang mana APBD Otsus, pada tahun 1999 untuk Provinsi Papua hanya sekitar Rp 900 miliar, sedangkan untuk Provinsi Timor Timur ketika itu Rp 1,2 triliun.

Baca Juga :  PAD Over Target, Mitra Pajak dan Wajib Pajak Dapat Award

“Kalau dilihat dari besaran ADPB ketika itu sangat tidak adil, karena kontribusi yang diberikan oleh alam Papua untuk Negara jauh lebih besar dibandingkan Provinsi lain, tapi karena semua kebijakan diatur oleh Pemerintah pusat, mau bilang apa”, imbuhnya.

   Ketua IKA Papua itu mengungkapkan pembangunan provinsi papua secarah sungguh-sunguh  menurutnya baru terjadi sejak tahun 2022. Sebab APBD untuk Provinsi Papua kala itu naik menjadi Rp 2, 2 triliun.

   “Kami harap masyarakat dapat melihat progres pembangunan yang ada saat ini, karena saat ini Indeks pembangunan Papua sudah di atas 50 persen. Dimana  sebelumnya hanya 40 persen, sekarang sudah 60,8 persen.  Angka pengangguran kita saat ini yang sebelumnya di atas 2 digit, sekarang tinggal 3, 2 persen, hal ini membutikan progres pembangunan kita di Papua saat ini semakin membaik,” ucapnya. (CR-267/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya