>>Kasus Paniai Berdarah
JAYAPURA – Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Berat Paniai tahun 2014 dengan agenda keterangan saksi saksi digelar di ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (12/10) kemarin.
Dalam sidang agenda pemeriksaan saksi itu turut menghadirkan mantan Danki Yonif 753 Paniai serta dua Babinsa Anggota Koramil kala kejadian 2014 silam.
Letda Gatot Sugeng Heryanto dalam kesaksiannya menyampaikan, pada tanggal 8 Desember 2014 tidak melihat anggota Koramil Paniai melakukan penusukan atau mengarahkan senjata ke arah massa. “Kejadian di kantor Koramil sesudah apel,” kata Gatot bersaksi.
Iya juga menyebut mengambil senjata karena keadaan yang memaksa kala itu, dan melihat Pabung (Perwira penghubung) yang menggunakan baju dinas loreng tidak memegang senjata “Saat itu saya hanya melakukan tembakan peringatan ke atas bukan ke arah massa,” ucap Gatot bersaksi.
“Saat orang lain ambil senjata saya juga ikut ambil senjata, secara spontanitas ambil senjata di rumahnya Danramil. Tidak mendengar perintah jangan menembak atau jangan mengambil senjata,” tuturnya.
Gatot mengaku sebelum melakukan tembakan peringatan tidak meminta petunjuk dari terdakwa. Namun, sempat mendengar ucapan orang orang bahwa Pabung saat itu sedang menelfon Dandim. “Tapi apakah itu Pabung (terdakwa-red) menelfon atau tidak saya tidak tahu,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa jumlah massa dengan anggota saat itu tidak seimbang. Lebih banyak jumlah massa dan berusaha merusak Kantor Koramil.
Saksi lainnya Serma Sugiantoro menyampaikan Pabung (terdakwa-red) saat itu perintahkan ambil senjata ketika masa datang dengan tujuan untuk amankan senjata dan Mako.
“Saya juga mengikuti perintah Pabung (Terdakwa-red) untuk melakukan tembakan di atas, saya lihat teman taman lainnya juga mengikuti tembakan ke arah atas,” kata Serma dalam kesaksiannya.
Ia juga menyebut saat kejadian 8 Desember, tidak ada perintah dari Pabung untuk anggota mengamankan diri. Sementara Serma sendiri punya inisiatif mengamankan diri ke arah mes sembari menelfon anak isteri. Hanya saja komunikasi melalui via telfon itu tidak tersambung.“Masa saat itu bubar karena dibubarkan sama anggota yang saya tidak tahu,” kata Serma yang saat itu bertugas sebagai Babinsa di Paniai.
Serma sendiri melakukan tembakan peringatan sebanyak 7 kali dan mengarah ke atas dengan jenis peluru yang ada di magazine tidak diketahuinya. Dari BAP, Serma mengaku melihat korban digotong dan empat korban yang meninggal saat itu akibat ditembak dan benda tumpul. “Setelah peristiwa 8 Desember, kami diperintahkan tidak keluar koramil selama 1 minggu,” ucapnya.
Sementara itu, Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Yan Warinussy berpandangan bahwa keterangan saksi AKBP (purn) Daniel T.Prionggo dalam lanjutan persidangan kasus dugaan Pelanggaran HAM Berat Paniai, Kamis (6/10) sesungguhnya dapat dijadikan petunjuk.
Petunjuk mana sesuai amanat pasal 184 UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dimana sikap saksi yang kebanyakan mengatakan lupa dan tidak tahu, sesungguhnya perlu dicermati dengan memanggil dan mendengar keterangan para saksi anggota Polres Paniai pula.
Sebab terdapat indikasi dan dapat diduga adanya keterlibatan anggota Polisi yang melepaskan tembakan ke arah masa serta adanya selonsong peluru dari senjata api jenis SS-1. Dimana jenis senjata api SS-1 pada saat itu (2014) hanya dikuasa atau menjadi senjata organik dari Polri.
“Menurut saya, penyelidikan atas kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai ini dapat diselidiki kembali berdasarkan petunjuk tersebut. Diperlukan adanya perintah dari Majelis Hakim Pengadilan HAM di Makassar untuk dilakukannya penyelidikan baru sesuai keterangan saksi AKBP (purn) Daniel T.Prionggo tersebut,” kata Yan kepada Cenderawasih Pos.
LP3BH Manokwari menduga keras pelaku dugaan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) di Paniai tahun 2014 tidak hanya melibatkan Seorang tersangka Mayor Inf.(purn) Isak Sattu saja. Masih ada calon tersangka lain yang semestinya dapat didalami oleh Komnas HAM RI atas perintah Majelis Hakim Pengadilan HAM di Makassar saat ini. (fia/wen)