Menurutnya, banyak anak muda yang masih memiliki pengetahuan minim tentang HIV, bahkan termakan mitos yang keliru. Padahal, pemahaman yang salah bisa berakibat fatal karena mendorong perilaku berisiko.
“KPA telah memprogramkan penerbitan modul pembelajaran pencegahan HIV AIDS yang akan diterapkan mulai dari kelas 4 SD hingga perguruan tinggi. Modul ini direncanakan masuk dalam pembelajaran lokal maupun bimbingan konseling pada tahun 2026, dengan materi yang diberikan secara berkala setiap bulan atau minggu,” jelas Anouw.
KPA juga akan bekerja sama dengan tenaga ahli kesehatan untuk menyusun materi yang sesuai dengan usia peserta didik.
“Kita akan kemas materinya dengan bahasa sederhana dan pendekatan yang tepat, supaya mudah dipahami oleh siswa. Untuk anak SD, materinya akan fokus pada pola hidup sehat dan menjaga diri, sedangkan di SMP dan SMA pembahasannya bisa lebih detail,” kata dia.
Selain pembelajaran di kelas, program ini juga akan dipadukan dengan kegiatan ekstrakurikuler, lomba kreatif, dan kampanye di lingkungan sekolah agar pesan pencegahan HIV/AIDS tersampaikan secara menyenangkan. KPA Papua Tengah menargetkan pembahasan kurikulum Mulok ini bisa dimulai tahun ajaran baru mendatang.
Langkah ini diharapkan mampu membentuk kesadaran kolektif sejak usia sekolah, sehingga generasi muda Papua Tengah lebih siap melindungi diri dan orang lain dari risiko HIV/AIDS. “Kalau edukasi ini berjalan konsisten, kita bisa membalik tren kasus menjadi menurun. Mencegah itu jauh lebih murah dan mudah dibanding mengobati,” tukasnya.