Friday, March 29, 2024
24.7 C
Jayapura

Ibarat Anak Dalam Rumah yang Meninggal

pilot Joyce Chaisin Lin (40) WNA Amerika Serikat

Tim SAR Gabungan saat mengevakuasi jenazah pilot Joyce Chaisin Lin (40) WNA Amerika Serikat yang tewas saat pesawat yang diawakinya mengalami kecelakaan beberapa saat setelah take off dari Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (12/5) (FOTO: Robert/Cepos)

JAYAPURA-Kecelakaan pesawat Mission Aviation Fellowship (MAF) di Danau Sentani yang menewaskan seorang pilot bernama Joyce Chaisin Lin pada Selasa pagi (12/5) menambah panjang catatan duka dunia penerbangan di Papua. 

Kecelakaan seperti ini paling sering terjadi di daerah pegunungan dampak dari buruknya cuaca. Namun dimanapun lokasinya jika kejadian tersebut menewaskan seorang pilot apalagi pilot pesawat perintis maka ada banyak duka yang dirasa masyarakat Papua. 

Ini  dirasakan layaknya melepas kepergian seorang anak yang tinggal serumah. Sosok pilot apalagi missionaris, guru, dokter dan penginjil dianggap sebagai sosok yang sangat berjasa atas pembangunan peradaban di Papua. Karenanya jika ada kejadian duka yang melibatkan pekerjaan di atas maka tak sedikit orang Papua yang ikut merasakan sedih. “Bagi Orang Asli Papua di Pegunung,  di rawa dan di pedalaman Papua kecelakaan ini seperti rasanya kami melepas anak dalam keluarga yang meninggal. Sosok anak yang tinggal serumah dan bisa dibayangkan rasanya,” kata Nathan Pahabol, salah satu anggota DPR Papua yang juga pernah merasa menjadi guru di pedalaman. 

Baca Juga :  Anggaran Pemilu, Plh Gubernur Pastikan Masuk di APBD Perubahan

 Sosok pilot di Papua dianggap memiliki jasa besar. Sebab awal kehadiran penerbangan ini (MAF)  ke tanah Papua dengan membawa sebuah misi pelayanan yang mulia yakni untuk menjangkau daerah terisolir dan memberi terang pada daerah sulit. “Ini terbukti telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan pelayanan pekabaran Injil,  kesehatan,  pendidikan dan sosial bahkan pemerintahan  di daerah pedalaman. Karena itu bagi masyarakat di pedalaman selalu merasa MAF dengan misinya selalu ada di hati rakyat dalam memberi pelayanan yang terbaik,” tulis Nathan. 

Dengan kecelakaan ini ia merasa ada anggota keluarga di rumah yang hilang. Apalagi Papua dalam  pandemi Covid-19, dimana kehadiran MAF sangat berarti bagi pedalaman Papua.  “Kami berdoa Tuhan menolong dan menguatkan keluarga pilot yang meninggal dan pihak MAF. Semua ini terjadi dalam tangan Tuhan.  Pihak MAF tetap menguatkan hati untuk terus melayani dan MAF akan tetap di hati orang di pedalaman,” jelasnya. 

Baca Juga :  DPRP Prediksi ASN dari Luar Papua Masuk ke Tiga Wilayah DOB

Kutipan lain disampaikan salah satu akademisi Uncen. Marinus Yaung yang memberi ucapan terima kasih atas pelayanan yang sudah dilakukan oleh sang pilot selama ini. “Selamat jalan teman misionaris kami Mrs. Joyce Chaisin Lin, panggilanmu untuk melayani di tanah Papua sudah selesai. Terimakasih untuk pelayananmu buat kami di tanah Papua,” tulisnya. 

Joyce sendiri jika dilihat dari identitas SIM nya lahir di Ohio pada 1979 dan berdomisili di Sidomukti, Salatiga, Jawa Tengah. (ade/nat)

pilot Joyce Chaisin Lin (40) WNA Amerika Serikat

Tim SAR Gabungan saat mengevakuasi jenazah pilot Joyce Chaisin Lin (40) WNA Amerika Serikat yang tewas saat pesawat yang diawakinya mengalami kecelakaan beberapa saat setelah take off dari Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (12/5) (FOTO: Robert/Cepos)

JAYAPURA-Kecelakaan pesawat Mission Aviation Fellowship (MAF) di Danau Sentani yang menewaskan seorang pilot bernama Joyce Chaisin Lin pada Selasa pagi (12/5) menambah panjang catatan duka dunia penerbangan di Papua. 

Kecelakaan seperti ini paling sering terjadi di daerah pegunungan dampak dari buruknya cuaca. Namun dimanapun lokasinya jika kejadian tersebut menewaskan seorang pilot apalagi pilot pesawat perintis maka ada banyak duka yang dirasa masyarakat Papua. 

Ini  dirasakan layaknya melepas kepergian seorang anak yang tinggal serumah. Sosok pilot apalagi missionaris, guru, dokter dan penginjil dianggap sebagai sosok yang sangat berjasa atas pembangunan peradaban di Papua. Karenanya jika ada kejadian duka yang melibatkan pekerjaan di atas maka tak sedikit orang Papua yang ikut merasakan sedih. “Bagi Orang Asli Papua di Pegunung,  di rawa dan di pedalaman Papua kecelakaan ini seperti rasanya kami melepas anak dalam keluarga yang meninggal. Sosok anak yang tinggal serumah dan bisa dibayangkan rasanya,” kata Nathan Pahabol, salah satu anggota DPR Papua yang juga pernah merasa menjadi guru di pedalaman. 

Baca Juga :  Kontak Tembak di Puncak, Honai dan Gereja Dikabarkan Dibakar

 Sosok pilot di Papua dianggap memiliki jasa besar. Sebab awal kehadiran penerbangan ini (MAF)  ke tanah Papua dengan membawa sebuah misi pelayanan yang mulia yakni untuk menjangkau daerah terisolir dan memberi terang pada daerah sulit. “Ini terbukti telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan pelayanan pekabaran Injil,  kesehatan,  pendidikan dan sosial bahkan pemerintahan  di daerah pedalaman. Karena itu bagi masyarakat di pedalaman selalu merasa MAF dengan misinya selalu ada di hati rakyat dalam memberi pelayanan yang terbaik,” tulis Nathan. 

Dengan kecelakaan ini ia merasa ada anggota keluarga di rumah yang hilang. Apalagi Papua dalam  pandemi Covid-19, dimana kehadiran MAF sangat berarti bagi pedalaman Papua.  “Kami berdoa Tuhan menolong dan menguatkan keluarga pilot yang meninggal dan pihak MAF. Semua ini terjadi dalam tangan Tuhan.  Pihak MAF tetap menguatkan hati untuk terus melayani dan MAF akan tetap di hati orang di pedalaman,” jelasnya. 

Baca Juga :  Anggaran Pemilu, Plh Gubernur Pastikan Masuk di APBD Perubahan

Kutipan lain disampaikan salah satu akademisi Uncen. Marinus Yaung yang memberi ucapan terima kasih atas pelayanan yang sudah dilakukan oleh sang pilot selama ini. “Selamat jalan teman misionaris kami Mrs. Joyce Chaisin Lin, panggilanmu untuk melayani di tanah Papua sudah selesai. Terimakasih untuk pelayananmu buat kami di tanah Papua,” tulisnya. 

Joyce sendiri jika dilihat dari identitas SIM nya lahir di Ohio pada 1979 dan berdomisili di Sidomukti, Salatiga, Jawa Tengah. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya