Saturday, March 30, 2024
25.7 C
Jayapura

Setahun Anteng, Sebulan Ini Sudah Erupsi Tiga Kali

Di Karo, Siang Berubah Jadi Malam karena Sinabung 

Puluhan desa gelap selama tiga jam karena sinar matahari tak mampu menembus tebalnya abu. Yang tinggal di dekat sungai-sungai yang berhulu di Sinabung juga diminta waspada lahar dingin. 

ERUPSI LAGI: Gunung Sinabung meletus kemarin (10/8).

SALIDEO SEMBIRING, Karo-TAUFIQURRAHMAN, Jakarta, Jawa Pos 

BERASTAGI seperti menggigil dalam dekapan musim dingin. Orang-orang menghindari keluar rumah. Genting dan jalanan berselimut tebal. 

Sepi, gelap. Siang berubah bak malam. Sebab, matahari tak mampu menembus tebalnya ”selimut” yang disemburkan Gunung Sinabung. 

Ya, kota kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, itu memang bukan meringkuk karena salju. Melainkan, akibat hujan abu setelah Sinabung meletus lagi Senin (10/8) pukul 10.16 WIB.

”Kami sudah menyiapkan armada pemadam kebakaran dari Damkar Kabupaten Karo untuk membersihkan abu vulkanis yang menutupi jalan,” ujar Bupati Karo Terkelin Brahmana seperti dilansir Sumut Pos (Grup Cenderawasih Pos).

Selain Berastagi, dua kecamatan lain di Karo yang paling parah terdampak erupsi gunung setinggi 2.451 meter itu adalah Naman Teran dan Merdeka. Puluhan desa di tiga kecamatan tersebut mendadak gelap sekira tiga jam.

Itu letusan ketiga Sinabung dalam sebulan terakhir. Padahal, selama setahun sebelumnya, persisnya setelah erupsi 9 Juni 2019, gunung yang terletak di Dataran Tinggi Karo itu anteng. 

Kepala Pos Pemantau Gunung Sinabung Armen Putra menjelaskan, letusan Gunung Sinabung kali ini dengan tinggi kolom abu teramati ± 5.000 meter (5 Km) di atas puncak. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah timur dan tenggara.

Baca Juga :  MRP Minta Mendagri Tinjau Keputusan Panpil MRP yang Langgar Perdasi

Armen menambahkan, saat ini status Sinabung level III (siaga) dengan rekomendasi masyarakat dan pengunjung/wisatawan tidak boleh melakukan aktivitas di desa-desa yang sudah direlokasi. Dengan radius 3 Km dari puncak Sinabung, radius sektoral 5 Km untuk sektor selatan-timur, dan 4 Km untuk sektor timur-utara.

Dia juga berharap kerja sama semua pihak agar menjamin ketersediaan air. Baik untuk keperluan membersihkan debu dari atap rumah-rumah warga agar tidak sampai roboh maupun untuk menjamin kebutuhan air bersih warga.

”Kepada masyarakat yang bermukim di dekat sungai-sungai berhulu Gunung Sinabung juga kami minta tetap waspada terhadap bahaya lahar dingin,” katanya. 

Tak seperti Naman Teran, Berastagi, dan Merdeka, wilayah ibu kota Kabupaten Karo, Kabanjahe, terpantau aman dari paparan abu vulkanis. Aktivitas perkantoran serta perdagangan tetap berjalan normal. Walau erupsinya juga teramati dari Kabanjahe. 

”Semoga saja abu vulkanis tidak sampai melanda wilayah Kabanjahe. Supaya kami tidak repot menyirami abu vulkanis yang melanda saat ini,” ungkap Zul dan Dinan, salah seorang warga Kabanjahe.

Di Berastagi, puluhan mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk membersihkan abu. Warga bersama polisi dan tentara juga bahu-membahu untuk bersih-bersih. 

”Kami juga sudah berkoordinasi dengan PMI (Palang Merah Indonesia) untuk membantu penyiraman,” kata Terkelin.

Baca Juga :  Postingan KKB Soal Senjata dan Amunisi Didalami Polisi

Kapolres Tanah Karo, AKBP. Yustinus Setyo Indriyono juga mengimbau warga tidak memasuki zona merah, terutama di kawasan wisata Danau Lau Kawar. ”Masyarakat yang sudah direlokasi agar tetap tinggal di sana dan tetap pakai masker supaya tidak terhirup abu vulkanis karena berbahaya bagi kesehatan tubuh. Terlebih, saat ini pandemi Covid-19 sedang melanda,” ujarnya.

Setelah tak meletus sejak tahun 1600, Sinabung tiba-tiba aktif lagi mulai 2010. Setelah itu, gunung tersebut rajin meletus meski dengan skala tak selalu besar. Erupsi besar terakhir terjadi pada 19 Februai 2018. 

Kasubbid Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Nia Haerani mengatakan, letusan kali ini memang realtif lebih besar daripada letusan pada Sabtu pekan lalu (8/8). Namun, sudah karakter letusan Sinabung berbentuk eksplosif dan disertai potensi awan panas. ”Memang besar, tapi tidak melebihi letusan besar pada Februari 2018,” kata Nia.

Plt Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Karo Nathanail Peranginangin menyebutkan, tim reaksi cepat BPBD setempat sedang mendirikan pos komando (posko) dan dapur umum untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan para penyintas. Selain pengaktifan posko dan dapur umum, BPBD mengerahkan 6 unit mobil tangki air dan 1 unit water cannon. 

Pembersihan abu terus dilakukan agar semua daerah terdampak bersih lagi. Dan, tak tampak seperti kota yang dibekap musim dingin. (*/c10/ttg/JPG)

Di Karo, Siang Berubah Jadi Malam karena Sinabung 

Puluhan desa gelap selama tiga jam karena sinar matahari tak mampu menembus tebalnya abu. Yang tinggal di dekat sungai-sungai yang berhulu di Sinabung juga diminta waspada lahar dingin. 

ERUPSI LAGI: Gunung Sinabung meletus kemarin (10/8).

SALIDEO SEMBIRING, Karo-TAUFIQURRAHMAN, Jakarta, Jawa Pos 

BERASTAGI seperti menggigil dalam dekapan musim dingin. Orang-orang menghindari keluar rumah. Genting dan jalanan berselimut tebal. 

Sepi, gelap. Siang berubah bak malam. Sebab, matahari tak mampu menembus tebalnya ”selimut” yang disemburkan Gunung Sinabung. 

Ya, kota kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, itu memang bukan meringkuk karena salju. Melainkan, akibat hujan abu setelah Sinabung meletus lagi Senin (10/8) pukul 10.16 WIB.

”Kami sudah menyiapkan armada pemadam kebakaran dari Damkar Kabupaten Karo untuk membersihkan abu vulkanis yang menutupi jalan,” ujar Bupati Karo Terkelin Brahmana seperti dilansir Sumut Pos (Grup Cenderawasih Pos).

Selain Berastagi, dua kecamatan lain di Karo yang paling parah terdampak erupsi gunung setinggi 2.451 meter itu adalah Naman Teran dan Merdeka. Puluhan desa di tiga kecamatan tersebut mendadak gelap sekira tiga jam.

Itu letusan ketiga Sinabung dalam sebulan terakhir. Padahal, selama setahun sebelumnya, persisnya setelah erupsi 9 Juni 2019, gunung yang terletak di Dataran Tinggi Karo itu anteng. 

Kepala Pos Pemantau Gunung Sinabung Armen Putra menjelaskan, letusan Gunung Sinabung kali ini dengan tinggi kolom abu teramati ± 5.000 meter (5 Km) di atas puncak. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah timur dan tenggara.

Baca Juga :  Jika 3 Hari Tidak Ada Jawaban, Kami akan Berhenti Memberikan Pelayanan

Armen menambahkan, saat ini status Sinabung level III (siaga) dengan rekomendasi masyarakat dan pengunjung/wisatawan tidak boleh melakukan aktivitas di desa-desa yang sudah direlokasi. Dengan radius 3 Km dari puncak Sinabung, radius sektoral 5 Km untuk sektor selatan-timur, dan 4 Km untuk sektor timur-utara.

Dia juga berharap kerja sama semua pihak agar menjamin ketersediaan air. Baik untuk keperluan membersihkan debu dari atap rumah-rumah warga agar tidak sampai roboh maupun untuk menjamin kebutuhan air bersih warga.

”Kepada masyarakat yang bermukim di dekat sungai-sungai berhulu Gunung Sinabung juga kami minta tetap waspada terhadap bahaya lahar dingin,” katanya. 

Tak seperti Naman Teran, Berastagi, dan Merdeka, wilayah ibu kota Kabupaten Karo, Kabanjahe, terpantau aman dari paparan abu vulkanis. Aktivitas perkantoran serta perdagangan tetap berjalan normal. Walau erupsinya juga teramati dari Kabanjahe. 

”Semoga saja abu vulkanis tidak sampai melanda wilayah Kabanjahe. Supaya kami tidak repot menyirami abu vulkanis yang melanda saat ini,” ungkap Zul dan Dinan, salah seorang warga Kabanjahe.

Di Berastagi, puluhan mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk membersihkan abu. Warga bersama polisi dan tentara juga bahu-membahu untuk bersih-bersih. 

”Kami juga sudah berkoordinasi dengan PMI (Palang Merah Indonesia) untuk membantu penyiraman,” kata Terkelin.

Baca Juga :  MRP Minta Mendagri Tinjau Keputusan Panpil MRP yang Langgar Perdasi

Kapolres Tanah Karo, AKBP. Yustinus Setyo Indriyono juga mengimbau warga tidak memasuki zona merah, terutama di kawasan wisata Danau Lau Kawar. ”Masyarakat yang sudah direlokasi agar tetap tinggal di sana dan tetap pakai masker supaya tidak terhirup abu vulkanis karena berbahaya bagi kesehatan tubuh. Terlebih, saat ini pandemi Covid-19 sedang melanda,” ujarnya.

Setelah tak meletus sejak tahun 1600, Sinabung tiba-tiba aktif lagi mulai 2010. Setelah itu, gunung tersebut rajin meletus meski dengan skala tak selalu besar. Erupsi besar terakhir terjadi pada 19 Februai 2018. 

Kasubbid Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Nia Haerani mengatakan, letusan kali ini memang realtif lebih besar daripada letusan pada Sabtu pekan lalu (8/8). Namun, sudah karakter letusan Sinabung berbentuk eksplosif dan disertai potensi awan panas. ”Memang besar, tapi tidak melebihi letusan besar pada Februari 2018,” kata Nia.

Plt Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Karo Nathanail Peranginangin menyebutkan, tim reaksi cepat BPBD setempat sedang mendirikan pos komando (posko) dan dapur umum untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan para penyintas. Selain pengaktifan posko dan dapur umum, BPBD mengerahkan 6 unit mobil tangki air dan 1 unit water cannon. 

Pembersihan abu terus dilakukan agar semua daerah terdampak bersih lagi. Dan, tak tampak seperti kota yang dibekap musim dingin. (*/c10/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya