Friday, November 22, 2024
24.7 C
Jayapura

Jangan Tembak Sipil!

Pesan HAM Untuk Kelompok Bersenjata dan TNI-Polri

JAYAPURA-Tanggal 10 Desember, merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Dimana 73 tahun hari HAM, Komnas HAM Papua mengingatkan negara untuk tidak melupakan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua seperti kasus Paniai Berdarah, Wasior Berdarah, Wamena yang kasusnya belum juga dituntaskan penyelesaiannya oleh negara.

Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan, Wasior dan Wamena merupakan kasus pelanggaran HAM yang dari tahun ke tahun selalu diingatkan agar negara menyelesaikan kasus ini. Terlepas dari kasus Abepura yang sudah selesai meski kemudian pelakunya tidak terbukti.

Lanjut Frits, namun kasus Paniai Berdarah mudah untuk negara menyelesaikannya. Pasalnya, dari segi waktunya belum terlalu lama, dari segi alat bukti ada, korban ada dan yang diduga sebagai pelaku juga masih ada.

“Kita percaya tim Jaksa Agung  merupakan jaksa terpilih yang dibentuk oleh Kejagung untuk menangani kasus ini. Kerja mereka mempertaruhkan institusi Kejaksaan dan mereka merupakan orang-orang terpilih yang masuk dalam tim penyelidik kasus HAM berat. Kami yakin mereka bisa menyelesaikan ini,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Kamis (9/12).

Jika kasus pelanggaran HAM Paniai bisa dituntaskan, itu akan memulihkan kepercayaan  masyarakat Papua dan masyarakat Indonesia dan memenuhi mekanisme internasional. Pemerintah  Indonesia akan mendapat penghargaan lebih besar di mekanisme HAM.

Selain kasus HAM berat yang terjadi di Papua, Komnas HAM dalam beberapa tahun terakhir  memiliki konsen untuk mengurus para pengungsi. Sebagaimana, pengungsi saat ini tersebar di beberapa Kabupaten di Papua termasuk di Maybrat Provinsi Papua Barat.

Baca Juga :  Potensi Suburnya Jual Beli Senpi dan Amunisi Masih Terjadi

“Hari ini kami mengurus pengungsi yang ada di Maybrat. Sementara di daerah lainnya di Papua juga terjadi pengungsin seperti di Intan Jaya, Yahukimo, Nduga dan Pegunungan Bintang warganya juga sedang mengungsi di tanahnya sendiri,” tutur Frits yang saat ini sedang memperingati hari HAM bersama pengungsi yang ada di Maybrat, Provinsi Papua Barat.

Dikatakan Frits, dalam penanganan pengungsi hingga saat ini belum mendapatkan role model tentang bagaimana menangani pengungsi. Di sisi lain, ada eskalasi kekerasan yang terus  terjadi secara spontanitas di berbagai daerah yang menelan warga sipil maupun aparat TNI-Polri secara sporadis.

Peringatan Hari HAM yang dilakukan Komnas HAM Papua bersama korban pengungsi di Maybrat sebagai momentum peringatan 73 tahun hari HAM Sedunia. Tetapi juga sebagai momentum memberi pesan kepada negara untuk penanganan korban konflik harus ditangani secara bersamaan. Sehingga perlu membentuk sebuah lembaga penanganan konflik sosial.

“Dengan konteks pengungsi yang terlalu banyak mengingatkan kelompok sipil bersenjata tapi juga TNI-Polri untuk tidak secara berlebihan melakukan tindakan  kekerasan yang mengakibatkan banyak korban pengungsi di berbagai daerah,” tegasnya.

Kepada para pengungsi, Komnas HAM meminta sebagai penyintas harus bisa berjuang untuk kemudian bertahan dengan keyakinan dan kepercayaan diri jika tidka bersalah.

“Peringatan  Hari HAM ke 73 memberi pesan kepada kelompok yang bertikai, baik TPN-OPM, Kelompok Sipil Bersenjata maupun TNI-Polri untuk tidak saling menyerang yang berkepanjangan dan mengakibatkan jatuhnya korban di kalangan sipil,” tutur Frits.

Baca Juga :  11 Unit Bangunan Terbakar di Nabire

Frits juga memberi pesan HAM  kepada kelompok sipil bersenjata untuk tidak melakukan tindakan tindakan sporadis yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Pesan lainnya adalah, aparat dalam operasi penegakan hukum jangan sampai operasinya bias yang mengakibatkan  korban masyarakat sipil yang tidak bersalah.“Kontak tembak tak boleh korbankan sipil,” tegasnya.

Secara terpisah, Direktur Elsham Papua, Pdt. Matheus Adadikam mengingatkan semua pihak  untuk meletakkan penghormatan terhadap kemanusiaan dan HAM diletakkan pada porsi yang sebenarnya. “Penghormatan terhadap kemanusiaan itu harus menembus batas,” tegasnya.

Dimomentum peringatan Hari HAM se-Dunia, Pdt Adadikam berharap negara harus segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua mulai dari kasus Wasior, Wamena dan Paniai Berdarah.

“Khusus Paniai Berdarah dalam perjuangan yang panjang sudah ada tanda-tanda dari pemerintah melalui SK yang sudah dikeluarkan ada proses pengadilannya. Sementara baru 1 kasus itu yang mau diangkat, padahal masih ada pelanggaran HAM yang sebelumnya belum disentuh,” tutur Pdt Adadikam kepada Cenderawasih Pos.

Lanjutnya, dalam penanganan kasus HAM, harus meletakkan kemanusiaan di atas semuanya dan hukum diletakkan paling atas, supaya proses berjalan dengan normal. Di lain sisi, negara diminta terbuka sehingga siapapun pelakunya harus diadili hingga pengadilan.

“Jika ini tidak dilakukan, disitulah rakyat tidak percaya kepada pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia khsusunya di Papua,” tutupnya. (fia/nat)

Pesan HAM Untuk Kelompok Bersenjata dan TNI-Polri

JAYAPURA-Tanggal 10 Desember, merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Dimana 73 tahun hari HAM, Komnas HAM Papua mengingatkan negara untuk tidak melupakan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua seperti kasus Paniai Berdarah, Wasior Berdarah, Wamena yang kasusnya belum juga dituntaskan penyelesaiannya oleh negara.

Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan, Wasior dan Wamena merupakan kasus pelanggaran HAM yang dari tahun ke tahun selalu diingatkan agar negara menyelesaikan kasus ini. Terlepas dari kasus Abepura yang sudah selesai meski kemudian pelakunya tidak terbukti.

Lanjut Frits, namun kasus Paniai Berdarah mudah untuk negara menyelesaikannya. Pasalnya, dari segi waktunya belum terlalu lama, dari segi alat bukti ada, korban ada dan yang diduga sebagai pelaku juga masih ada.

“Kita percaya tim Jaksa Agung  merupakan jaksa terpilih yang dibentuk oleh Kejagung untuk menangani kasus ini. Kerja mereka mempertaruhkan institusi Kejaksaan dan mereka merupakan orang-orang terpilih yang masuk dalam tim penyelidik kasus HAM berat. Kami yakin mereka bisa menyelesaikan ini,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Kamis (9/12).

Jika kasus pelanggaran HAM Paniai bisa dituntaskan, itu akan memulihkan kepercayaan  masyarakat Papua dan masyarakat Indonesia dan memenuhi mekanisme internasional. Pemerintah  Indonesia akan mendapat penghargaan lebih besar di mekanisme HAM.

Selain kasus HAM berat yang terjadi di Papua, Komnas HAM dalam beberapa tahun terakhir  memiliki konsen untuk mengurus para pengungsi. Sebagaimana, pengungsi saat ini tersebar di beberapa Kabupaten di Papua termasuk di Maybrat Provinsi Papua Barat.

Baca Juga :  Pj Gubernur Buka Festival Negeri 1000 Ombak Sarmi

“Hari ini kami mengurus pengungsi yang ada di Maybrat. Sementara di daerah lainnya di Papua juga terjadi pengungsin seperti di Intan Jaya, Yahukimo, Nduga dan Pegunungan Bintang warganya juga sedang mengungsi di tanahnya sendiri,” tutur Frits yang saat ini sedang memperingati hari HAM bersama pengungsi yang ada di Maybrat, Provinsi Papua Barat.

Dikatakan Frits, dalam penanganan pengungsi hingga saat ini belum mendapatkan role model tentang bagaimana menangani pengungsi. Di sisi lain, ada eskalasi kekerasan yang terus  terjadi secara spontanitas di berbagai daerah yang menelan warga sipil maupun aparat TNI-Polri secara sporadis.

Peringatan Hari HAM yang dilakukan Komnas HAM Papua bersama korban pengungsi di Maybrat sebagai momentum peringatan 73 tahun hari HAM Sedunia. Tetapi juga sebagai momentum memberi pesan kepada negara untuk penanganan korban konflik harus ditangani secara bersamaan. Sehingga perlu membentuk sebuah lembaga penanganan konflik sosial.

“Dengan konteks pengungsi yang terlalu banyak mengingatkan kelompok sipil bersenjata tapi juga TNI-Polri untuk tidak secara berlebihan melakukan tindakan  kekerasan yang mengakibatkan banyak korban pengungsi di berbagai daerah,” tegasnya.

Kepada para pengungsi, Komnas HAM meminta sebagai penyintas harus bisa berjuang untuk kemudian bertahan dengan keyakinan dan kepercayaan diri jika tidka bersalah.

“Peringatan  Hari HAM ke 73 memberi pesan kepada kelompok yang bertikai, baik TPN-OPM, Kelompok Sipil Bersenjata maupun TNI-Polri untuk tidak saling menyerang yang berkepanjangan dan mengakibatkan jatuhnya korban di kalangan sipil,” tutur Frits.

Baca Juga :  Demi Kemajuan Bangsa, Pers Harus Perjuangkan Demokrasi

Frits juga memberi pesan HAM  kepada kelompok sipil bersenjata untuk tidak melakukan tindakan tindakan sporadis yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Pesan lainnya adalah, aparat dalam operasi penegakan hukum jangan sampai operasinya bias yang mengakibatkan  korban masyarakat sipil yang tidak bersalah.“Kontak tembak tak boleh korbankan sipil,” tegasnya.

Secara terpisah, Direktur Elsham Papua, Pdt. Matheus Adadikam mengingatkan semua pihak  untuk meletakkan penghormatan terhadap kemanusiaan dan HAM diletakkan pada porsi yang sebenarnya. “Penghormatan terhadap kemanusiaan itu harus menembus batas,” tegasnya.

Dimomentum peringatan Hari HAM se-Dunia, Pdt Adadikam berharap negara harus segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua mulai dari kasus Wasior, Wamena dan Paniai Berdarah.

“Khusus Paniai Berdarah dalam perjuangan yang panjang sudah ada tanda-tanda dari pemerintah melalui SK yang sudah dikeluarkan ada proses pengadilannya. Sementara baru 1 kasus itu yang mau diangkat, padahal masih ada pelanggaran HAM yang sebelumnya belum disentuh,” tutur Pdt Adadikam kepada Cenderawasih Pos.

Lanjutnya, dalam penanganan kasus HAM, harus meletakkan kemanusiaan di atas semuanya dan hukum diletakkan paling atas, supaya proses berjalan dengan normal. Di lain sisi, negara diminta terbuka sehingga siapapun pelakunya harus diadili hingga pengadilan.

“Jika ini tidak dilakukan, disitulah rakyat tidak percaya kepada pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia khsusunya di Papua,” tutupnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya