Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Ada Upaya Merongrong Wibawa MRP

KETERANGAN PERS: Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib (pegang mic) bersama anggota MRP lainnya ketika memberikan keterangan pers di Hotel Horison Jayapura, Selasa )1/9) terkait kondisi Papua dan selebaran maklumat MRP nomor 6ndi  media sosial yang ditegaskan bahwa itu palsu. ( FOTO : Gamel/Cepos )

Soal Maklumat Palsu, MRP Akan Tempuh Jalur Hukum

JAYAPURA – Majelis Rakyat Papua (MRP)  mengambil langkah cepat merespon beredarnya selebaran melalui media sosial yang isinya meminta mahasiswa yang belum kembali agar tetap melanjutkan studinya di masing-masing kota studi dan yang sudah kembali ke Papua untuk segera kembali ke kota studi. 

Ini secara tegas dinyatakan bukan dikeluarkan oleh MRP melainkan ada pihak yang menipu menggunakan nama lembaga MRP. Hal tersebut kata Ketua MRP, Timotius Murib merupakan bentuk rongrongan untuk menjatuhkan lembaga MRP.

Terkait ini MRP menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk memproses pelaku yang membuat maklumat palsu tersebut. “Kami melihat ada pihak yang mencoba merongrong wibawa lembaga ini dan memecah belah orang asli Papua, sehingga kami akan menempuh jalur hukum,” kata Timotius Murib membacakan pernyataan sikap dari siaran pers yang dihadiri hampir seluruh anggta MRP di Hotel Horison, Jayapura, Selasa (10/9). 

Dikatakan, MRP telah mengeluarkan maklumat nomor 5/MRP/2019 sebagai satu upaya MRP dalam rangka menyikapi  dan menyelesaikan masalah rasisme, persekusi dan pelanggaran HAM yang dialami mahasiswa/i yang sedang kuliah di luar Papua. MRP menyatakan tak ada tempat untuk kekerasan di tanah Papua. 

Selain itu MRP juga  merekomendasikan pihak berwenang untuk terlibat dalam dialog bersama rakyat Papua dan Papua Barat mengenai aspirasi. Keprihatinan serta memulihkan layanan internet dan menahan diri dari hal-hal yang berlebihan dan berdampak pada pelanggaran HAM. “MRP menilai bahwa penutupan akses internet ini bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan membatasi komunikasi yang  justru memperburuk situasi di Papua serta para pembela HAM, mahasiswa/i dan jurnalis harus dilindungi,” tegas Timotius. 

 MRP juga melihat bahwa kasus rasisme dan pelanggaran HAM yang dialami 43 mahasiswa/i di Surabaya dan berbagai kekerasan adalah bagian dari trend yang telah diamati dalam 5 tahun terakhir dan ini menjadi keprihatinan bersama. 

Timotius Murib mengatakan, pihaknya sudah mengetahui kedatangan mahasiswa-mahasiswi Papua yang berjumlah 700 orang yang berasal dari berbagai Kota studi di luar Provinsi Papua yang kini sudah ada di Papua.

Baca Juga :  Pasca Operasi, Kondisi Korban Penembakan Membaik

“Sebagai orang tua, MRP berprinsip akan memfasilitasi kedatangan mereka. MRP juga telah membicarakan dengan pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Papua  dan DPRP terkait dengan mahasiswa ini. Dimana akan menambah fasilitas di kampus-kampus,” ucapnya. 

MRP sendiri sudah mendengar penyampaian dari rektor yang menolak dan tidak serta merta menerima mahasiswa dan mahasiswi yang pulang ke tanah Papua. “Karena yang pulang ini anak-anak kami, maka MRP akan berjuang untuk nasib mereka selama mereka pulang ke tanah papua,” tegas Ketua MRP.

Terkait dengan sudah adanya jaminan keamanan yang diberikan oleh Panglima TNI dan Kapolri kepada mahasiswa yang studi di luar Papua, MRP mengapresiasi itu. Sebagaimana kata Timotius langkah-langkah yang dilakukan oleh  Panglima TNI dan Kapolri baru-baru ini telah mengeluarkan suatu deklarasi untuk perdamaian di tanah Papua.

“Setelah adanya deklarasi tersebut, jangan ada lagi permusuhan. Bahkan tradisi bakar batu yang sudah dilakukan  maka semua pihak harus menjaga keamanan. Tidak boleh ada pemusuhan dan gesekan yang diasut oleh pihak manapun,” tegasnya.

Dirinya meminta semua pihak untuk berkomitmen menjaga kedamaian di tanah Papua. Terkait adanya seruan dari Kapolri dan Panglima TNI untuk kembalikan mahasiswa-mahasiswi ke tempat studi mereka semula. Timotius mengaku belum ada pembicaraan itu dengan MRP. 

Sebelumnya Rektor Universitas Cenderawasih Apolo Safanpo mengatakan berkaitan dengan isu pemulangan mahasiswa papua yang kuliah di luar Papua perlu pertimbangan kembali. Karena apabila alasan memulangkan mahasiswa yang ada di luar papua akibat faktor kemanan, sebaiknya dikoordinasikan dengan Polda Papua. Sehingga Kapolda bisa berkoordinasi dengan Polda-polda tempat di mana mahasiswa Papua  kuliah untuk meminta jaminan keamanan.

“Apabila mereka terpaksa pulang ke Papua, harus memastikan di mana mereka akan melanjutkan kuliahnya. Karena apabila satu semester mereka tidak kuliah di kampus awalnya, maka kampus  di mana mereka didik akan memberikan peringatan,” tutur Rektor.

Artinya, kalau mahasiswa yang pulang ini tidak kuliah dengan baik tempat kuliah awalnya belum tentu juga mereka bisa diterima di Universitas yang ada di Papua, karena daya tampung perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Papua sangat terbatas. 

Baca Juga :  Dianggap Lakukan Pembiaran, Peradi Bakal Gugat PT. Telkom

Persoalan kembalinya ratusan mahasiswa Papua dari kota studi di luar Papua dianggap bisa menjadi masalah baru bila tak segera dituntaskan. Apalagi hingga kini belum ada kampus yang siap mengakomodir mahasiswa dari berbagai jurusan ini. Namun ada opsi lain adalah mengembalikan para mahasiswa ini ke kota studi masing-masing seiring jaminan keamanan yang sudah diberikan oleh kepala daerah maupun aparat keamanan. 

“Segera lakukan langkah pendekatan termasuk mencari solusi sebab saat ini sudah kuliah aktif dan bila terus diabaikan maka ada waktu kuliah yang terbuang. Saya ada pantau ke beberapa penghuni asrama dan rumah mahasiswa ini dan harus diinfentarisir. Harus didekati baik-baik bukan pendekatan militer tapi lebih humanis,” kata  salah satu anggota Komisi V DPR Papua, Nioluen Kutouki di ruang kerjanya, Selasa (10/9). 

 Ia menyarankan gubernur untuk segera memanggil bupati kabupaten kota se tanah Papua untuk merespon dinamika yang terjadi sebab jika sebulan tidak rampung maka  bisa jadi dianggap cuti akademik dan semua rugi. 

“Saya hitung sudah dua minggu tidak kuliah sehingga harus segera diselesaikan. Termasuk Dinas Pendidikan serta Biro Otsus bagaimana caranya ikut memikirkan. Jangan masalah melebar dan semakin sulit baru semua sibuk,” cecarnya. 

Tak hanya itu, Nioluen juga menyinggung agar pimpinan DPR Papua harus segera buka rapat Bamus. Ini agar persoalan yang terjadi bisa disikapi dengan melakukan pendekatan secara lembaga dan tidak vakum. “Kalau lambat apalagi vakum itu kita berdosa. Pimpinan segera buka rapat Bamus agar ada sikap politik bisa disampaikan. Kalau bisa ditangani saat masalah masih kecil ya itu ditangani bukan sudah besar baru semua sibuk,” imbuhnya.  

Ia juga melihat bahwa dengan kedatangan mahasiswa yang jumlahnya tak sedikit ini berpeluang akan dibangun posko peduli. “Saya pikir itu akan dilakukan, posko akan dibuka dimana-mana sehingga pemerintah perlu cepat menangani kondisi sosial seperti ini,” pungkasnya. (ade/fia/nat)

KETERANGAN PERS: Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib (pegang mic) bersama anggota MRP lainnya ketika memberikan keterangan pers di Hotel Horison Jayapura, Selasa )1/9) terkait kondisi Papua dan selebaran maklumat MRP nomor 6ndi  media sosial yang ditegaskan bahwa itu palsu. ( FOTO : Gamel/Cepos )

Soal Maklumat Palsu, MRP Akan Tempuh Jalur Hukum

JAYAPURA – Majelis Rakyat Papua (MRP)  mengambil langkah cepat merespon beredarnya selebaran melalui media sosial yang isinya meminta mahasiswa yang belum kembali agar tetap melanjutkan studinya di masing-masing kota studi dan yang sudah kembali ke Papua untuk segera kembali ke kota studi. 

Ini secara tegas dinyatakan bukan dikeluarkan oleh MRP melainkan ada pihak yang menipu menggunakan nama lembaga MRP. Hal tersebut kata Ketua MRP, Timotius Murib merupakan bentuk rongrongan untuk menjatuhkan lembaga MRP.

Terkait ini MRP menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk memproses pelaku yang membuat maklumat palsu tersebut. “Kami melihat ada pihak yang mencoba merongrong wibawa lembaga ini dan memecah belah orang asli Papua, sehingga kami akan menempuh jalur hukum,” kata Timotius Murib membacakan pernyataan sikap dari siaran pers yang dihadiri hampir seluruh anggta MRP di Hotel Horison, Jayapura, Selasa (10/9). 

Dikatakan, MRP telah mengeluarkan maklumat nomor 5/MRP/2019 sebagai satu upaya MRP dalam rangka menyikapi  dan menyelesaikan masalah rasisme, persekusi dan pelanggaran HAM yang dialami mahasiswa/i yang sedang kuliah di luar Papua. MRP menyatakan tak ada tempat untuk kekerasan di tanah Papua. 

Selain itu MRP juga  merekomendasikan pihak berwenang untuk terlibat dalam dialog bersama rakyat Papua dan Papua Barat mengenai aspirasi. Keprihatinan serta memulihkan layanan internet dan menahan diri dari hal-hal yang berlebihan dan berdampak pada pelanggaran HAM. “MRP menilai bahwa penutupan akses internet ini bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan membatasi komunikasi yang  justru memperburuk situasi di Papua serta para pembela HAM, mahasiswa/i dan jurnalis harus dilindungi,” tegas Timotius. 

 MRP juga melihat bahwa kasus rasisme dan pelanggaran HAM yang dialami 43 mahasiswa/i di Surabaya dan berbagai kekerasan adalah bagian dari trend yang telah diamati dalam 5 tahun terakhir dan ini menjadi keprihatinan bersama. 

Timotius Murib mengatakan, pihaknya sudah mengetahui kedatangan mahasiswa-mahasiswi Papua yang berjumlah 700 orang yang berasal dari berbagai Kota studi di luar Provinsi Papua yang kini sudah ada di Papua.

Baca Juga :  Sikapi Kasus Gagal Ginjal Akut, Dinkes Akan Turunkan Tim ke Lapangan

“Sebagai orang tua, MRP berprinsip akan memfasilitasi kedatangan mereka. MRP juga telah membicarakan dengan pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Papua  dan DPRP terkait dengan mahasiswa ini. Dimana akan menambah fasilitas di kampus-kampus,” ucapnya. 

MRP sendiri sudah mendengar penyampaian dari rektor yang menolak dan tidak serta merta menerima mahasiswa dan mahasiswi yang pulang ke tanah Papua. “Karena yang pulang ini anak-anak kami, maka MRP akan berjuang untuk nasib mereka selama mereka pulang ke tanah papua,” tegas Ketua MRP.

Terkait dengan sudah adanya jaminan keamanan yang diberikan oleh Panglima TNI dan Kapolri kepada mahasiswa yang studi di luar Papua, MRP mengapresiasi itu. Sebagaimana kata Timotius langkah-langkah yang dilakukan oleh  Panglima TNI dan Kapolri baru-baru ini telah mengeluarkan suatu deklarasi untuk perdamaian di tanah Papua.

“Setelah adanya deklarasi tersebut, jangan ada lagi permusuhan. Bahkan tradisi bakar batu yang sudah dilakukan  maka semua pihak harus menjaga keamanan. Tidak boleh ada pemusuhan dan gesekan yang diasut oleh pihak manapun,” tegasnya.

Dirinya meminta semua pihak untuk berkomitmen menjaga kedamaian di tanah Papua. Terkait adanya seruan dari Kapolri dan Panglima TNI untuk kembalikan mahasiswa-mahasiswi ke tempat studi mereka semula. Timotius mengaku belum ada pembicaraan itu dengan MRP. 

Sebelumnya Rektor Universitas Cenderawasih Apolo Safanpo mengatakan berkaitan dengan isu pemulangan mahasiswa papua yang kuliah di luar Papua perlu pertimbangan kembali. Karena apabila alasan memulangkan mahasiswa yang ada di luar papua akibat faktor kemanan, sebaiknya dikoordinasikan dengan Polda Papua. Sehingga Kapolda bisa berkoordinasi dengan Polda-polda tempat di mana mahasiswa Papua  kuliah untuk meminta jaminan keamanan.

“Apabila mereka terpaksa pulang ke Papua, harus memastikan di mana mereka akan melanjutkan kuliahnya. Karena apabila satu semester mereka tidak kuliah di kampus awalnya, maka kampus  di mana mereka didik akan memberikan peringatan,” tutur Rektor.

Artinya, kalau mahasiswa yang pulang ini tidak kuliah dengan baik tempat kuliah awalnya belum tentu juga mereka bisa diterima di Universitas yang ada di Papua, karena daya tampung perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Papua sangat terbatas. 

Baca Juga :  PNG Masih Tutup Pintu Perbatasan di Skouw

Persoalan kembalinya ratusan mahasiswa Papua dari kota studi di luar Papua dianggap bisa menjadi masalah baru bila tak segera dituntaskan. Apalagi hingga kini belum ada kampus yang siap mengakomodir mahasiswa dari berbagai jurusan ini. Namun ada opsi lain adalah mengembalikan para mahasiswa ini ke kota studi masing-masing seiring jaminan keamanan yang sudah diberikan oleh kepala daerah maupun aparat keamanan. 

“Segera lakukan langkah pendekatan termasuk mencari solusi sebab saat ini sudah kuliah aktif dan bila terus diabaikan maka ada waktu kuliah yang terbuang. Saya ada pantau ke beberapa penghuni asrama dan rumah mahasiswa ini dan harus diinfentarisir. Harus didekati baik-baik bukan pendekatan militer tapi lebih humanis,” kata  salah satu anggota Komisi V DPR Papua, Nioluen Kutouki di ruang kerjanya, Selasa (10/9). 

 Ia menyarankan gubernur untuk segera memanggil bupati kabupaten kota se tanah Papua untuk merespon dinamika yang terjadi sebab jika sebulan tidak rampung maka  bisa jadi dianggap cuti akademik dan semua rugi. 

“Saya hitung sudah dua minggu tidak kuliah sehingga harus segera diselesaikan. Termasuk Dinas Pendidikan serta Biro Otsus bagaimana caranya ikut memikirkan. Jangan masalah melebar dan semakin sulit baru semua sibuk,” cecarnya. 

Tak hanya itu, Nioluen juga menyinggung agar pimpinan DPR Papua harus segera buka rapat Bamus. Ini agar persoalan yang terjadi bisa disikapi dengan melakukan pendekatan secara lembaga dan tidak vakum. “Kalau lambat apalagi vakum itu kita berdosa. Pimpinan segera buka rapat Bamus agar ada sikap politik bisa disampaikan. Kalau bisa ditangani saat masalah masih kecil ya itu ditangani bukan sudah besar baru semua sibuk,” imbuhnya.  

Ia juga melihat bahwa dengan kedatangan mahasiswa yang jumlahnya tak sedikit ini berpeluang akan dibangun posko peduli. “Saya pikir itu akan dilakukan, posko akan dibuka dimana-mana sehingga pemerintah perlu cepat menangani kondisi sosial seperti ini,” pungkasnya. (ade/fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya