Thursday, March 28, 2024
31.7 C
Jayapura

Jefri Wenda Diamankan Beserta Pentolan KNPB

JAYAPURA-Polresta Jayapura Kota mengambil tindakan tegas terhadap  aktor di balik aksi demo yang diprakarsai oleh Petisi Rakyat Papua (PRP). Juru Bicara PRP, Jefri Wenda diamankan di salah satu rumah di Perumnas IV, Waena, Distrik Heram, Selasa (10/5).

Ia diamankan beserta enam orang lainnya dan langsung digelandang masuk ke Mako Polresta Jayapura Kota. Enam orang  lainnya diamankan di dua lokasi berbeda dan satu di antaranya adalah wanita.

Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas didamping Wakapolresta, AKBP Supraptono dan Kasat Reskrim, AKP Handry Bawiling menyampaikan bahwa tujuh orang ini diperiksa untuk dimintai keterangan dan diklarifikasi dengan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undangn Informasi Teknologi  Elektronik (ITE).

“Kami membutuhkan waktu melakukan pemeriksaan dengan status penyelidikan dimana beberapa hari sebelum aksi demo telah beredar di medsos terkait seruan, ajakan dan selebaran yang diteruskan ke masyarakat luas. Kami akan kaji kandungan setiap kalimat yang tercantum dalam seruan tersebut,” beber Kapolresta Gustav Urbinas kepada wartawan di Mapolresta Jayapura Kota, Selasa (10/5) malam kemarin.

Polisi akan mendalami selebaran atau ajakan yang dipublis masif di media sosial sesuai dengan  Pasal 45a ayat 2 UU No 19 tahun 2016 dengan perubahan UU no 11  tahun 2018 tentang ITE.

Kapolresta menyampaikan selama proses tersebut pihaknya akan memberikan ruang untuk  pendampingan hukum terhadap tujuh orang tersebut. “Kami sampaikan tidak lebih dari 1 x 24 jam untuk menentukan statusnya,” kata Gustav.

Jefri diamankan pada pukul 12 siang di Perumnas IV dan enam orang lainnya yang diamankan adalah Ones Suhuniap, Onikson Balingga, Mery Itlay, Maxi Manga,  Iman Kogoya dan Abi Youw. Mereka masih berstatus sebagai saksi.

Baca Juga :  Polda Diminta Perhatikan Tes Perwira Anak Daerah

Kata Gustav pihaknya perlu menindaklanjuti karena banyak seruan yang bersifat provokatif dan rentan pada kondisifitas keamanan di Jayapura.

Jefri disebut sebagai penanggung jawab aksi namun nyatanya tidak ada di lapangan bersama massa aksi. Jadi dari semua titik setelah dicek, Jefri menurut Kapolresta justru tidak ada di lapangan. Ia berada di sebuah rumah di Perumnas IV.

“Jefri Wenda sebagai penanggung jawab. Sebab dari selebaran manual yang dibagi jelas tertanda atas nama dia (Jefri Wenda) sehingga ia harus bertanggung jawab. Juga ada dalam rekaman audio dan flyer maupun selebaran di media sosial yang mencantumkan nama yang bersangkutan terutama hari ini dan bulan lalu,” papar Gustav.

Selain itu, Kapolresta menyinggung cara penyampaian surat pemberitahuan kepada Polresta yang tidak dilakukan sesuai degan yang diamanahkan undang – undang. Harusnya kata Gustav, penanggung jawab dan korlap harus menyampaikan secara langsung untuk dilakukan klarifikasi ke Intelkam Polresta terkait teknis,  metode dan jumlah. Namun saat diterima anggota jaga, pelapornya tidak dikenali kemudian pergi begitu saja  meski sudah diupayakan dipanggil.

“Kalau sampaikan ini demokratis dan damai maka harus berkoordinasi untuk diatur sehingga bahasa mengawal itu ada. Selain itu massa aksi juga melakukan pelemparan batu kepada petugas sehingga tidak menjamin bahwa aksi tersebut damai atau tidak,” tegas Gustav.

Dari pelemparan ini dikatakan  ada perwira pengendali yang terkena lemparan batu dan tulang tangannya mengalami retak. Ada juga anggota Polwan yang digigit di lengan saat berada di kampus Uncen Abepura. Pihaknya awalnya akan mengamankan pelaku tapi Kapolresta menyampaikan untuk tidak dibawa ke kantor polisi.

Disini Gustav juga meluruskan bahwa jika ada  yang menyebut 1 atau 2 peserta aksi yang tertembak peluru karet itu dipastikan tidak benar. Kapolresta Gustav menyatakan saat itu ia berada di Perumnas I sehingga dipastikan tidak benar jika ada peserta aksi yang tertembak.

Baca Juga :  Tidak Lama Lagi Provinsi Papua Pegunungan Tengah Akan Disahkan

“Kalau ada yang bilang tertembak kemudian digotong itu tidak benar. Pembubaran itu pakai gas air mata dan nampaknya ada yang tidak kuat kemudian terjatuh. Di situ bisa dilihat dari gambar dimana beberapa orang di sekitar menghindari gas air mata dan memegang botol air minum karena menghindari gas air mata,” tambahnya.

Polisi kata Gustav juga telah berkoordinasi dengan dosen dari mahasiswa tersebut dan ia memastikan semua baik – baik. “Kalau ada yang bilang ditembak di kaki itu juga tidak benar. Saya Kapolresta dan SOP yang diberikan adalah tidak menggunakan peluru karet melainkan tangan kosong. Kalaupun ada perlengkapan, itu dibawa oleh Dalmas. Sedangkan untuk senpi laras panjang juga sudah ditunjuk dan itu tidak dalam jumlah besar,” tegas Gustav.

Pembubaran itupun dilakukan menggunakan gas air mata dan water canon.  Jadi Kapolresta mengatakan terlalu jauh kalau jika membuat hoaks. Sebab semua jelas sesuai dengan protap.

Di sini nada Gustav juga meninggi ketika membahas soal statemen Jefri yang menyebut bahwa kewajiban polisi itu mengawal. Gustav menyampaikan bahwa narasi mengawal bukan berarti mengawal konvoi orang yang mau melakukan long march melainkan kalimat mengawal adalah mengamankan, mendukung dan memastikan semua tertib. Tapi bagaimana tertib jika semua jalan ditutup dan mengganggu.

“Metode yang dipilih itu salah dan saya tidak pernah melarang. Baca lengkap dulu baru bicara. Jadi untuk Jefri ini tetap kami amankan dengan pernyataan – pernyataannya,” tutup Gustav. (ade/nat)

JAYAPURA-Polresta Jayapura Kota mengambil tindakan tegas terhadap  aktor di balik aksi demo yang diprakarsai oleh Petisi Rakyat Papua (PRP). Juru Bicara PRP, Jefri Wenda diamankan di salah satu rumah di Perumnas IV, Waena, Distrik Heram, Selasa (10/5).

Ia diamankan beserta enam orang lainnya dan langsung digelandang masuk ke Mako Polresta Jayapura Kota. Enam orang  lainnya diamankan di dua lokasi berbeda dan satu di antaranya adalah wanita.

Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas didamping Wakapolresta, AKBP Supraptono dan Kasat Reskrim, AKP Handry Bawiling menyampaikan bahwa tujuh orang ini diperiksa untuk dimintai keterangan dan diklarifikasi dengan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undangn Informasi Teknologi  Elektronik (ITE).

“Kami membutuhkan waktu melakukan pemeriksaan dengan status penyelidikan dimana beberapa hari sebelum aksi demo telah beredar di medsos terkait seruan, ajakan dan selebaran yang diteruskan ke masyarakat luas. Kami akan kaji kandungan setiap kalimat yang tercantum dalam seruan tersebut,” beber Kapolresta Gustav Urbinas kepada wartawan di Mapolresta Jayapura Kota, Selasa (10/5) malam kemarin.

Polisi akan mendalami selebaran atau ajakan yang dipublis masif di media sosial sesuai dengan  Pasal 45a ayat 2 UU No 19 tahun 2016 dengan perubahan UU no 11  tahun 2018 tentang ITE.

Kapolresta menyampaikan selama proses tersebut pihaknya akan memberikan ruang untuk  pendampingan hukum terhadap tujuh orang tersebut. “Kami sampaikan tidak lebih dari 1 x 24 jam untuk menentukan statusnya,” kata Gustav.

Jefri diamankan pada pukul 12 siang di Perumnas IV dan enam orang lainnya yang diamankan adalah Ones Suhuniap, Onikson Balingga, Mery Itlay, Maxi Manga,  Iman Kogoya dan Abi Youw. Mereka masih berstatus sebagai saksi.

Baca Juga :  Tokoh Gereja Minta Kasus Mutilasi Diproses Secara Terbuka

Kata Gustav pihaknya perlu menindaklanjuti karena banyak seruan yang bersifat provokatif dan rentan pada kondisifitas keamanan di Jayapura.

Jefri disebut sebagai penanggung jawab aksi namun nyatanya tidak ada di lapangan bersama massa aksi. Jadi dari semua titik setelah dicek, Jefri menurut Kapolresta justru tidak ada di lapangan. Ia berada di sebuah rumah di Perumnas IV.

“Jefri Wenda sebagai penanggung jawab. Sebab dari selebaran manual yang dibagi jelas tertanda atas nama dia (Jefri Wenda) sehingga ia harus bertanggung jawab. Juga ada dalam rekaman audio dan flyer maupun selebaran di media sosial yang mencantumkan nama yang bersangkutan terutama hari ini dan bulan lalu,” papar Gustav.

Selain itu, Kapolresta menyinggung cara penyampaian surat pemberitahuan kepada Polresta yang tidak dilakukan sesuai degan yang diamanahkan undang – undang. Harusnya kata Gustav, penanggung jawab dan korlap harus menyampaikan secara langsung untuk dilakukan klarifikasi ke Intelkam Polresta terkait teknis,  metode dan jumlah. Namun saat diterima anggota jaga, pelapornya tidak dikenali kemudian pergi begitu saja  meski sudah diupayakan dipanggil.

“Kalau sampaikan ini demokratis dan damai maka harus berkoordinasi untuk diatur sehingga bahasa mengawal itu ada. Selain itu massa aksi juga melakukan pelemparan batu kepada petugas sehingga tidak menjamin bahwa aksi tersebut damai atau tidak,” tegas Gustav.

Dari pelemparan ini dikatakan  ada perwira pengendali yang terkena lemparan batu dan tulang tangannya mengalami retak. Ada juga anggota Polwan yang digigit di lengan saat berada di kampus Uncen Abepura. Pihaknya awalnya akan mengamankan pelaku tapi Kapolresta menyampaikan untuk tidak dibawa ke kantor polisi.

Disini Gustav juga meluruskan bahwa jika ada  yang menyebut 1 atau 2 peserta aksi yang tertembak peluru karet itu dipastikan tidak benar. Kapolresta Gustav menyatakan saat itu ia berada di Perumnas I sehingga dipastikan tidak benar jika ada peserta aksi yang tertembak.

Baca Juga :  100 Tim Ramaikan Futsal Super Papua Disorda 2023

“Kalau ada yang bilang tertembak kemudian digotong itu tidak benar. Pembubaran itu pakai gas air mata dan nampaknya ada yang tidak kuat kemudian terjatuh. Di situ bisa dilihat dari gambar dimana beberapa orang di sekitar menghindari gas air mata dan memegang botol air minum karena menghindari gas air mata,” tambahnya.

Polisi kata Gustav juga telah berkoordinasi dengan dosen dari mahasiswa tersebut dan ia memastikan semua baik – baik. “Kalau ada yang bilang ditembak di kaki itu juga tidak benar. Saya Kapolresta dan SOP yang diberikan adalah tidak menggunakan peluru karet melainkan tangan kosong. Kalaupun ada perlengkapan, itu dibawa oleh Dalmas. Sedangkan untuk senpi laras panjang juga sudah ditunjuk dan itu tidak dalam jumlah besar,” tegas Gustav.

Pembubaran itupun dilakukan menggunakan gas air mata dan water canon.  Jadi Kapolresta mengatakan terlalu jauh kalau jika membuat hoaks. Sebab semua jelas sesuai dengan protap.

Di sini nada Gustav juga meninggi ketika membahas soal statemen Jefri yang menyebut bahwa kewajiban polisi itu mengawal. Gustav menyampaikan bahwa narasi mengawal bukan berarti mengawal konvoi orang yang mau melakukan long march melainkan kalimat mengawal adalah mengamankan, mendukung dan memastikan semua tertib. Tapi bagaimana tertib jika semua jalan ditutup dan mengganggu.

“Metode yang dipilih itu salah dan saya tidak pernah melarang. Baca lengkap dulu baru bicara. Jadi untuk Jefri ini tetap kami amankan dengan pernyataan – pernyataannya,” tutup Gustav. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya