Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Komnas HAM Dorong Panglima TNI dan Kapolri Lakukan Supervisi

Dalam Penegakan Hukum Kasus Kerusuhan Wamena

JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI secara resmi melaporkan pemantauan kasus kerusuhan Wamena pada 23 Februari tahun 2023. Laporan ini diumumkan setelah tim turun lapangan secara langsung.

Dalam laporan tersebut, peristiwa kerusuhan yang terjadi di Kampung Sinakma Atas, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan pada 23 Februari 2023. Dimana peristiwa diduga dipicu adanya isu penculikan anak yang dilakukan dua orang masyarakat pendatang terhadap seorang anak perempuan asli Papua.

Kerusuhan ini menyebabkan 11 orang meninggal dunia, puluhan orang luka-luka dan kerugian materil lainnya. Merespon peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran HAM ini, Komnas HAM RI melakukan Pemantauan sesuai amanat Pasal 89 ayat (3) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Sebelumnya, Komnas HAM RI telah membentuk Tim Pemantauan Kasus Kerusuhan Wamena 23 Februari 2023 dan melakukan serangkaian kegiatan pemantauan pada 24 Februari – 1 Maret 2023 dan 6 – 17 Maret 2023. Tim telah memeriksa dan meminta keterangan sebanyak 71 orang terdiri dari 35 orang warga sipil, 21 anggota Polri, 9 anggota TNI, dan 6 orang di jajaran pemerintah daerah, meninjau lokasi, dan menerima dokumen terkait peristiwa.

Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro menerangkan, temuan dan analisis fakta yakni  adanya disinformasi terkait penculikan anak di Wamena yang menyebar sebelum terjadinya peristiwa kerusuhan pada 23 Februari 2023. Isu ini menjadi sensitif, karena peristiwa serupa juga terjadi di wilayah Kokoda, Sorong.

“Adanya tuntutan massa untuk menghakimi terduga pelaku penculikan, adanya sejumlah massa yang menuntut penyelesaian kasus tersebut di TKP namun tidak dipenuhi oleh pihak kepolisian, sehingga menimbulkan kerusuhan,” terang Nova.

Selain itu, adanya provokasi dari oknum yang tergabung dalam massa dengan kalimat yang diduga memprovokasi massa, antara lain “Bunuh….. bunuh…, ini bukan masalah anakmu saja tetapi ini masalah kita semua, masalah ini tidak bisa diselesaikan di Polres, harus diselesaikan di sini, saya akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa”

Dari pemantauan yang dilakukan, kerusuhan Wamena terjadi pada empat titik lokasi yakni sepanjang Jalan Yos Sudarso, Sinakma, Jalan Trans Kimbim jalur Jalan Bhayangkara, Jalan Trans Kimbim jalur jalan Irian dan dekat Lantipo 5.

Komnas HAM juga menemukan adanya penggunaan kekuatan berlebih oleh aparat dalam upaya pengendalian massa, diduga kuat terdapat penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) menggunakan senjata api dengan peluru tajam.

Baca Juga :  BMKG: Masyarakat Jangan Panik

“Indikasinya terlihat dalam bentuk tindakan dan dampak yang ditimbulkan yaitu sembilan orang meninggal dunia dengan luka tembak, 58 orang luka-luka, adanya bekas-bekas tembakan peluru tajam di dinding beberapa bangunan dan 920 orang mengungsi ke Kodim 1702/Jayawijaya serta kerugian materil berupa harta benda yang terbakar atau rusak,” terangnya.

Komnas HAM juga belum melihat peran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan belum optimal terkait penanganan pasca kerusuhan. Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan telah melakukan berbagai upaya dengan fokus utama pada pemulihan kondisi keamanan dan penanganan terhadap korban meninggal dunia dan luka-luka. Namun upaya ini dipandang belum optimal terutama upaya rekonsiliasi antar kelompok warga demi menjamin keberlangsungan hidup bersama yang lebih damai dan harmonis.

Adanya sentimen sosial dan ekonomi antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat pendatang, adanya keinginan massa untuk melakukan penghakiman secara massal terhadap terduga pelaku penculikan anak yang merupakan warga pendatang. Adanya serangan langsung terhadap masyarakat pendatang di Sinakma Atas yang menyebabkan Albert Sitorus dan Ramota Siagian meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka.

Dari hasil Pantauan yang dilakukan tim Komnas HAM, menyimpulkan dugaan terkait adanya kasus penculikan anak di Wamena pada 23 Februari 2023 adalah tidak benar terjadi. Kondisi yang sesungguhnya terjadi adalah kesalahpahaman BK atas pernyataan LM.

Berdasarkan bukti medis terhadap sembilan jenazah korban masyarakat asli Papua, patut diduga masyarakat asli Papua yang meninggal dunia disebabkan karena tembakan senjata api. Karakter luka-luka di tubuh korban menunjukan adanya luka masuk dan luka keluar seperti tembakan senjata api pada umumnya. Sedangkan dua orang warga pendatang yang meninggal dunia diduga kuat akibat senjata tajam (busur-panah dan parang).

Selain itu, sejumlah anggota Polri dan TNI mengalami luka yang diduga akibat anak panah dan lemparan batu dan ada pula yang mengalami memar dan pembengkakan.

“Penyebab kerusuhan tidak hanya dipicu oleh adanya disinformasi penculikan anak semata, tetapi juga berhubungan dengan akar masalah yaitu adanya sentimen antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat pendatang dan sentimen ekonomi mengenai proteksi dan pemberdayaan hak-hak masyarakat asli Papua dalam berbagai bidang kehidupan sesuai semangat affirmative action,” terangnya.

Baca Juga :  Papua Tengah Provinsi DOB Pertama yang Terapkan SIPD

Komnas HAM menilai peran Pj. Gubernur Provinsi Papua Pegunungan belum sepenuhnya optimal dalam konteks pembinaan dan pengawasan terhadap para Bupati dalam upaya pemulihan kondisi pasca kerusuhan.

Penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) dalam pengendalian massa yang menimbulkan korban jiwa adalah bagian dari pelanggaran HAM. Sebagaimana terdapat sejumlah pelanggaran HAM atas kasus kerusuhan Wamena yaitu, pelanggaran hak hidup, hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan, hak atas kesejahteraan dan hak anak.

Atas kerusuhan Wamena pada 23 Februari, beberapa rekomendasi dari Komnas HAM RI diantaranya mendorong Kominfo, Para Kapolda di Papua, serta para Kapolres agar dapat mengelola informasi yang beredar di berbagai media terkait isu penculikan anak serta informasi yang mengarah pada sentimen dan siar kebencian antara masyarakat asli Papua dan masyarakat pendatang yang dapat mengancam situasi keamanan dan ketertiban umum, khususnya di Wamena dan di Papua umumnya.

Komnas HAM RI meminta Kapolda Papua melakukan upaya penegakan hukum secara menyeluruh baik terhadap tindakan anggota kepolisian maupun tindakan warga sipil yang melanggar hukum sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku yang sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip HAM.

Komnas HAM RI meminta Pangdam XVII Cenderawasih melakukan upaya penegakan hukum terhadap tindakan anggota TNI sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku yang sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip HAM.

“Komnas HAM RI mendorong Panglima TNI dan Kapolri melakukan supervisi dan pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang melibatkan anggota TNI dan Polri serta masyarakat sipil yang terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Wamena pada 23 Februari 2023,” ungkapnya

Rekomendasi lainnya, Komnas HAM RI meminta pemerintah daerah berperan aktif untuk melakukan sosialisasi dan diseminasi tentang pendidikan hukum bagi masyarakat dan mendorong adanya rekonsiliasi antar warga demi keberlangsungan hidup bersama yang damai dan harmonis.

Komnas HAM mendorong pemerintah RI mencari solusi atas akar masalah di Papua khususnya di Wamena dan selanjutnya mengupayakan penyelesaiannya sebagai bagian dari solusi untuk perbaikan kondisi HAM yang lebih baik. “Komnas HAM RI meminta seluruh pihak untuk menjaga situasi HAM di Papua umumnya serta di Kabupaten Jayawijaya khususnya,” pungkasnya. (fia/wen)

Dalam Penegakan Hukum Kasus Kerusuhan Wamena

JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI secara resmi melaporkan pemantauan kasus kerusuhan Wamena pada 23 Februari tahun 2023. Laporan ini diumumkan setelah tim turun lapangan secara langsung.

Dalam laporan tersebut, peristiwa kerusuhan yang terjadi di Kampung Sinakma Atas, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan pada 23 Februari 2023. Dimana peristiwa diduga dipicu adanya isu penculikan anak yang dilakukan dua orang masyarakat pendatang terhadap seorang anak perempuan asli Papua.

Kerusuhan ini menyebabkan 11 orang meninggal dunia, puluhan orang luka-luka dan kerugian materil lainnya. Merespon peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran HAM ini, Komnas HAM RI melakukan Pemantauan sesuai amanat Pasal 89 ayat (3) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Sebelumnya, Komnas HAM RI telah membentuk Tim Pemantauan Kasus Kerusuhan Wamena 23 Februari 2023 dan melakukan serangkaian kegiatan pemantauan pada 24 Februari – 1 Maret 2023 dan 6 – 17 Maret 2023. Tim telah memeriksa dan meminta keterangan sebanyak 71 orang terdiri dari 35 orang warga sipil, 21 anggota Polri, 9 anggota TNI, dan 6 orang di jajaran pemerintah daerah, meninjau lokasi, dan menerima dokumen terkait peristiwa.

Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro menerangkan, temuan dan analisis fakta yakni  adanya disinformasi terkait penculikan anak di Wamena yang menyebar sebelum terjadinya peristiwa kerusuhan pada 23 Februari 2023. Isu ini menjadi sensitif, karena peristiwa serupa juga terjadi di wilayah Kokoda, Sorong.

“Adanya tuntutan massa untuk menghakimi terduga pelaku penculikan, adanya sejumlah massa yang menuntut penyelesaian kasus tersebut di TKP namun tidak dipenuhi oleh pihak kepolisian, sehingga menimbulkan kerusuhan,” terang Nova.

Selain itu, adanya provokasi dari oknum yang tergabung dalam massa dengan kalimat yang diduga memprovokasi massa, antara lain “Bunuh….. bunuh…, ini bukan masalah anakmu saja tetapi ini masalah kita semua, masalah ini tidak bisa diselesaikan di Polres, harus diselesaikan di sini, saya akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa”

Dari pemantauan yang dilakukan, kerusuhan Wamena terjadi pada empat titik lokasi yakni sepanjang Jalan Yos Sudarso, Sinakma, Jalan Trans Kimbim jalur Jalan Bhayangkara, Jalan Trans Kimbim jalur jalan Irian dan dekat Lantipo 5.

Komnas HAM juga menemukan adanya penggunaan kekuatan berlebih oleh aparat dalam upaya pengendalian massa, diduga kuat terdapat penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) menggunakan senjata api dengan peluru tajam.

Baca Juga :  280 CPNS Mamberamo Tengah Ikut Latsar

“Indikasinya terlihat dalam bentuk tindakan dan dampak yang ditimbulkan yaitu sembilan orang meninggal dunia dengan luka tembak, 58 orang luka-luka, adanya bekas-bekas tembakan peluru tajam di dinding beberapa bangunan dan 920 orang mengungsi ke Kodim 1702/Jayawijaya serta kerugian materil berupa harta benda yang terbakar atau rusak,” terangnya.

Komnas HAM juga belum melihat peran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan belum optimal terkait penanganan pasca kerusuhan. Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan telah melakukan berbagai upaya dengan fokus utama pada pemulihan kondisi keamanan dan penanganan terhadap korban meninggal dunia dan luka-luka. Namun upaya ini dipandang belum optimal terutama upaya rekonsiliasi antar kelompok warga demi menjamin keberlangsungan hidup bersama yang lebih damai dan harmonis.

Adanya sentimen sosial dan ekonomi antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat pendatang, adanya keinginan massa untuk melakukan penghakiman secara massal terhadap terduga pelaku penculikan anak yang merupakan warga pendatang. Adanya serangan langsung terhadap masyarakat pendatang di Sinakma Atas yang menyebabkan Albert Sitorus dan Ramota Siagian meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka.

Dari hasil Pantauan yang dilakukan tim Komnas HAM, menyimpulkan dugaan terkait adanya kasus penculikan anak di Wamena pada 23 Februari 2023 adalah tidak benar terjadi. Kondisi yang sesungguhnya terjadi adalah kesalahpahaman BK atas pernyataan LM.

Berdasarkan bukti medis terhadap sembilan jenazah korban masyarakat asli Papua, patut diduga masyarakat asli Papua yang meninggal dunia disebabkan karena tembakan senjata api. Karakter luka-luka di tubuh korban menunjukan adanya luka masuk dan luka keluar seperti tembakan senjata api pada umumnya. Sedangkan dua orang warga pendatang yang meninggal dunia diduga kuat akibat senjata tajam (busur-panah dan parang).

Selain itu, sejumlah anggota Polri dan TNI mengalami luka yang diduga akibat anak panah dan lemparan batu dan ada pula yang mengalami memar dan pembengkakan.

“Penyebab kerusuhan tidak hanya dipicu oleh adanya disinformasi penculikan anak semata, tetapi juga berhubungan dengan akar masalah yaitu adanya sentimen antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat pendatang dan sentimen ekonomi mengenai proteksi dan pemberdayaan hak-hak masyarakat asli Papua dalam berbagai bidang kehidupan sesuai semangat affirmative action,” terangnya.

Baca Juga :  LE Jalani Langsung Proses Persidangan Tanpa Alas Kaki

Komnas HAM menilai peran Pj. Gubernur Provinsi Papua Pegunungan belum sepenuhnya optimal dalam konteks pembinaan dan pengawasan terhadap para Bupati dalam upaya pemulihan kondisi pasca kerusuhan.

Penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) dalam pengendalian massa yang menimbulkan korban jiwa adalah bagian dari pelanggaran HAM. Sebagaimana terdapat sejumlah pelanggaran HAM atas kasus kerusuhan Wamena yaitu, pelanggaran hak hidup, hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan, hak atas kesejahteraan dan hak anak.

Atas kerusuhan Wamena pada 23 Februari, beberapa rekomendasi dari Komnas HAM RI diantaranya mendorong Kominfo, Para Kapolda di Papua, serta para Kapolres agar dapat mengelola informasi yang beredar di berbagai media terkait isu penculikan anak serta informasi yang mengarah pada sentimen dan siar kebencian antara masyarakat asli Papua dan masyarakat pendatang yang dapat mengancam situasi keamanan dan ketertiban umum, khususnya di Wamena dan di Papua umumnya.

Komnas HAM RI meminta Kapolda Papua melakukan upaya penegakan hukum secara menyeluruh baik terhadap tindakan anggota kepolisian maupun tindakan warga sipil yang melanggar hukum sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku yang sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip HAM.

Komnas HAM RI meminta Pangdam XVII Cenderawasih melakukan upaya penegakan hukum terhadap tindakan anggota TNI sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku yang sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip HAM.

“Komnas HAM RI mendorong Panglima TNI dan Kapolri melakukan supervisi dan pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang melibatkan anggota TNI dan Polri serta masyarakat sipil yang terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Wamena pada 23 Februari 2023,” ungkapnya

Rekomendasi lainnya, Komnas HAM RI meminta pemerintah daerah berperan aktif untuk melakukan sosialisasi dan diseminasi tentang pendidikan hukum bagi masyarakat dan mendorong adanya rekonsiliasi antar warga demi keberlangsungan hidup bersama yang damai dan harmonis.

Komnas HAM mendorong pemerintah RI mencari solusi atas akar masalah di Papua khususnya di Wamena dan selanjutnya mengupayakan penyelesaiannya sebagai bagian dari solusi untuk perbaikan kondisi HAM yang lebih baik. “Komnas HAM RI meminta seluruh pihak untuk menjaga situasi HAM di Papua umumnya serta di Kabupaten Jayawijaya khususnya,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya