Thursday, November 21, 2024
26.7 C
Jayapura

Gustaf: Kunjungan Presiden ke Merauke Bagian dari Misi Politik

JAYAPURA-Belum lama ini Presiden Prabowo Subianto, melakukan kunjungan kerja ke Merauke, Provinsi Papua Tengah. Kunjungannya itu dalam rangka memastikan pengembangan program Swasembada Pangan Nasiona (SPN).

Menurut Akademisi sekaligus peneliti Fakultas Pertanian Universitas Papua, Dr. Agus Sumule, kunjungan Prabowo bisa dikatakan murni untuk melihat pembangunan di tanah Papua, sebab Merauke bagian dari wilayah kerja presiden.

Lain hal jika Prabowo berkunjung ke negara sahabat yang punya hubungan bilateral dengan Indonesia pasti ada misi tertentu yang dibawa untuk bangsa dan negara.

“Tapi kalau ke Papua saya anggap ini hal biasa, karena memang kerja seorang presiden ia harus tinjau ke daerah daerah untuk memastikan pembangunan berjakan atau tidak,” ujarnya Kamis (7/10).

Baca Juga :  2022, Merauke Hanya Dapatkan Kuota 52 CJH

Agus Sumule menambahkan meski pada kunjungan itu Prabowo didampingi salah satu Investor lokal yaitu H. Isam  namun belum bisa memberikan kesimpulan bahwa keberadaan keduannya di Merauke bagian dari misi yang terselubung.

“Memang ada proyek PSN yang ditangani oleh investor, tapikan kita belum ada bukti apakah prabowo punya bagian di proyek ini, jadi kita tidak perlu pikir yang berlebihan soal ini,” tuturnya.

Terlepas dari itu, Agus Sumule berharap dua Orang Asli Papua yang duduk di kementerian diharapkan  bisa ini mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat.

“Artinya setiap kebijakan yang dibangun untuk Papua, dua wakil Papua di kementerian ini akan menjadi kepanjangan tangan masyarakat untuk memberikan masukan dan saran. Jangan sampai hanya sebagai pelengkap,” tegas Sumule.

Baca Juga :  Gara-gara Futsal, 6 Oknum Polisi Keroyok Anggota TNI

Sedikit berbeda pandangan dari praktisi hukum Gustaf Kawer.  Ia menilai kunjungan Presiden Prabowo Subianto di Merauke, Provinsi Papua Tengah, Minggu (3/10) tidak memberikan dampak untuk pembangunan Papua Selatan maupun tanah Papua pada umumnya. 

“Saya melihat ini hanya rutinitas, bahkan bisa dibilang pencitraan, karena tidak ada urgensinya sama sekali,” ujarnya, di ruang kerja, Selasa (5/10).

JAYAPURA-Belum lama ini Presiden Prabowo Subianto, melakukan kunjungan kerja ke Merauke, Provinsi Papua Tengah. Kunjungannya itu dalam rangka memastikan pengembangan program Swasembada Pangan Nasiona (SPN).

Menurut Akademisi sekaligus peneliti Fakultas Pertanian Universitas Papua, Dr. Agus Sumule, kunjungan Prabowo bisa dikatakan murni untuk melihat pembangunan di tanah Papua, sebab Merauke bagian dari wilayah kerja presiden.

Lain hal jika Prabowo berkunjung ke negara sahabat yang punya hubungan bilateral dengan Indonesia pasti ada misi tertentu yang dibawa untuk bangsa dan negara.

“Tapi kalau ke Papua saya anggap ini hal biasa, karena memang kerja seorang presiden ia harus tinjau ke daerah daerah untuk memastikan pembangunan berjakan atau tidak,” ujarnya Kamis (7/10).

Baca Juga :  50 KK Kehilangan Tempat Tinggal

Agus Sumule menambahkan meski pada kunjungan itu Prabowo didampingi salah satu Investor lokal yaitu H. Isam  namun belum bisa memberikan kesimpulan bahwa keberadaan keduannya di Merauke bagian dari misi yang terselubung.

“Memang ada proyek PSN yang ditangani oleh investor, tapikan kita belum ada bukti apakah prabowo punya bagian di proyek ini, jadi kita tidak perlu pikir yang berlebihan soal ini,” tuturnya.

Terlepas dari itu, Agus Sumule berharap dua Orang Asli Papua yang duduk di kementerian diharapkan  bisa ini mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat.

“Artinya setiap kebijakan yang dibangun untuk Papua, dua wakil Papua di kementerian ini akan menjadi kepanjangan tangan masyarakat untuk memberikan masukan dan saran. Jangan sampai hanya sebagai pelengkap,” tegas Sumule.

Baca Juga :  Lakalantas di Mindiptanah, Pasutri Tewas di Tempat

Sedikit berbeda pandangan dari praktisi hukum Gustaf Kawer.  Ia menilai kunjungan Presiden Prabowo Subianto di Merauke, Provinsi Papua Tengah, Minggu (3/10) tidak memberikan dampak untuk pembangunan Papua Selatan maupun tanah Papua pada umumnya. 

“Saya melihat ini hanya rutinitas, bahkan bisa dibilang pencitraan, karena tidak ada urgensinya sama sekali,” ujarnya, di ruang kerja, Selasa (5/10).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya