Kini, Toko Aru telah menjelma menjadi penggerak ekonomi lokal dengan mempekerjakan 60 karyawan. Setiap harinya, sekitar 70 jenis roti dan kue diproduksi, menghabiskan hingga 10 zak tepung. Uniknya, produksi disesuaikan dengan kebutuhan pasar harian, memastikan setiap produk yang sampai ke tangan pelanggan selalu fresh from the oven karena Toko Aru tidak menggunakan bahan pengawet.
“Saat ini, best seller kami adalah Nastar, dan juga roti-roti satuan,” ungkap Ibu Tres. Ia menambahkan bahwa untuk produksi roti, bahan-bahan lokal Biak sudah cukup memenuhi standar kualitas. Hanya untuk Nastar, beberapa bahan memang harus didatangkan dari luar daerah.
Salah satu daya tarik Toko Aru yang tak lekang adalah kesederhanaannya. Tanpa AC yang mendinginkan ruangan atau tampilan toko yang mewah, Toko Aru justru terasa membumi dan inklusif. “Kami tidak berusaha membuat semua serba canggih. Bahkan, orang dari kampung yang hanya ingin membeli dua roti pun dipersilakan masuk,” ujar Ibu Tres dengan tulus menggambarkan kondisi toko saat ini.
“Siapa saja boleh membeli, bahkan menjualnya kembali. Mereka percaya dengan kualitas kami, itu sebabnya kami terus berproduksi dan selalu mengutamakan produk yang tetap menjaga kualitas rasa sejak dulu,” ujarnya hangat dan antusias.
Untuk harganya mulai roti Rp 8000 hingga Rp 20.000. Untuk kue paling murah Rp 10.000 hingga kue tart seharga Rp 200-350.000 sedangkan untuk nastar perkotak Rp 250.000.
Menariknya, Toko Aru tidak membuka cabang dimanapun. Hanya ada di Biak. Ini tak lepas untuk menjaga citarasa yang autentik. Tanpa gembar-gembor iklan modern, toko roti ini telah mematrikan diri dalam ingatan dan lidah masyarakat Biak, Supiori, bahkan menjadi buruan wajib para pelancong sebagai buah tangan otentik dari Pulau Karang ini.
Pelanggannya datang silih berganti, dari penduduk lokal yang rindu akan rasa masa kecil, hingga pedagang dari luar kota yang mempercayakan kualitas Aru untuk dibawa berlayar dan dijajakan kembali.
Di tengah gempuran toko roti modern dengan segala inovasi dan tampilan memukau, Toko Aru tetap berdiri tegak, mempertahankan aroma nostalgia dan cita rasa otentik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Biak.
Lebih dari sekadar bisnis, Toko Aru adalah warisan rasa, sebuah bukti bahwa kesederhanaan, kualitas, dan konsistensi mampu menciptakan legenda yang terus hidup dalam setiap gigitan rotinya.
Aroma mentega dari perempatan jalan itu akan terus menjadi penanda, mengantarkan siapa saja pada kehangatan dan kenangan manis yang abadi dari Toko Aru. (*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos