
Kapolda: Masih Dilidik
JAYAPURA-Dugaan Kabupaten Keerom dan Merauke yang dijadikan tempat latihan oleh jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharus Daulah (JAD) Lampung pimpinan SL alias Abu Faisa, masih dalam penyelidikan polisi dalam hal ini Polda Papua.
Kapolda Papua Brigjen Pol Rudolf Alberth Rodja yang dikonfirmasi Cenderawasih menyebutkan pihaknya sedang melakukan penyelidikan terkait dengan Kabupaten Keerom dan Merauke yang dipakai sebagai tempat latihan kelompok teroris JAD. “Masih dilidik,” kata Kapolda Alberth Rodja melalui pesan WhatsApnya, Rabu (8/5).
Senada dengan Kapolda Papua, Kapolres Merauke, AKBP. Bahara Marpaung juga mengaku sedang melakukan penyelidikan. Diakuinya, hingga saat ini, belum ditemukan adanya pelanggaran dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Namun begitu, terkait dengan informasi tersebut, Kapolres Bahara Marpaung mengimbau seluruh masyarakat Merauke agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi.
“Jangan melakukan pelanggaran dan atau perbuatan melawan hukum serta jangan main hakim sendiri. Sekecil apapun informasi terkait dengan kegiatan dan keberadaan kelompok ini tolong diinformasikan kepada aparat TNI dan Polri,” ungkap Bahara Marpaung, kemarin.
Dirinya juga meminta warga di wilayah hukum Polres Merauke tetap waspada dengan melakukan Siskamling di lingkungan masing-masing. Ia juga meminta warga untuk melapor kepada RT apabila ada tamu yang menginap 1 x 24 jam.
“RT juga wajib melaporkan kepada Polisi apabila ada pihak-pihak yang mencurigakan. Saya mengajak kita semua untuk terus meningkatkan komunikasi dan kerja sama untuk sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah kita masing-masing,” pintanya.
Sementara Sekertaris Daerah Kabupaten Merauke, Drs. Daniel Pauta yang dikonfirmasi mengaku belum mengatahui adanya dugaan bahwa Kabupaten Merauke dijadikan tempat latihan kelompok teroris.
Dikatakan, jika hal tersebut benar maka aparat pemerintah harus segera bergerak untuk menemukan tempat yang diduga dijadikan tempat latihan.
“Masyarakat harus waspada dan segera melaporkan ketika menemukan ada hal-hal yang tidak wajar di sekitar tempat tinggalnya kepada aparat pemerintah,” pintanya.
Yang diketahui selama ini, menurut Sekda Pauta yaitu adanya salah aliran yang dinilai cukup keras di Distrik Kurik. Aliran ini, sempat diminta untuk keluar dari Merauke dan masuk dalam pengawasan dari aparat pemerintah. Namun Daniel Pauta mengaku belum tahu perkembangan selnajutnya apakah aliran tersebut masih ada di tempat tersebut atau sudah keluar dari Merauke sesuai dengan permintaan saat itu. “Kalau saya tidak salah mereka tidak melakukan latihan tapi hanya lewat dakwah dan itu yang berperan adalah Kantor Agama yang dibackup kepolisian. Dan kita minta masyarakat kalau menemukan hal-hal yang janggal m segera melaporkan,” pintanya.
Sekda Pauta menyebutkan bahwa yang berhak untuk melakukan eksekusi atau mengeluarkan dari Merauke adalah aparat keamanan tapi dengan bukti-bukti yang mendukung dan kuat.
‘’Karena saya kuatir kalau nanti kita melakukan dan kita dianggap melanggar HAM dan sebagainya. Tapi kalau susah bergaul dan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak sepatutnya maka patut dicurigai dan haru segera dilaporkan mimimal kepada kepala kampung dan nanti kepala kampung yang melaporkan kepada aparat setempat. Karena di sana ada Polsek dan Koramil atau babinsa,’’ pungkasnya.
Sinyalemen dijadikannya Kabupaten Keerom dan Merauke sebagai tempat latihan kelompok JAD Lampung, juga mendapat perhatian Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua, KH. Saiful Islam Al Payage.
Menurutnya, paham-paham radikal dapat menghancurkan sendi-sendi nilai universal keagamaan di tanah Papua. Bahkan menurutnya akan menghancurkan nilai-nilai budaya kultur yang sudah terbangun di Papua. Padahal, Papua sendiri dikenal kental dengan saling menghargai antara umat beragama.
“Kehadiran paham ini hanya merusak umat Islam yang ada di tanah Papua. Untuk itu. MUI mengutuk keras terhadap paham-paham atau orang-orang teroris yang masuk di tanah Papua,” tegasnya.
Terkait dugaan ini, dirinya mendesak Kapolda Papua agar segera menindaklanjutinya. “Jika kejadian tersebut benar adanya maka pimpinannya ditangkap dan diproses secara hukum hingga pada pengikutnya. Bahkan, paham-paham seperti itu harus dilarang dari tanah Papua,” pintanya.
“Saya mengimbau kepada seluruh umat Islam yang ada di tanah Papua agar tidak mengikuti paham-paham semacam ini, dan jangan pernah melindungi paham ini. Kalau benar paham ini ada di Kabupaten Merauke atau di Keerom, segera dilaporkan kepada pihak yang berwenang,” sambungnya.
Dirinya berharap seluruh agama yang ada di tanah Papua agar sama-sama menolak keberadaan teroris di tanah Papua. Selain itu, orang-orang yang sudah terbukti dalam hal ini sudah masuk dalam proses hukum maka secepatnya ditangkap dan diproses secara hukum.
“MUI sendiri mendukung proses hukum yang berlaku yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap kelompok ini,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long. Along sapaan akrabnya berharap apabila aparat keamanan sudah miliki bukti hukum yang kuat terkait dengan kecurigaan tersebut, maka sudah semestinya jaringan ini disikat habis dengan segera dari dua daerah tersebut.
“Kita harap, kalau memang sudah punya bukti hukum, maka mereka harus disikat habis. Jangan biarkan mereka ini tumbuh dan berkembang lebih besar lagi di Papua. Sebab, akan sangat membahayakan kerukunan dan kedamaian di Papua,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos via telepon, Rabu (8/5) kemarin.
Dugaan ini menurut Along menjadi keprihatinan terhadap semua pihak. Bukan hanya bagi orang Papua, melainkan juga menjadi kekhawatiran bagi Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara.
“DPRP berharap aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, harus mengambil langkah tegas terhadap oknum yang sudah menjadikan Papua sebagai sarang bibit teroris, yang bukan hanya dapat mengacaukan Papua, melainkan mengacaukan Indonesia sebagai suatu bangsa,” tambahnya.
Along juga berharap, pemerintah dari tingkat paling atas hingga tingkat paling bawah, dalam hal ini aparatur pemerintah tingkat distrik, maupun kelurahan dan kampung hingga RW dan RT, untuk lebih aktif mengawasi masyarakat yang masuk daerahnya. Terutama orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki ke daerahnya di Papua.
“Ini yang harus lebih diperhatikan pemerintah. Artinya, jangan juga sampai terjadi pembiaran, dimana sudah diketahui adanya warga yang baru pertama kali di Papua, namun tidak didata, sehingga mereka justru tidak terdeteksi. Ini sering terjadi,” jelasnya.
Masyarakat menurut Along juga secara jeli memperhatikan orang-orang baru yang datang dan tinggal di lingkungannya masing-masing. Along meminta kewaspadaan masyarakat untuk selalu bertanya, sehingga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki, dalam hal ini mengacaukan kedamaian Papua.
“Harus diantisipasi, jangan sampai oknum-oknum ini menggunakan isu-isu tertentu untuk memprovokasi masyarakat di Papua, sehingga berdampak pada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kita minta tanah Papua sebagai tanah yang damai dengan toleransi agama, adat istiadat, dan budaya yang tinggi di Indoensia, tetap terjaga dengan baik,” pungkasnya. (fia/ulo/gr/nat)