Dari Pelaksanaan Seminar Nasional di Jayapura
Wali Kota Jayapura, Drs. Benhur Tomi Mano, MM menyampaikan pelayanan pemerintahan di dalam era otonomi khusus harus menjadi perhatian, utamanya terhadap undang-undang yang baru. “ Era desentralisasi asimetris atau otonomi khusus untuk menyelenggarakan pemerintahan secara berkualitas sehingga kehadiran pemerintah atau negara secara maksimum akan dirasakan masyarakat asli Papua,” ujarnya dalam Seminar Nasional tersebut.
JAYAPURA – Seminar Nasional dengan tema “Prospek Penyelenggaraan Pemerintahan Perspektif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021” berlangsung sukses, di Ballroom Hotel Horizon Kotaraja, Selasa (8/2). Kegiatan dalam rangka menyambut dan menyongsong HUT Kota dan Perayaan HUT Pekabaran Injil di Tanah Tabi ini digelar oleh Pemerintah Kota Jayapura melalui IKAPTK.
Dikatakan undang-undang Otsus telah ditetapkan negara oleh karenanya dalam implementasinya harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. “ Oleh karena itu pertemuan kali ini mengumpulkan pandangan berbagai pihak. Apa yang harus kita lakukan. Ada perdasus, ada perdasi, ada pemetaan wilayah, kompetensi wilayah dan juga dimulai dengan pendataan dengan basis data yang jelas khusunya untuk orang Papua. Semua saran dan masukan sudah dikumpulkan oleh notulen dan ini akan menjadi satu rekomendasi, satu buku yang akan kita menyerahkan kepada pemerintah provinsi Papua dan kepada semua kepala daerah bagaimana memimpin dalam penyelenggaraan Otsus sesuai dengan wilayah adat masing-masing,” jelasnya.
Tujuannya agar derajat harkat dan martabat orang asli Papua sebagai penerima manfaat pembangunan sesuai dengan harapan yang idealistik, bukan semu. “ Karena ada bintik pamrih dari actor formal sebagai implementator kebijakan. Dengan begitu bandul kesenjangan pembangunan dalam konteks politik, ekonomi maupun sosial budaya antara provinsi Papua dan provinsi lainnya secara gradual akan memiliki pergerakan kemajuan yang relatif sama,” imbuhnya.
Pada seminar kali ini, pemateri dari tujuh wilayah adat akan mempresentasikan konsep berpikir yang sistemik dan implementatif dengan sebuah scenario planning bagi kemajuan pembangunan berkelanjutan di tanah Papua. “Diharapkan sumbangan pemikiran kritis yang konstruktif dari para narasumber dan peserta seminar akan diterbitkan dalam buku berjudul Era Baru Otonomi Khusus Papua dan akan berdampak pada jalannya roda pemerintahan yang lebih baik.” Tandasnya.
Tampil 7 pembicara atau narasumber yang dibagi menurut 7 wilayah adat Tanah Papua yang membawakan materi pokok bahasan dari berbagai perspektif yang merujuk pada tema utama. Dari wilayah Tabi, yakni Dr. Drs. Benhur Tomi Mano, M.M sebagai pembicara utama. Pembicara mewakili Wilayah adat Saireri yakni Pdt. Dr. Anthon Rumbewas, kemudian mewakili Wilayah adat Domberai yakni Marlina Flassy, S.Sos, M.Hum. Ph.D. narasumber lainnya dari Wilayah adat Bomberai yakni Dr. Lily Bauw, SH.,MH. Sementara rector Uncen Dr. Ir. Apolo Safanpo , ST, MT mewakili Wilayah adat Anim Ha. Kemudian mewakili Wilayah adat La Pago narasumbernya yakni Drs. Simeon Itlay dan narasumber mewakili Wilayah adat Me Pago yakni Dr. Frans Pekey, M.Si.
Masing-masing narasumber memaparkan materi yang berbobot diikuti dengan penuh saksama dan antusias oleh para peserta. Ini terlihat dari Sesi tanya jawab atau tanggapan usai pemaparan materi dari masing-masing narasumber. Berbagai masukan, komentar dan tanggapi memberikan bobot pada pelaksanaan Seminar nasional ini.
Terlebih para tamu undangan yang hadir para tokoh yang mempunyai kapasistas, actor pembangunan, tokoh-tokoh Papua yang terlibat dan mengetahui proses-proses pembangunan dari era orde baru, hingga reformasi dan era otonomi khusus,. Sebut saja. Dr Michael Manufandu, drh Costan Karma, Prof Baltasar Kambuaya, Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah papua Pdr Hizkia Rollo, Ketua Klasis Port Numbay Pdt H Carlos Mano, ada juga anggota legislative, pejabat birokrat, tokoh adat, tokoh perempuan, perwakilan mahasiswa dan undangan lainnya.
Tokoh Papua yang juga senior Pamong Papua Michael Manufandu menanggapi penyampain materi dari para narasumber mengatakan UU No 21 tahun 2021 tentang Otsus Papua berhasil dalam pelaksanaannya di Papua dengan pemberian keweangan dan kekhususan yang besar kepada Papua. “ Otsus adalah undang-undangan tentang rekonsiliasi, perdamaian dan kesejahteraan bagi orang Papua. Dalam UU ini ada 4 hal yang utama, afirmasi keberpihakan, proteksi atau melindungi orang Papua, partsipasi orang Papua dalam pembangunan dan epowering. Itu yang merupakan jiwa dari Otsus bagi orang papua,” ujarnya.
Sementara itu Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, M.B.A pada kesempatan itu mengatakan di Papua dengan adanya Otsus, dan meski otonomi khusus sudah berjalan 20 tahun namun Papua masih saja dalam kemiskinan dan ketertinggalan , maka ia meminta pemimpin di Papua harus berani membuat pernyataan untuk berani memberantas kemiskinan. “Harus ada Pemimpun yang berani mengatakan kemiskinan dari 20% bisa kurang 10 % misalnya seperti itu harus orang Papua berani menyatakan sikap ini,” katanya.
Dikatakan kebanyakan pemerintah di Provinsi Papua lebih memfokuskan diri kepada proyek strategis nasional yang sifatnya umum ketimbang hal yang sifatnya khusus proyek strategis daerah atau kampung. “Kita berpikir strategis Nasional baru untuk yang real bagi orang Papua strategis di daerah mana,?” katanya.
Ia mengatakan harus ada peraturan daerah yang sifatnya khusus untuk daerah harus dibuat. “Peraturan daerah itu harus dibuat supaya kita memiliki payung dan kekuatan untuk, kerja apa saja yang bisa dikerjakan untuk orang Papua harus dipikirkan agar kita kerja dibawah undang-undang itu, hal ini Kita tidak melawan hukum dan melanggar aturan,” ujarnya.
Jadi harus ada penegasan dari kepala daerah sesuai dengan undang-undang otonomi khusus yang sudah disahkan agar mengutamakan orang Papua ketimbang orang lain sesuai dengan undang-undang otsus karena itu perintahnya.
Ia mengatakan kepala daerah harus prioritaskan orang asli Papua lebih dulu baru yang lain karena ini perintah undang-undang Otsus, Bahkan ia mengatakan jika ada orang Papua yang memiliki kemampuan namun tidak diakomodir oleh pemimpin di Papua hal itu menurutnya sangat berdosa bagi bagi masyarakat Papua sendiri. ” jika ada orang Papua kita tidak merekrut mereka sementara mereka (Orang Asli Papua) mampu mengerjakan itu kita sebagai pemimpin berdosa kita, harus berani mengambil keputusan untuk menghormati orang Papua, dari keberpihakan dan pemberdayaan ini harus berani bikin itu, ini jelas perintah undang-undang, dan kita tidak melanggar undang-undang karena perintah undang-undang otsus itu berbicara pemberdayaan dan keberpihakan Orang Asli Papua,” katanya.
Salah satu Tokoh Papua, Costan Karma juga mengatakan perlu ada pemberdayaan orang asli Papua, dan hak keberpihakan kepada orang asli Papua harus di Perdasikan. “Dari pengalaman saya melihat dari 20 negara yang menerapkan otonomi khusus mereka berkisar antara 80 dan 60, jadi perdasi harus bermain seperti ini,” katanya.
Dikatakan, orang asli Papua hari ini ditetapkan oleh negara Indonesia sebagai provinsi termiskin dan yang menjadi miskin adalah masyarakat asli Papua maka perlu ada Perdasus. “Negara Indonesia telah mencatat bahwa Provinsi paling miskin adalah DiPapua dan yang termiskin adalah orang asli Papua. Maka perlu ada perdasi khusus tentang pendidikan kesehatan, dan ekonomi kerakyatan,” katanya, (rhy/oel/luc).