JAYAPURA – Kasus kekerasan terhadap anak kata Duwila kerap terjadi di Papua, dan pelakunya adalah orang terdekat korban. Bahkan dari data LBH Apik, sepanjang Tahun 2024, mereka menangani 9 kasus yang terdiri dari kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan kekerasan fisik dan psikis kepada anak.
Dari sembilan kasus ini, ada pelaku yang bekerja sebagai Polwan yang melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada anak di bawah umur. Hanya disini Duwila tidak menjelasian detail namun telah tertangani.
“Sembilan kasus yang kami tangani semuanya diselesaikan dengan proses hukum, sebagaimana amanat Undang-undang tindak pindana kekerasan seksual bahwa tidak ada restorasi justice, semua bergulir hingga ke pengadilan,” bebernya.
Sedangkan untuk kasus anak usia lima tahun, Duwila ngotot agar pelaku diproses hukum dan dilakukan pemulihan rehabilitasi psikososial untuk korban.
“Saya harap ibu kandungnya bisa datang menemui anaknya dan bertanggungjawab untuk memulihkan kondisi trauma yang telah dialaminya,” bebernya.
Duwila tak bisa berkomentar terlalu jauh terkait alasan seseorang melakukan tindakan penganiayaan terhadap anak kecil, sebab baginya, hanya orang gila atau manusia yang tak punya perasaan yang bisa melakukan penyiksaan.
“Atas alasan apa pun, tidak dibenarkan orang dewasa apalagi orang tua angkatnya melakukan penyiksaan terhadap anaknya,” tegasnya.
Duwila membeberkan, kalau pun faktor ekonomi, lantas kenapa sepasang suami isteri itu pergi mengambil korban di Biak.
“Memang selama ini kasus yang kami tangani karena faktor ekonomi, namun faktor ekonomi pun bukan alasan kita menyiksa anak yang tak berdosa. Sampai melakukan kekerasan kepada anak kecil artinya secara mental tidak mampu menjadi manusia yang baik,” kata Nona.