Terbukti Lakukan Pembunuhan Berencana Usai Tabrak Handi dan Salsabila
JAKARTA-Mantan Kepala Seksi Intelijen Korem 133/Nani Wartabone Kolonel Infanteri Priyanto menjalani sidang putusan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, kemarin (7/6). Dalam sidang tersebut, Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal menyatakan bahwa Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan menyembunyikan jenazah Handi Saputra. Atas perbuatan tersebut, Priyanto dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan dipecat dari kedinasan TNI.
Putusan itu sesuai dengan tuntutan dari Oditur Militer Tinggi II Jakarta yang dibacakan ketika sidang tuntutan berlangsung pada 24 April lalu. Dalam sidang kemarin, Brigjen Faridah menyampaikan bahwa tindakan Priyanto melanggar beberapa pasal. Yakni pasal 340 KUHP, pasal 338 KUHP, pasal 333 KUHP, serta pasal 181 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ”Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kesatu, pembunuhan berencana,” ungkap Faridah.
Selain itu, Priyanto juga dinyatakan bersalah lantaran telah merampas kemerdekaan orang lain dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian. Semua tindakan tersebut dilakukan oleh Priyanto bersama kedua anak buahnya, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko. Atas perbuatannya, alumni Akademi Militer (Akmil) 1994 itu dihukum berat. ”Memidana terdakwa oleh karena itu pidana pokok penjara seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” jelas Faidah.
Sebagai personel TNI yang sudah berdinas selama 28 tahun di TNI AD, sebelumnya Priyanto tidak pernah dihukum pidana maupun mendapat hukuman disiplin. Hal itu menjadi poin yang meringankan bagi dirinya. Sementara poin yang memberatkan diantaranya adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh Priyanto bertentangan dengan tugas dan kewajibannya TNI untuk melindungi rakyat. Selain itu, Priyanto dinilai telah melakukan perbuatan yang merusak citra TNI AD.
Kolonel Priyanto tampak tidak bergeming ketika mendengar putusan tersebut. Dia terus berdiri di hadapan majelis hakim sampai putusan selesai dibacakan. Perwira menengah TNI AD dengan tiga kembang di pundak itu pun menyatakan bakal pikir-pikir sebelum memutuskan menerima atau melakukan banding atas putusan tersebut. ”Kami nyatakan pikir-pikir,” kata dia. Majelis hakim memberi waktu paling lambat tujuh hari atau satu pekan kepada Priyanto untuk mengambil keputusan.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy pun menyatakan bahwa pihaknya akan pikir-pikir lebih dulu sebelum memutuskan untuk menerima atau melakukan banding. Selain harus berkoordinasi lebih dulu dengan pimpinannya, Oditur Militer Tinggi II Jakarta memilih pikir-pikir dulu lantaran ada sedikit perbedaan dari tuntutan dengan putusan. ”Berbeda dalam hal pembuktian pasal dan penentuan status barang bukti,” terang Wirdel.
Dalam tuntutannya, Oditur Militer Tinggi II Jakarta turut menuntut Priyanto melanggar pasal 328 KUHP. Namun, dalam putusan, pasal tersebut hilang. ”Itu merupakan salah satu celah nanti (kalau) kami melakukan banding,” imbuh Wirdel. Dia menegaskan, meski secara umum tuntutan dan putusan sudah selaras, kebenaran objektif harus tetap dikemukakan. Apalagi Priyanto sebagai terdakwa juga menyatakan masih pikir-pikir. ”Kan sangat memungkinkan adanya upaya banding dari terdakwa,” tambahnya.
Pada 8 Desember tahun lalu, Priyanto terlibat kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mobil yang dia tumpangi bersama dua anak buahnya menabrak Handi Saputra dan Salsabila. Akibat kecelakaan tersebut, Salsabila meninggal dunia di lokasi kejadian. Sementara Handi kritis. Namun, bukannya membawa kedua korban ke fasilitas kesehatan terdekat untuk ditangani oleh petugas medis, Priyanto dan kedua anak buahnya malah membuang Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu di Jawa Tengah. (syn/JPG)