Friday, March 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Lepasliarkan 233 Ekor Penyu Belimbing, Seminggu Kumpulkan 60 kantong Sampah Plastik

Pemandangan Pantai Ame Yepa, Distrik Depapre, kabupaten Jayapura, Sabtu (21/6).   ( FOTO : Elfira/Cepos)

Perjuangan Pasutri Albert Asuwe dan Hana Diawaitouw Menjaga Pantai Ame Yepa, Distrik Depare

Tiga tahun terakhir, pasangan suami istri (Pasutri) Albert Asuwe dan Hana Diawaitouw tinggal di Pantai Ame Yepa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Apa yang dikerjakan Pasutri ini di Pantai Ame Yepa ?

Laporan: Elfira, Jayapura

SELAIN objek wisata Danau Sentani, Kabupaten Jayapura memiliki banyak objek wisata alam lainnya khususnya wisata bahari.

Sejumlah pantai yang sudah banyak dikenal masyarakat di antaranya Pantai Tablanusu di Distrik Depapre merupakan pantai eksotis dengan kerikil di garis pantainya.  

Di Distrik Depapre masih ada satu pantai yang keindahannya tidak kalah dengan Pantai Tablanusu yaitu Pantai Ame Yepa. 

Untuk menjangkau pantai ini memang tidak mudah. Sebelum tiba di pantai yang berada di pantai Utara Pulau Papua, Cenderawasih Pos terlebih dahulu menempuh perjalanan darat menggunakan sepeda motor dari Kota Jayapura ke Distrik Depapre kurang lebih dua jam. 

Tiba di Depapre, perjalanan dilanjutkan menggunakan long boat dari Dermaga Depapre kurang lebih 15 hingga 20 menit. 

Perjalanan panjang yang cukup melelehkan tersebut terobati saat longboat yang ditumpangi Cenderawasih Pos mendekati pesisir Pantai Ame Yepa, Sabtu (21/6) sekira pukul 17.35 WIT. Keindahan pantai yang memiliki panjang kurang lebih 300 meter langsung mengobati rasa lelah selama perjalanan.  

Saat longboat merepat di bibir pantai, pasangan suami istri (Pasutri) Albert Asuwe (44) dan isterinya Hana Diawautouw  (49) langsung menyambut dengan ramah. Pasutri yang telah dikarunia 8 orang anak ini, sudah 3 tahun tinggal di Pantai Ame Yepa tepatnya sejak 4 Juni 2016. 

Pasutri ini menempati satu rumah sederhana beralaskan kayu dan berdinding terpal. Keduanya memutuskan tinggal dan hidup sederhana di pantai tersebut untuk menjaga ekosistem pantai yang mulai terancam. 

Setiap hari, Pasutri ini berteman dengan Penyu Belimbing dan Burung Cenderawasih yang berusaha dijaga keberadaannya agar tidak punah. 

Selain menjaga ekosistem pantai, Albert Asuwe bersama isterinya Hana Diawautouw juga menata pantai tersebut agar untuk menjadi lokasi wisata. Pasutri ini menjaga dan menata Pantai Ame Yepa secara swadaya. 

Setiap hari mereka juga menjaga terumbu karang dengan tidak membiarkan siapa pun yang mencari ikan dengan cara bom, melestarikan penyu, membersihkan pantai dari tumpukan sampah yang dibuang orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga :  Bandara Bilorai Ditembaki KKB, Masyarakat Kocar-kacir

“Kami membagi tugas. Suami saya dengan kegiatannya penangkaran penyu sementara saya mengumpulkan sampah yang kerap berbaris di bibir pantai, bahkan hingga ke terumbu karang yang ada di dasar laut,” ungkap Hana kepada Cenderawasih Pos. 

Perburuan telur penyu, banyaknya sampah, penebangan kayu, pemboman ikan, membuat Pasutri ini memantapkan diri menetap di Pantai Ame.

Usaha dan kerja keras yang dilakukan Pasutri ini tidak sia-sia. Sejak menetap di pantai tersebut, mereka berhasil melepasliarkan 233 ekor penyu belimbing ke laut lepas.   

Keduanya membuat penangkaran penyu lantaran, populasi penyu di pesisir pantai Papua terancam punah. Selain perburuan telur dan daging penyu untuk dikonsumsi manusia, keberadaan penyu ini juga terancam oleh sampah plastik yang banyak dibuang di laut. 

Sebanyak 233 ekor penyu yang telah dilepasliarkan, tidak sedikit yang mati akibat sampah plastik. “Tidak sedikit penyu yang kami temukan mati karena sampah plastik. Ini kami ketahui saat membelah perut penyu yang sudah mati dan kami mendapati sampah plastik,” ucap Albert Asuwe. 

Dengan kondisi yang ada saat ini, Albert Asuwe dan isterinya Hana Diawautouw enggan meninggalkan pantai yang merupakan orang tuanya. Mereka khawatir apabila pantai tersebut ditinggalkan, akan masuk orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk menghabisi penyu yang ada. 

“Dosa bagi kami jika menjadi penghuni bumi lantas tidak bisa menyelamatkan penyu dan karang  dari keegoisan manusia,” tegas Albert Asuwe sambil merapikan tempat penangkaran penyu.

Apa yang dilakukan Pasutri itu belum mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Meskipun mereka sudah menginformasikan kepada pihak terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan tentang penangkaran penyu yang ada di Pantai Ame Yepa.

Penangkaran ini dikelola sendiri oleh Albert Asuwe mulai dari menjaga telur penyu hingga menetas menjadi tukik atau anak penyu dan dilepasliarkan ke laut lepas. 

Selain penyu, di pantai ini juga terdapat burung Cenderawasih.  Pasutri ini juga memberikan perhatian terhadap kelestarian burung Cenderawasih.

Baca Juga :  Pembakaran di Dogiyai Direncanakan

Di lokasi yang tidak jauh dari bibir pantai, terdapat kurang lebih 15 ekor burung Cenderawasih yang bisa disaksikan menjelang senja di daerah tersebut. 

Berbeda dengan suaminya yang mengurusi penyu dan burung Cenderawasih, Hana Diawautouw setiap hari membersihkan sampah yang terdampar di pantai. 

Sampah yang dibawa ombak ke pesisir pantai ini menurut Hana rata-rata sampah plastik yang tentunya dapat mengganggu ekosistem di sekitar Pantai Ame Yepa. “Sampah-sampah plastik ini bisa mengganggu kehidupan ikan, penyu dan karang. 

Menurut pengakuannya, sampah yang terdampar di Pantai Ame Yepa berasal dari sampah kapal yang melintas. 

“Setiap kali kapal masuk, maka hari itu juga sampah plastik yang saya kumpulkan 20 karung ukuran 50 kg. Dalam seminggu, saya bisa mengumpulkan 60 karung sampah,” ucapnya dengan nada emosi.  

Sampah yang dikumpulkan itu lalu ia keringkan di tempat yang telah disediakan kemudian membakarnya. Hal ini yang rutin dilakukan Hana setiap hari selama kurang lebih 3 tahun.  

“Masyarakat tak perlu egois soal sampah. Tempat-tempat yang telah disediakan untuk membuang sampah harus dimanfaatkan dengan baik dan tidak menjadikan laut sebagai tempat sampah. Di muka bumi ini, bukan cuman manusia yang hidup namun ada mahluk hidup lainnya juga,” tegasnya. 

Untuk berwisata ke Pantai Ame Yepa, tidak membutuhkan budget yang besar. Bagi pengunjung yang berwisata di tempat tersebut bisa menyewa tempat yang disediakan sebesar Rp 100 ribu dari pagi hingga sore. 

Namun bagi pengunjung yang ingin bermalam, tarif sewa tempat untuk satu malam sebesar Rp 150 ribu. Di lokasi tersebut juga telah disediakan kamar ganti, toilet dan air bersih. 

Selain melihat penangkaran penyu belimbing dan burung Cenderawasih, pengunjung juga bisa melakukan snorkling di sekitar Pantai Ame Yepa. 

Terkait dengan tempat wisata ini, Albert Asuwe berharap ekowisata bahari yang dikelolanya dapat menguntungkan masyarakat dan juga pemerintah setempat. 

Dirinya berharap, pemerintah daerah memberikan izin pengelola tempat wisata kepada mereka. Pasalnya, hingga saat ini semua pesisir pantai  yang ada di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura belum memiliki izin wisata.***

Pemandangan Pantai Ame Yepa, Distrik Depapre, kabupaten Jayapura, Sabtu (21/6).   ( FOTO : Elfira/Cepos)

Perjuangan Pasutri Albert Asuwe dan Hana Diawaitouw Menjaga Pantai Ame Yepa, Distrik Depare

Tiga tahun terakhir, pasangan suami istri (Pasutri) Albert Asuwe dan Hana Diawaitouw tinggal di Pantai Ame Yepa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Apa yang dikerjakan Pasutri ini di Pantai Ame Yepa ?

Laporan: Elfira, Jayapura

SELAIN objek wisata Danau Sentani, Kabupaten Jayapura memiliki banyak objek wisata alam lainnya khususnya wisata bahari.

Sejumlah pantai yang sudah banyak dikenal masyarakat di antaranya Pantai Tablanusu di Distrik Depapre merupakan pantai eksotis dengan kerikil di garis pantainya.  

Di Distrik Depapre masih ada satu pantai yang keindahannya tidak kalah dengan Pantai Tablanusu yaitu Pantai Ame Yepa. 

Untuk menjangkau pantai ini memang tidak mudah. Sebelum tiba di pantai yang berada di pantai Utara Pulau Papua, Cenderawasih Pos terlebih dahulu menempuh perjalanan darat menggunakan sepeda motor dari Kota Jayapura ke Distrik Depapre kurang lebih dua jam. 

Tiba di Depapre, perjalanan dilanjutkan menggunakan long boat dari Dermaga Depapre kurang lebih 15 hingga 20 menit. 

Perjalanan panjang yang cukup melelehkan tersebut terobati saat longboat yang ditumpangi Cenderawasih Pos mendekati pesisir Pantai Ame Yepa, Sabtu (21/6) sekira pukul 17.35 WIT. Keindahan pantai yang memiliki panjang kurang lebih 300 meter langsung mengobati rasa lelah selama perjalanan.  

Saat longboat merepat di bibir pantai, pasangan suami istri (Pasutri) Albert Asuwe (44) dan isterinya Hana Diawautouw  (49) langsung menyambut dengan ramah. Pasutri yang telah dikarunia 8 orang anak ini, sudah 3 tahun tinggal di Pantai Ame Yepa tepatnya sejak 4 Juni 2016. 

Pasutri ini menempati satu rumah sederhana beralaskan kayu dan berdinding terpal. Keduanya memutuskan tinggal dan hidup sederhana di pantai tersebut untuk menjaga ekosistem pantai yang mulai terancam. 

Setiap hari, Pasutri ini berteman dengan Penyu Belimbing dan Burung Cenderawasih yang berusaha dijaga keberadaannya agar tidak punah. 

Selain menjaga ekosistem pantai, Albert Asuwe bersama isterinya Hana Diawautouw juga menata pantai tersebut agar untuk menjadi lokasi wisata. Pasutri ini menjaga dan menata Pantai Ame Yepa secara swadaya. 

Setiap hari mereka juga menjaga terumbu karang dengan tidak membiarkan siapa pun yang mencari ikan dengan cara bom, melestarikan penyu, membersihkan pantai dari tumpukan sampah yang dibuang orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga :  Waterpauw Kabaintelkam, Fakhiri Jadi Kapolda Papua

“Kami membagi tugas. Suami saya dengan kegiatannya penangkaran penyu sementara saya mengumpulkan sampah yang kerap berbaris di bibir pantai, bahkan hingga ke terumbu karang yang ada di dasar laut,” ungkap Hana kepada Cenderawasih Pos. 

Perburuan telur penyu, banyaknya sampah, penebangan kayu, pemboman ikan, membuat Pasutri ini memantapkan diri menetap di Pantai Ame.

Usaha dan kerja keras yang dilakukan Pasutri ini tidak sia-sia. Sejak menetap di pantai tersebut, mereka berhasil melepasliarkan 233 ekor penyu belimbing ke laut lepas.   

Keduanya membuat penangkaran penyu lantaran, populasi penyu di pesisir pantai Papua terancam punah. Selain perburuan telur dan daging penyu untuk dikonsumsi manusia, keberadaan penyu ini juga terancam oleh sampah plastik yang banyak dibuang di laut. 

Sebanyak 233 ekor penyu yang telah dilepasliarkan, tidak sedikit yang mati akibat sampah plastik. “Tidak sedikit penyu yang kami temukan mati karena sampah plastik. Ini kami ketahui saat membelah perut penyu yang sudah mati dan kami mendapati sampah plastik,” ucap Albert Asuwe. 

Dengan kondisi yang ada saat ini, Albert Asuwe dan isterinya Hana Diawautouw enggan meninggalkan pantai yang merupakan orang tuanya. Mereka khawatir apabila pantai tersebut ditinggalkan, akan masuk orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk menghabisi penyu yang ada. 

“Dosa bagi kami jika menjadi penghuni bumi lantas tidak bisa menyelamatkan penyu dan karang  dari keegoisan manusia,” tegas Albert Asuwe sambil merapikan tempat penangkaran penyu.

Apa yang dilakukan Pasutri itu belum mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Meskipun mereka sudah menginformasikan kepada pihak terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan tentang penangkaran penyu yang ada di Pantai Ame Yepa.

Penangkaran ini dikelola sendiri oleh Albert Asuwe mulai dari menjaga telur penyu hingga menetas menjadi tukik atau anak penyu dan dilepasliarkan ke laut lepas. 

Selain penyu, di pantai ini juga terdapat burung Cenderawasih.  Pasutri ini juga memberikan perhatian terhadap kelestarian burung Cenderawasih.

Baca Juga :  Data Statistik Harus Disampaikan Terkini dan Valid

Di lokasi yang tidak jauh dari bibir pantai, terdapat kurang lebih 15 ekor burung Cenderawasih yang bisa disaksikan menjelang senja di daerah tersebut. 

Berbeda dengan suaminya yang mengurusi penyu dan burung Cenderawasih, Hana Diawautouw setiap hari membersihkan sampah yang terdampar di pantai. 

Sampah yang dibawa ombak ke pesisir pantai ini menurut Hana rata-rata sampah plastik yang tentunya dapat mengganggu ekosistem di sekitar Pantai Ame Yepa. “Sampah-sampah plastik ini bisa mengganggu kehidupan ikan, penyu dan karang. 

Menurut pengakuannya, sampah yang terdampar di Pantai Ame Yepa berasal dari sampah kapal yang melintas. 

“Setiap kali kapal masuk, maka hari itu juga sampah plastik yang saya kumpulkan 20 karung ukuran 50 kg. Dalam seminggu, saya bisa mengumpulkan 60 karung sampah,” ucapnya dengan nada emosi.  

Sampah yang dikumpulkan itu lalu ia keringkan di tempat yang telah disediakan kemudian membakarnya. Hal ini yang rutin dilakukan Hana setiap hari selama kurang lebih 3 tahun.  

“Masyarakat tak perlu egois soal sampah. Tempat-tempat yang telah disediakan untuk membuang sampah harus dimanfaatkan dengan baik dan tidak menjadikan laut sebagai tempat sampah. Di muka bumi ini, bukan cuman manusia yang hidup namun ada mahluk hidup lainnya juga,” tegasnya. 

Untuk berwisata ke Pantai Ame Yepa, tidak membutuhkan budget yang besar. Bagi pengunjung yang berwisata di tempat tersebut bisa menyewa tempat yang disediakan sebesar Rp 100 ribu dari pagi hingga sore. 

Namun bagi pengunjung yang ingin bermalam, tarif sewa tempat untuk satu malam sebesar Rp 150 ribu. Di lokasi tersebut juga telah disediakan kamar ganti, toilet dan air bersih. 

Selain melihat penangkaran penyu belimbing dan burung Cenderawasih, pengunjung juga bisa melakukan snorkling di sekitar Pantai Ame Yepa. 

Terkait dengan tempat wisata ini, Albert Asuwe berharap ekowisata bahari yang dikelolanya dapat menguntungkan masyarakat dan juga pemerintah setempat. 

Dirinya berharap, pemerintah daerah memberikan izin pengelola tempat wisata kepada mereka. Pasalnya, hingga saat ini semua pesisir pantai  yang ada di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura belum memiliki izin wisata.***

Berita Terbaru

Artikel Lainnya