Friday, April 26, 2024
26.7 C
Jayapura

Banjir Tak Lepas dari Bentuk Perambahan

BANJIR: Tampak kondisi salah satu rumah warga di Kabupaten Keerom yang hingga Jumat (5/2) kemarin masih terendam banjir. ( FOTO: Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Sekda Kabupaten Keerom, Drs. Irwan MMPd., mengungkapkan bahwa bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Keerom tak lepas dari bentuk perambahan hutan. 

Dikatakan, di Kabupaten Keerom ada 4 perusahaan HPH (Hak pengusahaan Hutan) yang beroperasi namun tujuannya adalah pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Hanya saja lanjut Irwan meski sudah berjalan sekira 10 tahun, ternyata lokasi yang dibabat tersebut tak kunjung ditanami. Ia melihat pembukaan lahan hanyalah modus dimana tujuan utamanya adalah kayu. 

 Ia menyebut penyumbang masalah terbesar justru dari HPH. Dimana, HPH ini kalau buang sampah bukan kertas melainkan kayu – kayu yang bentuknya gelondongan. Apabila sudah menumpuk dan sendimen menutup maka pasti lumpur tinggi dan menggenang. 

Sekda Irwan menyatakan bahwa upaya yang harus dilakukan adalah bendungan Tami itu harus dinormalisasi. Sebab jika tidak  akan begini terus. “Nah kami melihat kondisi ini diperparah dengan adanya keberadaan HPH. Dimana HPH ini sendiri kan  setornya ke kementerian, pemerintah pusat. Jadi kami pikir ini harus dipikirkan pemerintah provinsi. Alasan mereka  untuk perkebunan sawit hingga dilakukan clearing area namun yang dikejar sebenarnya bukan sawitnya melainkan kayunya,” beber Sekda Irwan saat ditemui di Gedung Pramuka Keerom, Jumat (5/2).

 Tak hanya itu, ia melihat seperti ada gep dalam  sistem pengelolaan hutan. Sebab daerah tidak bisa mengeluarkan keputusan dan mengontrol karena semua dikeluarkan oleh kementrian dan rekomendasinya dari provinsi . “Kami tinggal menunggu musibah sehingga pemerintah pusat juga perlu melihat bahwa masyarakat yang  tinggal disekitar HPH ini yang akan jadi korban,” tambahnya.

Baca Juga :  Ricuh di Kantor Bupati Paniai, Satu  Warga Tewas

Aktivitas empat HPH menurut Sekda Irwan  sudah mencakup ratusan hektar. Kawasan seluas itu sudah dibabat habis dan kini ada penambahan area. 

 “Ini harusnya pmerintah pusat melakukan evaluasi masak 10 tahun dibuka tidak ditanami. Kan artinya ada niat lain, semisal mengambil kayu  dan kami pikir ini modusnya. Ingin mencari kayu,” singgung Sekda. 

Ia membeberkan dari banjir kemarin terdapat  belasan kampung yang terencam. “Mulai dari Arso Timur dengan 4 kampung, lalu ada sawah yang baru dibuka 100 hektar terendam semua. Lalu di Arso Kota dan Pir I itu menjadi langganan,” sambungnya. 

Disini ia meminta masyarakat harus cerdas karena banjir seperti ini sudah berulang – ulang dimana jika di Arso Kota terjadi banjir di pukul 13.00 WIT maka pukul 16.00 WIT itu banjir itu sudah tiba di Arso 7 dan seharusnya masyarakat sudah bisa mencermati ini dan memulai melakukan evakuasi. 

Tapi kebanyakan masyarakat mengatakan bahwa tidak masalah dan baik – baik saja akhirnya menjadi korban. Pemkab sendiri lanjut Irwan sudah mengingatkan berulang – ulang bahkan menurunkan TNI Polri untuk menjemput namun tidak digubris dan kini jadi korban banjir. “Kami sedikit kesulitan dalam masalah mitigasi karena masyarakat tidak mau   meninggalkan rumahnya,” jelasnya.  Dikatakan saat ini di posko induk ada 111  warga karena sebagian sudah pulang dan di Keerom sendiri ada 4 titik lokasi pengungsian dengan jumlah keseluruhan sebanyak 850 jiwa. 

Baca Juga :  Hari ini KPK Akan Sidangkan Salah Satu Penasehat Hukum LE

 “Kami bersyukur tak ada korban jiwa dan kerugian paling besar memang di pertanian dan pasti gagal panen dimana lombok, kacang – kacangan, pepaya dan juga jagung pasti gagal panen. Bahkan di Kampung Tui ada 67 ton jagung siap jual yang terendam. Ini karena lambat dievakuasi dan butuh tenaga banyak untuk mengangkut hingga akhirnya basah dan terkena banjir. Jagung ini milik warga namun kami memotivasi untuk tidak patah semangat dan setelah kering kita akan tanam lagi  dan kami akan membantu agar bisa segera pulih,” imbuhnya. 

 Disinggung tahun 2020 yang dilakukan Pemkab Keerom dalam hal penanganan bencana, menurut  Sekda Irwan, ada pencucian drainase dari dalam namun dari luar karena ini bebannya balai maka pemerintah daerah juga tidak  bisa berbuat banyak sebab anggaran juga terbatas. “Paling hanya itu yang bisa kami lakukan,” tutupnya. (ade/nat) 

BANJIR: Tampak kondisi salah satu rumah warga di Kabupaten Keerom yang hingga Jumat (5/2) kemarin masih terendam banjir. ( FOTO: Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Sekda Kabupaten Keerom, Drs. Irwan MMPd., mengungkapkan bahwa bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Keerom tak lepas dari bentuk perambahan hutan. 

Dikatakan, di Kabupaten Keerom ada 4 perusahaan HPH (Hak pengusahaan Hutan) yang beroperasi namun tujuannya adalah pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Hanya saja lanjut Irwan meski sudah berjalan sekira 10 tahun, ternyata lokasi yang dibabat tersebut tak kunjung ditanami. Ia melihat pembukaan lahan hanyalah modus dimana tujuan utamanya adalah kayu. 

 Ia menyebut penyumbang masalah terbesar justru dari HPH. Dimana, HPH ini kalau buang sampah bukan kertas melainkan kayu – kayu yang bentuknya gelondongan. Apabila sudah menumpuk dan sendimen menutup maka pasti lumpur tinggi dan menggenang. 

Sekda Irwan menyatakan bahwa upaya yang harus dilakukan adalah bendungan Tami itu harus dinormalisasi. Sebab jika tidak  akan begini terus. “Nah kami melihat kondisi ini diperparah dengan adanya keberadaan HPH. Dimana HPH ini sendiri kan  setornya ke kementerian, pemerintah pusat. Jadi kami pikir ini harus dipikirkan pemerintah provinsi. Alasan mereka  untuk perkebunan sawit hingga dilakukan clearing area namun yang dikejar sebenarnya bukan sawitnya melainkan kayunya,” beber Sekda Irwan saat ditemui di Gedung Pramuka Keerom, Jumat (5/2).

 Tak hanya itu, ia melihat seperti ada gep dalam  sistem pengelolaan hutan. Sebab daerah tidak bisa mengeluarkan keputusan dan mengontrol karena semua dikeluarkan oleh kementrian dan rekomendasinya dari provinsi . “Kami tinggal menunggu musibah sehingga pemerintah pusat juga perlu melihat bahwa masyarakat yang  tinggal disekitar HPH ini yang akan jadi korban,” tambahnya.

Baca Juga :  Korban Pembunuhan Warga Sipil dan Tak Ada Pengungsian

Aktivitas empat HPH menurut Sekda Irwan  sudah mencakup ratusan hektar. Kawasan seluas itu sudah dibabat habis dan kini ada penambahan area. 

 “Ini harusnya pmerintah pusat melakukan evaluasi masak 10 tahun dibuka tidak ditanami. Kan artinya ada niat lain, semisal mengambil kayu  dan kami pikir ini modusnya. Ingin mencari kayu,” singgung Sekda. 

Ia membeberkan dari banjir kemarin terdapat  belasan kampung yang terencam. “Mulai dari Arso Timur dengan 4 kampung, lalu ada sawah yang baru dibuka 100 hektar terendam semua. Lalu di Arso Kota dan Pir I itu menjadi langganan,” sambungnya. 

Disini ia meminta masyarakat harus cerdas karena banjir seperti ini sudah berulang – ulang dimana jika di Arso Kota terjadi banjir di pukul 13.00 WIT maka pukul 16.00 WIT itu banjir itu sudah tiba di Arso 7 dan seharusnya masyarakat sudah bisa mencermati ini dan memulai melakukan evakuasi. 

Tapi kebanyakan masyarakat mengatakan bahwa tidak masalah dan baik – baik saja akhirnya menjadi korban. Pemkab sendiri lanjut Irwan sudah mengingatkan berulang – ulang bahkan menurunkan TNI Polri untuk menjemput namun tidak digubris dan kini jadi korban banjir. “Kami sedikit kesulitan dalam masalah mitigasi karena masyarakat tidak mau   meninggalkan rumahnya,” jelasnya.  Dikatakan saat ini di posko induk ada 111  warga karena sebagian sudah pulang dan di Keerom sendiri ada 4 titik lokasi pengungsian dengan jumlah keseluruhan sebanyak 850 jiwa. 

Baca Juga :  Menyeberang Jalan, Bocah 8 Tahun Tewas Ditabrak Truk

 “Kami bersyukur tak ada korban jiwa dan kerugian paling besar memang di pertanian dan pasti gagal panen dimana lombok, kacang – kacangan, pepaya dan juga jagung pasti gagal panen. Bahkan di Kampung Tui ada 67 ton jagung siap jual yang terendam. Ini karena lambat dievakuasi dan butuh tenaga banyak untuk mengangkut hingga akhirnya basah dan terkena banjir. Jagung ini milik warga namun kami memotivasi untuk tidak patah semangat dan setelah kering kita akan tanam lagi  dan kami akan membantu agar bisa segera pulih,” imbuhnya. 

 Disinggung tahun 2020 yang dilakukan Pemkab Keerom dalam hal penanganan bencana, menurut  Sekda Irwan, ada pencucian drainase dari dalam namun dari luar karena ini bebannya balai maka pemerintah daerah juga tidak  bisa berbuat banyak sebab anggaran juga terbatas. “Paling hanya itu yang bisa kami lakukan,” tutupnya. (ade/nat) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya