Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Sangat Disayangkan, Satu-satunya Dokter Paru Tewas di Tangan Cleaning Service

JAYAPURA – Kasus pembunuhan seorang dokter di Nabire yang diduga karena terjadi pemotongan insentif Covid 19  tidak hanya menjadi keprihatinan bagi tenaga medis di Papua tetapi juga akademisi. Dikatakan hal ini bisa saja tak terjadi apabila semua dibuka secara transparan terkait penyaluran insentif tersebut.

Ia ustru melihat bisa jadi  terjadi praktek pemotongan sepihak  dibalik penyaluran dana insentif pelayanan Covid di Papua.

Hanya dosen Fisip Uncen ini berpendapat bahwa bisa jadi para dokter dan perawat serta tenaga teknis kesehatan lainnya adalah   korban – korban dari orang – orang dilevel pimpinan yang tidak bertanggung jawab. 

“Saya pikir direktur rumah sakit daerah atau rumah sakit rujukan Covid yang paling bertanggung jawab terhadap belum dibayarkannya honor insentif selama pelayanan covid hingga saat ini. Itu termasuk yang sudah dibayarkan namun tetap mendapat potongan yang tidak jelas,” bebernya.

Baca Juga :  RSUD Jayapura Akui Ketersediaan Tempat Tidur Masih Memadai

Yaung menyoroti  tenaga medis berdiri di garda terdepan melawan Covid telah pertaruhkan nyawa. Sudah banyak yang dikorbankan. Bahkan tak sedikit teman sejawat meninggal dalam pelayanan covid.

Lalu jika diperlakukan secara tidak adil dengan mengurangi dana insentif Covid dan mengurangi jumlah uang yang harus diterima sesuai hak mereka yg diatur dalam aturan maka ini menjadi cermin pimpinan yang tidak bermoral.

“Saya juga mendapat informasi jika masih banyak dana insentif pelayanan covid yang belum  dituntaskan hingga terjadi aksi protes bahkan demo yang dilakukan para tenaga medis. Ini miris sekali,” singgungnya.

Ia mengingatkan untuk para pejabat tidak mengambil apa yang bukan menjadi hak dan jangan pernah mengurangi ataupun menahan hak seseorang.

Baca Juga :  Lima Direktur Sampaikan Permohonan Maaf Karena Tak Berdaya

“Saya pikir banyak yang berharap persoalan insentif ini bisa segera dituntaskan dan menyerahkan kepada yang punya hak. Jangan sampai terjadi di Nabire terjadi ditempat lain dan rumah sakit sepatutnya menjadi rumah pelayanan  kemanusiaan yang bebas dari korupsi,” tutupnya. (ade/wen)

JAYAPURA – Kasus pembunuhan seorang dokter di Nabire yang diduga karena terjadi pemotongan insentif Covid 19  tidak hanya menjadi keprihatinan bagi tenaga medis di Papua tetapi juga akademisi. Dikatakan hal ini bisa saja tak terjadi apabila semua dibuka secara transparan terkait penyaluran insentif tersebut.

Ia ustru melihat bisa jadi  terjadi praktek pemotongan sepihak  dibalik penyaluran dana insentif pelayanan Covid di Papua.

Hanya dosen Fisip Uncen ini berpendapat bahwa bisa jadi para dokter dan perawat serta tenaga teknis kesehatan lainnya adalah   korban – korban dari orang – orang dilevel pimpinan yang tidak bertanggung jawab. 

“Saya pikir direktur rumah sakit daerah atau rumah sakit rujukan Covid yang paling bertanggung jawab terhadap belum dibayarkannya honor insentif selama pelayanan covid hingga saat ini. Itu termasuk yang sudah dibayarkan namun tetap mendapat potongan yang tidak jelas,” bebernya.

Baca Juga :  Komnas HAM Turunkan Tim ke Mimika

Yaung menyoroti  tenaga medis berdiri di garda terdepan melawan Covid telah pertaruhkan nyawa. Sudah banyak yang dikorbankan. Bahkan tak sedikit teman sejawat meninggal dalam pelayanan covid.

Lalu jika diperlakukan secara tidak adil dengan mengurangi dana insentif Covid dan mengurangi jumlah uang yang harus diterima sesuai hak mereka yg diatur dalam aturan maka ini menjadi cermin pimpinan yang tidak bermoral.

“Saya juga mendapat informasi jika masih banyak dana insentif pelayanan covid yang belum  dituntaskan hingga terjadi aksi protes bahkan demo yang dilakukan para tenaga medis. Ini miris sekali,” singgungnya.

Ia mengingatkan untuk para pejabat tidak mengambil apa yang bukan menjadi hak dan jangan pernah mengurangi ataupun menahan hak seseorang.

Baca Juga :  RSUD Jayapura Akui Ketersediaan Tempat Tidur Masih Memadai

“Saya pikir banyak yang berharap persoalan insentif ini bisa segera dituntaskan dan menyerahkan kepada yang punya hak. Jangan sampai terjadi di Nabire terjadi ditempat lain dan rumah sakit sepatutnya menjadi rumah pelayanan  kemanusiaan yang bebas dari korupsi,” tutupnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya