Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Korban Pelanggaran HAM Wamena Tolak Penyelesaian Non Yudisial

WAMENA – Korban dan keluarga korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Wamena dalam Kasus pembobolan gudang Senjata Makodim 1702/ Jayawijaya tahun 2003 lalu menolak inisiatif pemerintah Pusat untuk diselesaikan dengan cara non Yurudisial, sebab dinilai masalah antara pelaku dan korban tak bisa terselesaikan sehingga butuh lembaga yang netral.

Salah satu Korban Pelanggaran HAM di Jayawijaya Linus Hiluka menyatakan inisiatif pemerintah Pusat untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran ham yang diangkat ditahun lalu khususnya dalam kasus pembobolan gudang senjata kodim 1702/ Jayawijaya pada tahun 2003 lalu secara non yuridisial sudah ditolak.

“Hari ini genap 20 tahun kasus pelanggaran HAM Penyerangan makodim 1702/ Jayawijaya, dimana pemerintah pusat sudah menfasilitasi untuk diselesaikan dengan cara Non Yuridisial namun kami dari korban dan keluarga korban tetap menolak isisiatif tersebut,” ungkapnya Selasa (4/4) saat ditemui di Kediaman salah satu Penggiat HAM Papua pegunungan Theo Hesegam.

Linus Hiluka menilai penyelesaian kasus pelanggaran Ham secara Non Yusirisal dianggap tidak tepat sebab antara pemerintah sebagai pelaku dan mereka sebagai korban, ini tidak bisa di selesaikan artinya pelaku tidak bisa menyelesaikan masalah itu dan korban juga tak bisa menyelesaikan masalah tersebut dan dibutuhkan lembaga yang netral.

“untuk menyelesaikan masalah ini kami meminta kepada Negara Republik Indonesia dalam Hal ini Bapak Presiden iinkan dan mengudang komisioner tinggi HAM PBB masuk untuk mediasi dan menyelesaikan masalah ini sebab mereka ini adalah lembaga yang independent dan tak memiliki kepentingan,” tegasnya.

Baca Juga :  Akan Menggandeng Seluruh komponen

Ia menyatakan di PBB sudah ada komisi itu, sehingga mengapa harus sibuk antara korban dan pelaku untuk menyelesaikan masalah ini, namun pada akhirnya tidak ada titik temu, minta saja kepada komisi yang ada di PBB untuk menfasilitasi dan menyelesaikan masalah ini.

“kami mendesak dan meminta kepada negera untuk mengijinkan kedatangan Komisioner tinggi Ham PBB untuk menyelesaikan masalah ini, sebab percuma ada perpanjangan perpres untuk menyelesaikan masalah ini dan menyelesaikan dengan cara Non Yuridisial, pertanyaannya siapa dulu yang menyelesaikan,” kata Linus

Linus juga meminta kepada pemerintah apabila ingin melakukan koordinasi dengan Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM harus melalui Pemerati HAM Papua pegunungan Theo Hesegem, beliau yang akan memfasilitasi untuk mempertemukan korban dengan keluarga korban dan ia juga sudah dipercayakan untuk menfasilitasi penyelesaikan masalah ini.

“kami juga minta agar SK Remisi yang diberikan Presiden RI kepada saya itu di LP Abepura sampai saat ini ada di Saudara Mathius Murib yang membawanya, sampai 20 tahun ini kami belum mendapatkannya sedangkan yang menjalani hukuman itu kami, apa yang dibicarakan mengatasnamakan kami itu semua tak benar,” bebernya lagi.

Baca Juga :  Lifter Indonesia, Lisa Rumbewas Tutup Usia

Di tempat yang sama Pemerati Ham Papua pegunungan Theo Hesegem menyatakan sebenarnya niat pemerintah baik untuk menyelesaikan kasus yang selama ini menjadi desakan internasional sehingga itu solusi sudah dicarikan dalam bentuk penyelesaian Yuridisial dan Non Yuridisial, namun kalau dilihat hal itu ada pada korban dan keluarga korban.

“Apapun yang disampaikan oleh korban dan keluarga korban ini harus menjadi perhatian oleh pemerintah pusat, agar tidak terkesan terabaikan, apapun yang disampaikan pemerintah suara korban itu harus didengar dan perlu di jawab dan didokumentasikan sehingga ada solusi untuk menyelesaikan masalah ini,” jelasnya.

Persoalan di Papua ini tak sama dengan persoalan di daerah lain, di Papua lebih kental dengan politik oleh sebab itu penyelesaian pemerintah dengan korban dianggap tidak puas oleh korban dan keluarga korban, artinya keluarga korban mencari keadilan sehingga korban dan pelaku tak pernah menyelesaikan masalah ini sehingga perlu ada pihak ke tiga.

“Di tahun lalu keluarga korban sudah menolak, namun perkembangannya belum diketahui karena kami belum mendapat respon, namun kepresnya diperpanjang lagi sehingga saya juga tak tahu proses penyelesaiannya seperti apa lagi,” tutupnya. (jo/wen)

WAMENA – Korban dan keluarga korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Wamena dalam Kasus pembobolan gudang Senjata Makodim 1702/ Jayawijaya tahun 2003 lalu menolak inisiatif pemerintah Pusat untuk diselesaikan dengan cara non Yurudisial, sebab dinilai masalah antara pelaku dan korban tak bisa terselesaikan sehingga butuh lembaga yang netral.

Salah satu Korban Pelanggaran HAM di Jayawijaya Linus Hiluka menyatakan inisiatif pemerintah Pusat untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran ham yang diangkat ditahun lalu khususnya dalam kasus pembobolan gudang senjata kodim 1702/ Jayawijaya pada tahun 2003 lalu secara non yuridisial sudah ditolak.

“Hari ini genap 20 tahun kasus pelanggaran HAM Penyerangan makodim 1702/ Jayawijaya, dimana pemerintah pusat sudah menfasilitasi untuk diselesaikan dengan cara Non Yuridisial namun kami dari korban dan keluarga korban tetap menolak isisiatif tersebut,” ungkapnya Selasa (4/4) saat ditemui di Kediaman salah satu Penggiat HAM Papua pegunungan Theo Hesegam.

Linus Hiluka menilai penyelesaian kasus pelanggaran Ham secara Non Yusirisal dianggap tidak tepat sebab antara pemerintah sebagai pelaku dan mereka sebagai korban, ini tidak bisa di selesaikan artinya pelaku tidak bisa menyelesaikan masalah itu dan korban juga tak bisa menyelesaikan masalah tersebut dan dibutuhkan lembaga yang netral.

“untuk menyelesaikan masalah ini kami meminta kepada Negara Republik Indonesia dalam Hal ini Bapak Presiden iinkan dan mengudang komisioner tinggi HAM PBB masuk untuk mediasi dan menyelesaikan masalah ini sebab mereka ini adalah lembaga yang independent dan tak memiliki kepentingan,” tegasnya.

Baca Juga :  Anggota KKB Ditangkap Saat ke Pasar

Ia menyatakan di PBB sudah ada komisi itu, sehingga mengapa harus sibuk antara korban dan pelaku untuk menyelesaikan masalah ini, namun pada akhirnya tidak ada titik temu, minta saja kepada komisi yang ada di PBB untuk menfasilitasi dan menyelesaikan masalah ini.

“kami mendesak dan meminta kepada negera untuk mengijinkan kedatangan Komisioner tinggi Ham PBB untuk menyelesaikan masalah ini, sebab percuma ada perpanjangan perpres untuk menyelesaikan masalah ini dan menyelesaikan dengan cara Non Yuridisial, pertanyaannya siapa dulu yang menyelesaikan,” kata Linus

Linus juga meminta kepada pemerintah apabila ingin melakukan koordinasi dengan Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM harus melalui Pemerati HAM Papua pegunungan Theo Hesegem, beliau yang akan memfasilitasi untuk mempertemukan korban dengan keluarga korban dan ia juga sudah dipercayakan untuk menfasilitasi penyelesaikan masalah ini.

“kami juga minta agar SK Remisi yang diberikan Presiden RI kepada saya itu di LP Abepura sampai saat ini ada di Saudara Mathius Murib yang membawanya, sampai 20 tahun ini kami belum mendapatkannya sedangkan yang menjalani hukuman itu kami, apa yang dibicarakan mengatasnamakan kami itu semua tak benar,” bebernya lagi.

Baca Juga :  Giliran Baya Biru Jadi Sasaran Serangan KKB

Di tempat yang sama Pemerati Ham Papua pegunungan Theo Hesegem menyatakan sebenarnya niat pemerintah baik untuk menyelesaikan kasus yang selama ini menjadi desakan internasional sehingga itu solusi sudah dicarikan dalam bentuk penyelesaian Yuridisial dan Non Yuridisial, namun kalau dilihat hal itu ada pada korban dan keluarga korban.

“Apapun yang disampaikan oleh korban dan keluarga korban ini harus menjadi perhatian oleh pemerintah pusat, agar tidak terkesan terabaikan, apapun yang disampaikan pemerintah suara korban itu harus didengar dan perlu di jawab dan didokumentasikan sehingga ada solusi untuk menyelesaikan masalah ini,” jelasnya.

Persoalan di Papua ini tak sama dengan persoalan di daerah lain, di Papua lebih kental dengan politik oleh sebab itu penyelesaian pemerintah dengan korban dianggap tidak puas oleh korban dan keluarga korban, artinya keluarga korban mencari keadilan sehingga korban dan pelaku tak pernah menyelesaikan masalah ini sehingga perlu ada pihak ke tiga.

“Di tahun lalu keluarga korban sudah menolak, namun perkembangannya belum diketahui karena kami belum mendapat respon, namun kepresnya diperpanjang lagi sehingga saya juga tak tahu proses penyelesaiannya seperti apa lagi,” tutupnya. (jo/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya