Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa, saat ini semua jenis ilmu pengetahuan telah disajikan dalam smartphone dan laptop, namun yang menjadi persoalan, apakah anak-anak punya budaya membaca atau tidak? Selain itu, tingkatnya minat baca para pelajar disebabkan jika seorang anak mempunyai persaingan di sekolah atau di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Hal ini menurut guru besar yang akrab disapa prof Ave itu dapat meningkatkan minat baca anak-anak.
Sebut profesor, budaya membaca memiliki peran penting dalam menentukan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kebiasaan membaca sejak dini membentuk pola pikir kritis, daya analisis, serta kreativitas yang dibutuhkan generasi muda di era milenial.
Sayangnya, rendahnya minat baca pelajar di Indonesia menjadi tantangan besar yang berdampak langsung pada daya saing sumber daya manusia di tingkat global.
Menurutnya, kemajuan sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alam, tetapi juga seberapa tinggi kualitas literasi masyarakatnya.
“Minat baca yang tinggi akan melahirkan individu dengan wawasan luas, siap menghadapi perubahan, serta mampu beradaptasi di tengah perkembangan teknologi. Oleh karena itu, memahami pentingnya budaya membaca merupakan langkah awal dalam memperbaiki kondisi literasi pelajar,” terangnya.
Penggunaan gadget yang berlebihan akan berdampak terhadap menurunnya minat baca. Hal ini disebabkan karena gadget atau smartphone, cenderung banyak dimanfaatkan untuk bermain game, mendengarkan musik, mengakses YouTube, Instagram, dan aktivitas hiburan lainnya dan cenderung tidak dimafaatkan untuk mengakses berita, atau informasi bahkan untuk membaca e-book.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa adanya penurunan minat baca yang terjadi pada anak-anak karena tidak diimbangi dengan penggunaan gadget untuk media membaca.
“Penurunan minat baca yang disebabkan karena dominasi penggunaan gadget dalam kehidupan anak-anak.