Thursday, December 4, 2025
24.9 C
Jayapura

Kurangnya Minat Baca Berdampak Buruk di Era Digital

JAYAPURA – Rendahnya minat baca para pelajar Indonesia terutama di Papua menjadi isu serius yang memengaruhi kualitas pendidikan nasional dan di daerah. Kemampuan membaca tidak hanya sekadar memahami teks, melainkan juga membuka jalan menuju pengetahuan yang lebih luas.Sayangnya, kebiasaan membaca siswa di berbagai jenjang pendidikan masih jauh dari harapan.

Banyak pihak menilai bahwa tingkat literasi suatu bangsa berhubungan erat dengan kemajuan peradaban. Negara-negara dengan budaya membaca yang tinggi cenderung lebih inovatif serta mampu bersaing di kancah global.Sebaliknya, rendahnya minat baca membuat generasi muda kesulitan menghadapi tantangan era digital yang serba cepat.

Fenomena rendahnya minat baca pelajar tentu tidak muncul begitu saja. Berbagai faktor memengaruhi, mulai dari akses bacaan yang terbatas hingga dominasi teknologi hiburan. Kepada Cenderawasih Pos, Guru Besar Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS, memberikan pandangannya mengenai dampak gadget atau kemajuan teknologi terhadap minat baca anak.

Baca Juga :  Dihadang KSB, 1 Prajurit TNI Gugur
Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS. (foto:Jimi/Cepos)

Sebut profesor di Indonesia terutama di Papua saat ini dihadapkan dengan dua fenomena yang sedang dihadapi masyarakat. Kedua fenomena tersebut yakni fenomena membaca secara manual dengan mengunakan buku dan teknologi.

Faktor lain dari dari kurangnya minat baca bagi masyarakat terutama pelajar ungkap profesor adalah karena faktor budaya. Jelasnya budaya kurang membaca di Indonesia secara umum bersifat turun-menurun.

“Budaya itu harus bisa dibinah, tetapi jangan lupa bawa kehidupan masyarakat itu bukan hanya mempersiapkan diri untuk mengajar. Tetapi bagaimana setiap keluarga menghidupkan dirinya, mencari makan, bekerja dan lainnya sebagai,” kata profesor Ave, melalui telepon selulernya, Selasa (2/12).

JAYAPURA – Rendahnya minat baca para pelajar Indonesia terutama di Papua menjadi isu serius yang memengaruhi kualitas pendidikan nasional dan di daerah. Kemampuan membaca tidak hanya sekadar memahami teks, melainkan juga membuka jalan menuju pengetahuan yang lebih luas.Sayangnya, kebiasaan membaca siswa di berbagai jenjang pendidikan masih jauh dari harapan.

Banyak pihak menilai bahwa tingkat literasi suatu bangsa berhubungan erat dengan kemajuan peradaban. Negara-negara dengan budaya membaca yang tinggi cenderung lebih inovatif serta mampu bersaing di kancah global.Sebaliknya, rendahnya minat baca membuat generasi muda kesulitan menghadapi tantangan era digital yang serba cepat.

Fenomena rendahnya minat baca pelajar tentu tidak muncul begitu saja. Berbagai faktor memengaruhi, mulai dari akses bacaan yang terbatas hingga dominasi teknologi hiburan. Kepada Cenderawasih Pos, Guru Besar Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS, memberikan pandangannya mengenai dampak gadget atau kemajuan teknologi terhadap minat baca anak.

Baca Juga :  Umat Katolik Harus Meneladani Kisah Sengsara Yesus
Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS. (foto:Jimi/Cepos)

Sebut profesor di Indonesia terutama di Papua saat ini dihadapkan dengan dua fenomena yang sedang dihadapi masyarakat. Kedua fenomena tersebut yakni fenomena membaca secara manual dengan mengunakan buku dan teknologi.

Faktor lain dari dari kurangnya minat baca bagi masyarakat terutama pelajar ungkap profesor adalah karena faktor budaya. Jelasnya budaya kurang membaca di Indonesia secara umum bersifat turun-menurun.

“Budaya itu harus bisa dibinah, tetapi jangan lupa bawa kehidupan masyarakat itu bukan hanya mempersiapkan diri untuk mengajar. Tetapi bagaimana setiap keluarga menghidupkan dirinya, mencari makan, bekerja dan lainnya sebagai,” kata profesor Ave, melalui telepon selulernya, Selasa (2/12).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya