Thursday, March 28, 2024
31.7 C
Jayapura

Proses Otopsi Pdt Zanambani, Diperlukan Pengamanan Ekstra

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab saat memberikan keterangan persnya di Mapolda Papua, Senin (2/11). ( FOTO:  Elfira/Cepos)

*Komnas HAM Kirim Temuan Tim Investigasi Kepada Presiden

JAYAPURA- Dalam waktu dekat, Polda Papua akan melakukan otopsi jenazah Pdt Yeremia Zanambani yang meninggal akibat ditembak pada September lalu di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Tujuan  otopsi ini untuk mengungkap pelaku yang terlibat dalam penembakan Pdt Yeremia hingga tuntas. 

Kapolda Papua Irjen Pol. Paulus Waterpauw mengatakan, otopsi jenazah  Pdt Yeremia akan melibatkan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM. Hal ini sesuai permintaan keluarga korban.

“Untuk otopsi sedang disinergikan, namun direncanakan minggu ini kita bisa laksanakan otopsi,” kata Kapolda Paulus Waterpauw didampingi Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab di Mapolda Papua, Senin (2/11).

Dalam proses otopsi nanti, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemda setempat untuk membantu proses ini. Serta melihat dampak dari upaya untuk melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk melakukan otopsi.

“Perlu ketenangan  tim medis untuk melakukan otopsi. Jangan sampai di sana (Hitadipa-red) mendapat gangguan lagi, sehingga memerlukan jaminan dari kita semua,” ucap Kapolda.

Menurut Kapolda, ada dua kemungkinan  proses otopsi dilakukan. Setelah digali kuburan dari jenazah Pdt Yeremia langsung dibawa ke Timika dan kemungkinan kedua otopsi dilakukan di tempat.

“Diperlukan upaya pengamanan ekstra di Distrik Hitadipa,  Kabupaten Intan Jaya  yang menjadi lokasi pelaksanaan otopsi jenazah Yeremia. Sebab, diperkirakan KKB masih berada di sana,” tegasnya.

Untuk pelakunya sendiri lanjut Kapolda, sebagai orang tak dikenal dan masih dalam penyelidikan. Yang pasti, kematian Pdt. Yeremia dengan cara dimana pelaku menembak korban pada lengan tangan kiri dan menusuk korban pada bagian punggung di bawah  leher hingga mengakibatkan Pdt. Yeremia meninggal dunia.

“Barang bukti yang diamankan di TKP yakni satu lembar daun pintu kandang ternak babi yang terdapat lubang yang diduga lubang tembus akibat tembakan, tiga serpihan logam yang diduga serpihan proyektil, satu bilah parang, satu buah jerigan terdapat lubang bekas tembakan,” jelas Kapolda.

Diketahui  KKB dibawah pimpinan Sabinus Waker menyerang aparat keamanan dan warga sipil selama 10 bulan terakhir di Intan Jaya. Total sebanyak 22 aksi penembakan yang menyebabkan tiga warga serta dua angggota TNI AD meninggal dunia dan delapan orang luka-luka.

Adapun jumlah KKB yang berada di Intan Jaya sekitar 50 orang dan memiliki  17 pucuk senjata api yang dirampas dari aparat keamanan.

“Kami akan berupaya semaksimal mungkin, sehingga tim dokter bersama TGPF melaksanakan otopsi jenazah  Pdt Yeremia tanpa merasa ketakutan.  Kami akan menyiapkan strategi untuk mencegah serangan dari kelompok kriminal bersenjata di Distrik Hitadipa,”   tegasnya.

 Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab mengatakan, terkait dengan kematian Pdt Zanambani ada beberapa masukan baik dari TGPF ataupun Komnas HAM. Namun, semua itu percayakan kepada tim penyidik umum yaitu Kepolisian untuk melakukan.

Baca Juga :  Presiden: Pemerintah Tak Tinggal Diam

Sehingga, jika ada hal-hal  yang nanti ada indikasi menjurus siapa yang melakukan di lapangan misalkan kepada oknum  TNI maka akan dilakukan proses hukum.

“Perlu diingat juga, ada korban dari kami anggota TNI yang meninggal dan terluka akibat ditembak, kepada saudara saya yang beda pendapat agar kembali menata diri dan membangun daerah sehingga hidup aman dan damai,” tegasnya. 

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan hasil investigasi penembakan Pendeta Yeremia Zanambani kemarin (2/11). Serupa temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya, Komnas HAM menduga ada keterlibatan personel TNI dalam insiden berdarah tersebut.

Choirul Anam yang memimpin tim investigasi tersebut menyatakan bahwa pihaknya tidak sembarangan menarik kesimpulan. Setelah mengumpulkan data serta informasi dari lokasi kejadian, mereka mengundang ahli dan pakar untuk meyakinkan temuan tim di lapangan komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan.

Secara terbuka, Anam mengungkapkan bahwa hasil investigasi menunjukkan bahwa pelaku langsung di balik peristiwa penembakan itu diduga merupakan personel TNI. Tepatnya personel yang didatangkan untuk mempersiapkan pembentukan koramil di Hitadipa. ”Diduga bahwa pelaku adalah saudara Alpius (Hasim Madi), wakil danramil Hitadipa,” terang Anam.

Nama tersebut muncul dari keterangan saksi yang ditanyai oleh tim investigasi Komnas HAM. Termasuk saksi yang sempat menemui Pendeta Yeremia sebelum mengembuskan nafas terakhir. ”Sebagaimana pengakuan langsung korban sebelum meninggal dunia kepada dua orang saksi,” kata Anam.

Tidak hanya itu, Anam menyebut, saksi-saksi lain menyampaikan bahwa Alpius bersama beberapa anggota TNI lain muncul di sekitar lokasi kejadian dan sempat mencari Pendeta Yeremia. Dia pun menjelaskan lagi peristiwa penembakan Pendeta Yeremia merupakan bagian rangkaian kejadian. Sebelum korban meninggal dunia, KKB menembaki personel TNI.

Yakni penembakan terhadap Serka Sahlan. Tidak hanya ditembak, senjata api milik prajurit TNI itu juga dirampas oleh KKB. Komnas HAM menduga, Alpius ditugasi untuk menyisir dan mencari keberadaan senjata api itu. Menurut Komnas HAM, personel TNI di Hitadipa sempat mengumpulkan masyarakat setempat untuk mengirim pesan agar senjata tersebut dikembalikan.

Ketika masyarakat dikumpulkan, sambung Anam, nama Pendeta Yeremia turut disebut sebagai musuh oleh personel TNI. ”Pendeta Yeremia Zanambani diduga sudah menjadi target atau dicari oleh terduga pelaku,” ujarnya. Tim investigasi Komnas HAM menduga Alpius bersama anggotanya memaksa Pendeta Yeremia memberi informasi keberadaan senjata yang dicari TNI.

Bersamaan dengan itu, Anam menyebut, Pendeta Yeremia diduga mengalami penyiksaan. Bahkan, dia menyatakan tindakan-tindakan yang dilakukan terduga pelaku menjurus pada extra judicial killing. Komnas HAM menduga Pendeta Yeremia mengalami luka berat akibat tembakan dari jarak dekat sehingga korban kehabisan darah. ”Dilihat dari bekas luka tembakan,” imbuhnya.

Baca Juga :  Punya Hak Pilih, Pastikan Terdaftar Dalam DPT

Temuan tim investigasi lapangan juga mencatat dugaan senjata yang digunakan menembak Pendeta Yeremia berjenis pistol, shot gun, atau senjata api jarak pendek lainnya. ”Yang memungkinkan digunakan dalam ruang (kandang babi) tersebut,” beber Anam. Lebih lanjut, kata dia, timnya juga menduga ada pelaku tidak langsung dalam peristiwa penembakan itu.

Yakni pihak yang memberi perintah untuk mencari senjata yang dirampas oleh KKB dari Serka Sahlan. ”Pemberi perintah itu patut diduga merupakan pelaku tidak langsung,” jelasnya. Tidak hanya itu, mereka juga mendapati upaya yang dilakukan untuk mengaburkan fakta dalam peristiwa penembakan Pendeta Yeremia. Itu tampak dari belasan lubang tembakan di kandang babi.

Setelah didalami oleh Komnas HAM, belasan lubang tembakan yang tidak beraturan itu diyakini dilesakkan dari jarak dekat. ”Sekitar sembilan sampai sepuluh meter dari luar kandang,” ungkap Anam. ”Selain itu, terdapat upaya agar korban segera dikuburkan tidak lama setelah kejadian, (diduga) juga sebagai upaya untuk tidak dilakukan pemeriksaan jenazah,” tambahnya.

Temuan-temuan itu mendorong Komnas HAM mengirim rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo. Di antaranya mengungkap peristiwa penembakan itu sampai seluruh pihak yang bertanggung jawab diadili. Mereka juga meminta supaya dilaksanakan peradilan konektivitas lantaran dugaan-dugaan awal menyatakan keterlibatan personel TNI.

Komnas HAM juga meminta supaya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut turun tangan. Mengingat banyak saksi yang dinilai butuh perlindungan untuk mengungkap kasus tersebut. Mereka pun meminta agar fungsi kepolisian untuk menjalankan tugas penegakan hukum di Intan Jaya diperkuat lagi.

Di lain pihak, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel Czi I. G. N. Suriastawa menyebutkan bahwa, sah-sah saja bila Komnas HAM menyebut terduga pelaku penembakan Pendeta Yeremia adalah personel TNI. Namun dia mengingatkan bahwa sejauh ini belum ditemukan bukti kuat terkait hal itu.

Suriastawa menyatakan, jika memang terbukti ada personel TNI yang terlibat, pihaknya sudah pasti bertindak. ”TNI akan menindak tegas terhadap oknum aparat tersebut sesuai hukum yang berlaku,” beber perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu. 

Lanjutnya, investigasi kasus penembakan di Intan Jaya jangan hanya terfokus pada kasus Pdt Yeremia saja. Namun, diperlukan adanya investigasi terhadap kasus penembakan yang terjadi sejak awal September yang menyebabkan tiga warga sipil dan dua anggota TNI AD meninggal dunia. 

“Jangan hanya fokus pada satu kasus saja, sehingga menyebabkan aksi  KKB terlupakan. Mereka (KKB-red) yang menjadi sumber masalah gangguan keamanan di Papua,” tegasnya. 

Sebelumnya, Kogabwilhan III sempat menyatakan, pelaku penembakan Pendeta Yeremia adalah KKB. (fia/syn/nat/JPG)

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab saat memberikan keterangan persnya di Mapolda Papua, Senin (2/11). ( FOTO:  Elfira/Cepos)

*Komnas HAM Kirim Temuan Tim Investigasi Kepada Presiden

JAYAPURA- Dalam waktu dekat, Polda Papua akan melakukan otopsi jenazah Pdt Yeremia Zanambani yang meninggal akibat ditembak pada September lalu di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Tujuan  otopsi ini untuk mengungkap pelaku yang terlibat dalam penembakan Pdt Yeremia hingga tuntas. 

Kapolda Papua Irjen Pol. Paulus Waterpauw mengatakan, otopsi jenazah  Pdt Yeremia akan melibatkan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM. Hal ini sesuai permintaan keluarga korban.

“Untuk otopsi sedang disinergikan, namun direncanakan minggu ini kita bisa laksanakan otopsi,” kata Kapolda Paulus Waterpauw didampingi Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab di Mapolda Papua, Senin (2/11).

Dalam proses otopsi nanti, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemda setempat untuk membantu proses ini. Serta melihat dampak dari upaya untuk melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk melakukan otopsi.

“Perlu ketenangan  tim medis untuk melakukan otopsi. Jangan sampai di sana (Hitadipa-red) mendapat gangguan lagi, sehingga memerlukan jaminan dari kita semua,” ucap Kapolda.

Menurut Kapolda, ada dua kemungkinan  proses otopsi dilakukan. Setelah digali kuburan dari jenazah Pdt Yeremia langsung dibawa ke Timika dan kemungkinan kedua otopsi dilakukan di tempat.

“Diperlukan upaya pengamanan ekstra di Distrik Hitadipa,  Kabupaten Intan Jaya  yang menjadi lokasi pelaksanaan otopsi jenazah Yeremia. Sebab, diperkirakan KKB masih berada di sana,” tegasnya.

Untuk pelakunya sendiri lanjut Kapolda, sebagai orang tak dikenal dan masih dalam penyelidikan. Yang pasti, kematian Pdt. Yeremia dengan cara dimana pelaku menembak korban pada lengan tangan kiri dan menusuk korban pada bagian punggung di bawah  leher hingga mengakibatkan Pdt. Yeremia meninggal dunia.

“Barang bukti yang diamankan di TKP yakni satu lembar daun pintu kandang ternak babi yang terdapat lubang yang diduga lubang tembus akibat tembakan, tiga serpihan logam yang diduga serpihan proyektil, satu bilah parang, satu buah jerigan terdapat lubang bekas tembakan,” jelas Kapolda.

Diketahui  KKB dibawah pimpinan Sabinus Waker menyerang aparat keamanan dan warga sipil selama 10 bulan terakhir di Intan Jaya. Total sebanyak 22 aksi penembakan yang menyebabkan tiga warga serta dua angggota TNI AD meninggal dunia dan delapan orang luka-luka.

Adapun jumlah KKB yang berada di Intan Jaya sekitar 50 orang dan memiliki  17 pucuk senjata api yang dirampas dari aparat keamanan.

“Kami akan berupaya semaksimal mungkin, sehingga tim dokter bersama TGPF melaksanakan otopsi jenazah  Pdt Yeremia tanpa merasa ketakutan.  Kami akan menyiapkan strategi untuk mencegah serangan dari kelompok kriminal bersenjata di Distrik Hitadipa,”   tegasnya.

 Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab mengatakan, terkait dengan kematian Pdt Zanambani ada beberapa masukan baik dari TGPF ataupun Komnas HAM. Namun, semua itu percayakan kepada tim penyidik umum yaitu Kepolisian untuk melakukan.

Baca Juga :  Dialog Kemanusiaan Solusi Memutus Mata Rantai Kekerasan di Papua

Sehingga, jika ada hal-hal  yang nanti ada indikasi menjurus siapa yang melakukan di lapangan misalkan kepada oknum  TNI maka akan dilakukan proses hukum.

“Perlu diingat juga, ada korban dari kami anggota TNI yang meninggal dan terluka akibat ditembak, kepada saudara saya yang beda pendapat agar kembali menata diri dan membangun daerah sehingga hidup aman dan damai,” tegasnya. 

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan hasil investigasi penembakan Pendeta Yeremia Zanambani kemarin (2/11). Serupa temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya, Komnas HAM menduga ada keterlibatan personel TNI dalam insiden berdarah tersebut.

Choirul Anam yang memimpin tim investigasi tersebut menyatakan bahwa pihaknya tidak sembarangan menarik kesimpulan. Setelah mengumpulkan data serta informasi dari lokasi kejadian, mereka mengundang ahli dan pakar untuk meyakinkan temuan tim di lapangan komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan.

Secara terbuka, Anam mengungkapkan bahwa hasil investigasi menunjukkan bahwa pelaku langsung di balik peristiwa penembakan itu diduga merupakan personel TNI. Tepatnya personel yang didatangkan untuk mempersiapkan pembentukan koramil di Hitadipa. ”Diduga bahwa pelaku adalah saudara Alpius (Hasim Madi), wakil danramil Hitadipa,” terang Anam.

Nama tersebut muncul dari keterangan saksi yang ditanyai oleh tim investigasi Komnas HAM. Termasuk saksi yang sempat menemui Pendeta Yeremia sebelum mengembuskan nafas terakhir. ”Sebagaimana pengakuan langsung korban sebelum meninggal dunia kepada dua orang saksi,” kata Anam.

Tidak hanya itu, Anam menyebut, saksi-saksi lain menyampaikan bahwa Alpius bersama beberapa anggota TNI lain muncul di sekitar lokasi kejadian dan sempat mencari Pendeta Yeremia. Dia pun menjelaskan lagi peristiwa penembakan Pendeta Yeremia merupakan bagian rangkaian kejadian. Sebelum korban meninggal dunia, KKB menembaki personel TNI.

Yakni penembakan terhadap Serka Sahlan. Tidak hanya ditembak, senjata api milik prajurit TNI itu juga dirampas oleh KKB. Komnas HAM menduga, Alpius ditugasi untuk menyisir dan mencari keberadaan senjata api itu. Menurut Komnas HAM, personel TNI di Hitadipa sempat mengumpulkan masyarakat setempat untuk mengirim pesan agar senjata tersebut dikembalikan.

Ketika masyarakat dikumpulkan, sambung Anam, nama Pendeta Yeremia turut disebut sebagai musuh oleh personel TNI. ”Pendeta Yeremia Zanambani diduga sudah menjadi target atau dicari oleh terduga pelaku,” ujarnya. Tim investigasi Komnas HAM menduga Alpius bersama anggotanya memaksa Pendeta Yeremia memberi informasi keberadaan senjata yang dicari TNI.

Bersamaan dengan itu, Anam menyebut, Pendeta Yeremia diduga mengalami penyiksaan. Bahkan, dia menyatakan tindakan-tindakan yang dilakukan terduga pelaku menjurus pada extra judicial killing. Komnas HAM menduga Pendeta Yeremia mengalami luka berat akibat tembakan dari jarak dekat sehingga korban kehabisan darah. ”Dilihat dari bekas luka tembakan,” imbuhnya.

Baca Juga :  83 Atlet PON XX Positif Covid-19

Temuan tim investigasi lapangan juga mencatat dugaan senjata yang digunakan menembak Pendeta Yeremia berjenis pistol, shot gun, atau senjata api jarak pendek lainnya. ”Yang memungkinkan digunakan dalam ruang (kandang babi) tersebut,” beber Anam. Lebih lanjut, kata dia, timnya juga menduga ada pelaku tidak langsung dalam peristiwa penembakan itu.

Yakni pihak yang memberi perintah untuk mencari senjata yang dirampas oleh KKB dari Serka Sahlan. ”Pemberi perintah itu patut diduga merupakan pelaku tidak langsung,” jelasnya. Tidak hanya itu, mereka juga mendapati upaya yang dilakukan untuk mengaburkan fakta dalam peristiwa penembakan Pendeta Yeremia. Itu tampak dari belasan lubang tembakan di kandang babi.

Setelah didalami oleh Komnas HAM, belasan lubang tembakan yang tidak beraturan itu diyakini dilesakkan dari jarak dekat. ”Sekitar sembilan sampai sepuluh meter dari luar kandang,” ungkap Anam. ”Selain itu, terdapat upaya agar korban segera dikuburkan tidak lama setelah kejadian, (diduga) juga sebagai upaya untuk tidak dilakukan pemeriksaan jenazah,” tambahnya.

Temuan-temuan itu mendorong Komnas HAM mengirim rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo. Di antaranya mengungkap peristiwa penembakan itu sampai seluruh pihak yang bertanggung jawab diadili. Mereka juga meminta supaya dilaksanakan peradilan konektivitas lantaran dugaan-dugaan awal menyatakan keterlibatan personel TNI.

Komnas HAM juga meminta supaya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut turun tangan. Mengingat banyak saksi yang dinilai butuh perlindungan untuk mengungkap kasus tersebut. Mereka pun meminta agar fungsi kepolisian untuk menjalankan tugas penegakan hukum di Intan Jaya diperkuat lagi.

Di lain pihak, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel Czi I. G. N. Suriastawa menyebutkan bahwa, sah-sah saja bila Komnas HAM menyebut terduga pelaku penembakan Pendeta Yeremia adalah personel TNI. Namun dia mengingatkan bahwa sejauh ini belum ditemukan bukti kuat terkait hal itu.

Suriastawa menyatakan, jika memang terbukti ada personel TNI yang terlibat, pihaknya sudah pasti bertindak. ”TNI akan menindak tegas terhadap oknum aparat tersebut sesuai hukum yang berlaku,” beber perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu. 

Lanjutnya, investigasi kasus penembakan di Intan Jaya jangan hanya terfokus pada kasus Pdt Yeremia saja. Namun, diperlukan adanya investigasi terhadap kasus penembakan yang terjadi sejak awal September yang menyebabkan tiga warga sipil dan dua anggota TNI AD meninggal dunia. 

“Jangan hanya fokus pada satu kasus saja, sehingga menyebabkan aksi  KKB terlupakan. Mereka (KKB-red) yang menjadi sumber masalah gangguan keamanan di Papua,” tegasnya. 

Sebelumnya, Kogabwilhan III sempat menyatakan, pelaku penembakan Pendeta Yeremia adalah KKB. (fia/syn/nat/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya