Mendengar informasi tersebut Vantiana Kambuh tergerak untuk mengabdikan diri ke sana. Adik-adiknya membutuhkan kehadiran tenaga pendidik. Mengajar bagi dirinya bukan sekadar tugas, tetapi bentuk kasih sayang. Rasa bahagia terpancar dari interaksi harian dengan lebih dari 100 siswa yang sangat antusias belajar meski dengan fasilitas yang minim.
Namun, suasana penuh kehangatan itu sirna seketika saat kekerasan terjadi. Vantiana mengaku masih sulit mempercayai bahwa ia dan rekan-rekannya menjadi korban dari tindakan brutal yang merenggut rasa aman.
“Kami datang untuk mengajar, bukan untuk menyakiti siapa pun. Tapi kami justru menjadi sasaran. Rasa takut dan trauma begitu mendalam. Sampai sekarang saya masih bertanya-tanya, apa salah kami,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Melalui “Training as Healing”, Vantiana perlahan mulai menemukan kembali kekuatannya. Pelatihan yang diberikan membantunya mengelola emosi, menurunkan rasa trauma, dan menghidupkan semangat untuk terus mengabdi.
Memang rasa trauma yang dirasakan tidak hilang begitu saja, apalagi tempatnya mengajar merupakan lokasi kejadian langsung sehingga untuk hilang 100 persen rasa itu masih membutuhkan waktu. Dia bersama 80 guru penyintas, belajar untuk bagaimana mengatasi rasa takut dan mengendalikan emosi.
Selain Vantiana ada juga Efodius Nule seorang tenaga pendidik asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang mengajar di Distrik Bomela, Kabupaten Yahukimo, Dia juga mengikuti pelatihan tersebut. Meskipun tidak menjadi korban langsung dalam kejadian kekerasan tersebut, namun Efodius mengaku turut merasakan dampaknya.
“Semangat kami sempat runtuh. Karena kami datang untuk mengajar dengan ikhlas,” ujar guru mata pelajaran PPKn ini. Setelah mengikuti pelatihan Traning as Healing ia bersama 80 tenaga pendidik lainnya mulai merasakan keinginan untuk kembali mengajar meski tidak di tempat yang sama.
“Mau mengajar di Tanah Papua lagi, tapi tidak di tempat yang sama, karena kami melihat disini ilmu yang didapat selama berkuliah bisa sangat bermanfaat,” kata Efodius Nule yang juga guru IPS. Meski tidak kembali mengajar di tempat yang sama namun Vantiana Kambuh, Efodius Nule serta rekan-rekan guru penyintas lainnya berharap anak-anak didik mereka tetap bisa terus semangat belajar, kendati dengan bahan ajar seadanya.