Yang Tersisa Dari Upacara Bendera HUT RI di Dalam Hutan Bakau Entrop
Jika selama ini upacara bendera lazimnya dilakukan di lapangan terbuka dengan kondisi tanah rata. Namun ada juga yang beda. Upacara di dasar laut maupun yang dilakukan di dalam hutan bakau.
Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura
MOMENT puncak HUT ke-78 RI memang telah berlalu namun ada sejumlah cerita seru di balik perayaan tersebut. Kemeriahan semarak HUT kemerdekaan di tahun 2023 ini memang terasa lebih meriah. Setelah covid dinyatakan selesai pelan-pelan aktivitas mulai kembali normal namun meriahnya suasana kemerdekaan nampak baru terasa di tahun ini.
Pemerintah justru menganjurkan masing-masing kelompok warga untuk menggelar kegiatan – kegiatan yang berbau hari kemerdekaan dan banyak warga maupun kelompok masyarakat seperti paguyuban, RT RW maupun komunitas mengambil inisiatif membuat event dengan karya masing – masing.
Untuk Forkopimda maupun BUMN-BUMD nampaknya lebih banyak dengan menggelar gerak jalan, pawai kendaraan atau karnaval, donor darah maupun lomba – lomba. Sedangkan untuk kalangan komunitas ada yang melakukan touring untuk komunitas motor, lomba fotografi maupun video pendek maupun upacara yang digelar di bawah laut untuk para pecinta laut ataupun komunitas selam. Sementara untuk komunitas lingkungan ada juga yang membuat upacara bendera di dalam hutan.
Seperti yang dilakukan Komunitas Rumah Bakau Jayapura yang menggelar upacara di kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Teluk Youtefa. Upacara ini terbilang tak biasa lantaran pijakan yang dilalui bukan tanah atau lantai melainkan lumpur setinggi lutut dan air setinggi pinggang orang dewasa. Selain itu lokasinya juga dipastikan jauh dari nyaman mengingat para peserta harus berjalan kaki lebih dulu untuk mencapai titik lokasi upacara. “Sudah pasti tidak nyaman tapi ini sebuah semangat yang harus dijaga. Semangat kemerdekaan yang patut dihayati oleh anak – anak muda diera sekarang,” kata Rahmatullah, koordinator kegiatan HUT RI di Rumah Bakau Jayapura, Minggu (20/8).
Ia dan timnya memilih menggelar upacara di dalam hutan bakau yang salah satu tujuannya mengenalkan bahwa di Jayapura ada hutan yang patut dijaga, hutan yang menjadi kebanggaan bersama dan hutan yang masih terancam hilang akibat timbunan.
“Ini moment kedua setelah tahun pertama kami lakukan di tahun 2018 itu yang mencatat sejarah pertama kali upacara dilakukan di dalam hutan bakau untuk Jayapura,” jelas Rahmatullah.
Untuk peserta tahun ini dikatakan sebagian besar diikuti oleh mahasiswa maupun puteri remaja dan ada juga sejumlah komunitas lainnya. Bahkan Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey juga sempat menghadiri kegiatan ini. “Sebelumnya kami berkoordinasi dengan BBKSDA soal Simaksi atau Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi sebab kami paham tidak bisa sembarangan keluar masuk di kawasan konservasi,” imbuhnya.
Rahmatullah menyampaikan bahwa kegiatan dimulai dengan pembacaan puisi berkaitan dengan lingkungan dan kemerdekaan. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara dan games hingga malam hari. Pria yang berprofesi sebagai guru honor di SMP 45 Entrop ini menceritakan bahwa tak sedikit yang baru pertama kali masuk ke dalam hutan bakau sehingga berbagai ekspresi akhirnya terlihat. “Ada yang ketakutan, ada yang terlihat geli tapi ada juga yang tetap enjoy. Kami diawal menjelaskan bahwa medan atau rute yang akan dilalui memang tidak mudah karena lumpurnya cukup tinggi bahkan pagi hari ketika kami menyiapkan perlengkapan upacara termasuk tiang utama dalam posisi air sedang surut sehingga sangat – sangat menyulitkan,” bebernya.
Rahmatullah yang tinggal di Abe Pantai ini menambahkan bahwa proses upacara yang dilakukan sama seperti upacara 17 an umumnya dimana ada pembacaan teks proklamasi, menyanyikan lagu wajib, hingga pengibaran bendera yang diiringi lagu Indonesia Raya.
“Semua tetap khidmat meski air setinggi dada tapi teman – teman menghayati moment ini. Pembacaan teks proklamasi juga disimak secara serius,” ujar Rahmatullah.
“Ini akan menjadi cerita yang bisa saya ceritakan kepada anak cucu terkait upacara bendera di dalam hutan bakau. Ini juga menjadi pengalaman pertama saya mengikuti upacara ditempat ini,” sambung Anis Huik, sang pembina upacara.
Anis yang merupakan pegawai senior di Dinas Kehutanan ini juga mengapresiasi semangat anak muda yang peduli terhadap lingkungan. Dikatakan meski jaman terus maju dan berkembang namun ada hal yang tetap dijaga yakni hutan.
Anak muda harus ambil peduli terhadap kondisi lingkungan sekitar. Jangan terjadi musibah bencana alam barulah semua ikut peduli.
Sementara Vexilla Christie Junica Chen yang bertugas sebagai pemegang bendera mengaku sempat panik dan ketakutan saat pertama masuk dan menginjakkan kakinya ke dalam lumpur. “Ini menjadi pengalaman pertama dan awalnya ada rasa takut tapi di pertengahan sudah tidak dan saya senang bisa bergabung dengan teman – teman lain melakukan sesuatu yang berbeda tapi positif,” ujar siswi SMA YPPK Teruna Bakti ini.
Vexila yang langganan juara model ini menyampaikan bahwa awalnya ia khawatir ada hewan berlumut yang menempel di kakinya dan ia sempat mual karena tidak biasa dengan aroma air bakau yang sedikit berbau pesing. “Yang jelas kami senang bisa menggelar upacara apalagi diminta menjadi pembawa bendera. Mama juga bangga karena saya bisa terlibat dalam kegiatan ini,” imbuhnya.
Semenara diakhir kegiatan Rahmatullah menyampaikan bahwa generasi muda saat ini harus tetap menjaga semangat kemerdekaan dan jangan menggadaikan semangat itu dengan aktifitas yang justru merugikan.
“Banyak hal positif yang bisa dilakukan dan banyak organisasi atau komunitas yang bisa diajak berkreasi untuk melakukan hal – hal positif. Jangan justru dengan kemajuan jaman kita justru terpaku dengan hal – hal yang itu itu saja,” tutupnya. (*)