Terkait Penetapan Calon Anggota MRPS
MERAUKE– Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri Aliansi Pemuda Papua Selatan menggelar aksi demo damai ke Kantor Gubernur Papua Selatan, Kamis (3/8). Mereka menyatakan menolak Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Selatan, No 200.I/226/2023 tentang penetapan calon anggota MRP Papua Selatan, tanggal 28 Juli 2023, khususnya sehubungan pergantian 2 nama calon anggota MRPS dari unsur agama, yakni Kristen Protestan dan Islam.
Dari unsur Kristen Protestan atas nama Agustinus Basik-Basik diganti Pdt Frederikus Salimah dan dari unsur agama Islam, Antonius Wandia diganti oleh H. Abdul Awaluddin Gebze.
Peserta demo yang berjumlah sekitar 100-an orang tersebut berangkat dari Mangga Dua, Kelurahan Kelapa Lima sekitar pukul 12.00 WIT menuju kantor sementara Gubernur Papua Selatan yang ada di jalan Trikora dengan cara longmarch, sambil membawa sejumlah spanduk dan pamlet yang berisikan penolakan.
Sebuah truk juga mengiringi aksi tersebut untuk mengangkut speaker yang mereka gunakan melakukan orasi.
Sebelum para pendemo tersebut tiba, dari kepolisian Polres Merauke dan Batalyon D Brimob Polda Papua Merauke sudah berjaga-jaga menyambut mereka untuk pengamanan aksi damai yang dilakukan tersebut.
   Pj Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST, MT langsung menyambut mereka setelah para pendemo tersebut tiba dengan pengawalan ketat kepolisian.
Mereka secara bergantian melakukan orasi yang pada intinya meminta kedua nama tersebut H. Abdul Awaluddin Gebze dan Pdt. Frederikus Salimah diganti. Karena menurut para pendemo tersebut, H. Abdul Awaluddin, kakek dan bapaknya bukanlah orang asli Papua tapi warga nusantara.Â
Bahkan, dari ijazah yang dimiliki oleh H. Abdul Awaluddin Gebze sejak SD, SMP dan SMA tidak ada nama Gebze. Tapi hanya Abdul Awaluddin. Sedangkan untuk Pdt Frederikus Salimah, mereka mempertanyakan asal usul yang bersangkutan. Yang jelas menurut mereka bukan asli Papua Selatan.
‘’Padahal, MRP adalah lembaga kultur orang asli Papua yang hanya mengenal garis keturunan ayah. Bukan ibu atau nenek,’’ kata Dino Weri, salah satu peserta yang melakukan orasi.
  Menurut para pendemo, jika dari awal sudah meletakkan pondasi yang salah, maka akan selamanya salah dan hak-hak kesulungan orang asli Papua di bagian Selatan akan diinjak-injak. Antonius Wandia dan Agustinus Basik-Basik meminta agar nama mereka dikembalikan sebagai calon anggota MRPS terpilih.
‘’Saya minta kepada Bapak Gubernur agar nama saya dikembalikan. Jangan rampas hak kesulungan kami,’’ kata Antonius Wandia.
  Pj Gubernur Papua Selatan yang menyambut kedatangan para pendemo tersebut menyampaikan terima kasih terkait dengan keanggotaan MRPS secara khusus perwakilan agama. Pj Gubernur menjelaskan, nama-nama yang ada di dalam keputusan Gubernur Papua Selatan tersebut untuk unsur adat pihakya tidak melakukan penambahan atau pengurangan di tingkat Forkopimda.
Tapi sama dengan yang sudah ditetapkan oleh Panpil Provinsi, kendati dirinya punya kewenangan untuk melakukan pergantian. Namun dirinya tidak melakukan hal itu. Begitu juga dengan unsur perempuan.
‘’Walaupun banyak laporan yang masuk dan banyak perwakilan yang datang, tapi saya tidak menggunakan kewenangan sebagai gubernur, tapi saya meneruskan keputusan Panpil provinsi,’’ katanya.
Begitu juga unsur agama Katolik. Di mana pihaknya sudah sepakat kewenangan untuk menentukan nama-nama ada di keuskupan yang telah membentuk panitia kerasulan awam. Dan nama-nama yang dimusyawarahkan oleh gereja itu yang pihaknya tetapkan.
‘’Tidak ada satupun yang saya ubah. Karena saya takut, dalam keputusan gereja dalam hal ini Uskup dan pastor itu ada kuasa tahbisan yang saya tidak bisa lewat,”ungkapnya.
Demikian juga perwakilan agama Prostestan. Ada musyawarah yang sudah dilakukan oleh Ketua Sinode dan ketua-ketua klasis yang sudah diputuskan dalam musyawarah dan dirinya tidak bisa melawan kuasa tahbisan itu, meski punya kewenangan untuk mengganti.  Â
  “Kita ini orang berdosa. Kalau bapak ibu punya urusan dengan lembaga gereja bisa kembali ke sinode dan klasis dan putuskan di sana. Saya hanya melanjutkan keputusan sinode dan klasis,’’ katanya.
Begitu juga unsur agama Islam. Dirinya hanya melaksanakan keputusan lembaga-lembaga agama Islam yang sudah dikoordinasikan dengan MUI, NU dan Muhammadiyah melalui Ormas Islam.
‘’Jadi kalau calon-calon yang ingin berdiskusi dan bermusyawarah maka tentu melalui lembaga-lembaga agama Islam. Saya tidak punya kewenangan untuk menganulir atau mengintervensi keputusan lembaga keagamaan,’’ jelasnya.
Karena itu, Pj Apolo Safanpo meminta apabila ada yang merasa dirugikan dalam keputusan tersebut dapat kembali ke induk organisasinya masing-masing . Namun demikian, Pj Apolo Safanpo meminta untuk menyerahkan aspirasi dari para pendemo tersebut.
Karena menurutnya, nama-nama calon terpilih tersebut masih berproses ke Kemendagri dan tidak otomatis nama-nama yang dikirimkan tersebut langsung ditetapkan oleh Mendagri, tapi masih bisa berubah jika ada yang dianggap tidak sesuai dengan aturan. (ulo/tho)