Terdakwa LG seusai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Merauke, Senin (29/7) ( FOTO : Sulo/Cepos )
MERAUKE- Betsy R. Imkotta, SH dan Edwardus D. Shakti, SH menilai bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa LG (22) yang menjadi terdakwa kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang wanita di Buti beberapa waktu lalu dinilai kabur dan tidak diterima demi hukum.
Hal itu disampaikan kedua PH terdakwa dalam eksepsi atas surat dakwaan terdakwa sebelumnya dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Merauke, Senin (29/7). Dalam eksepsinya tersebut ada 9 point kesimpulan yang disampaikan oleh kedua PH terdakwa tersebut.
Selain tersebut diatas juga PH menilai pemeriksaan penyidikan tidak memenuhi syarat ketentuan tatacara pemeriksaan yang dilakukan sebagaimana Pasal 56 ayat (1) KUHAP maka konsekuensinya tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. ‘’Menyatakan surat visum et Repertum terhadap korban yang batu dibuat oleh dr Haryati Wijaya dokter RSUD Merauke pada 23 Februari 2019, lima hari setelah kejadian sangat tidak relevan dalam perkara ini dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,’’ katanya.
Selain itu, PH Kedua terdakwa menyatakan dakwaan terkandung cacat atau kekeliruan error in persona dalam bentuk discualification in person. ‘’Saudara jaksa penuntut Umum mendakwa terdakwa yang tidak mempunyai hubungan hukum dan pertanggungjawaban dengan tindak pidana atau kejahatan yang didakwakan. Oleh karena itu, dakwaan JPU haruslah dinyatakan tidak dapat diterima,” katanya.
Atas eksepsi yang PH terdakwa ini, sidang yang dipimpin Majelis Hakim Rizki Yanuar, SH, MH tersebut memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum Leily, SH untuk menanggapi secara tertulis pada sidang minggu depan.
Untuk diketahui pada tingkat penyidikan di kepolisian Polres Merauke, terdakwa melalui kedua Penasihat Hukumnya tersebut mengajukan praperadilan atas penahanan yang dilakukan polisi terhadap yang bersangkutan dan penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka. Namun Praperadilan yang diajukan terdakwa tersebut dimenangkan Polres Merauke.
Kasus pemerkosaan ini terjadi terhadap seorang korban berumur 22 tahun yang baru datang dari Jawa. Kemudian saat sedang tidur-tidur sambil main HP, toba-tiba terdakwa datang dengan menggunakan topeng dan meminta berhubungan badan dengan korban dengan ancaman parang ditangannya. Karena ketakutan korban melayani nafsu bejat pelak. (ulo/tri)
Terdakwa LG seusai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Merauke, Senin (29/7) ( FOTO : Sulo/Cepos )
MERAUKE- Betsy R. Imkotta, SH dan Edwardus D. Shakti, SH menilai bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa LG (22) yang menjadi terdakwa kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang wanita di Buti beberapa waktu lalu dinilai kabur dan tidak diterima demi hukum.
Hal itu disampaikan kedua PH terdakwa dalam eksepsi atas surat dakwaan terdakwa sebelumnya dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Merauke, Senin (29/7). Dalam eksepsinya tersebut ada 9 point kesimpulan yang disampaikan oleh kedua PH terdakwa tersebut.
Selain tersebut diatas juga PH menilai pemeriksaan penyidikan tidak memenuhi syarat ketentuan tatacara pemeriksaan yang dilakukan sebagaimana Pasal 56 ayat (1) KUHAP maka konsekuensinya tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. ‘’Menyatakan surat visum et Repertum terhadap korban yang batu dibuat oleh dr Haryati Wijaya dokter RSUD Merauke pada 23 Februari 2019, lima hari setelah kejadian sangat tidak relevan dalam perkara ini dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,’’ katanya.
Selain itu, PH Kedua terdakwa menyatakan dakwaan terkandung cacat atau kekeliruan error in persona dalam bentuk discualification in person. ‘’Saudara jaksa penuntut Umum mendakwa terdakwa yang tidak mempunyai hubungan hukum dan pertanggungjawaban dengan tindak pidana atau kejahatan yang didakwakan. Oleh karena itu, dakwaan JPU haruslah dinyatakan tidak dapat diterima,” katanya.
Atas eksepsi yang PH terdakwa ini, sidang yang dipimpin Majelis Hakim Rizki Yanuar, SH, MH tersebut memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum Leily, SH untuk menanggapi secara tertulis pada sidang minggu depan.
Untuk diketahui pada tingkat penyidikan di kepolisian Polres Merauke, terdakwa melalui kedua Penasihat Hukumnya tersebut mengajukan praperadilan atas penahanan yang dilakukan polisi terhadap yang bersangkutan dan penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka. Namun Praperadilan yang diajukan terdakwa tersebut dimenangkan Polres Merauke.
Kasus pemerkosaan ini terjadi terhadap seorang korban berumur 22 tahun yang baru datang dari Jawa. Kemudian saat sedang tidur-tidur sambil main HP, toba-tiba terdakwa datang dengan menggunakan topeng dan meminta berhubungan badan dengan korban dengan ancaman parang ditangannya. Karena ketakutan korban melayani nafsu bejat pelak. (ulo/tri)