Friday, November 22, 2024
31.7 C
Jayapura

Nyawa Orang Papua Tak Bisa Diselesaikan dengan Uang

Theo: Panglima Bisa Menasehati Anak Buahnya di Lapangan agar Bekerja Secara Profesional

JAYAPURA – Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem menegaskan, harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) tidak bisa diukur dengan nilai uang.

Apa yang disampaikan Theo tak terlepas dari peristiwa penganiayaan yang dilakukan oknum TNI kepada sipil di Mappi yang menyebabkan warga sipil tewas. Dan dari peristiwa tersebut, TNI memberikan uang kepada keluarga korban.

“Nilai dan martabat kemanusiaan tidak sama dengan uang yang merupakan sebagai alat atau benda mati yang sama sekali tidak ada nilainya di mata Tuhan Allah. Uang hanya menjadi alat tukar-menukar kebutuhan ekonomi selama manusia berada di dunia ini, sehingga uang berkuasa dapat menyelesaikan masalah,” tutur Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (12/9).

Sebagai pembela HAM, Theo menyebut harga diri Orang Asli Papua gampang begitu saja ditawar dengan nilai uang dengan harga yang paling murahan. Karena selama ini uang sudah menjadi standar bagi aparat TNI untuk menyelesaian masalah perlakuan tidak manusiawi itu. Sehingga pembunuhan penyiksaan terhadap OAP terus berlaku di atas tanah ini.

“Karena bayar uang dianggap hal yang biasa bagi aparat di tanah Papua. Gampang saja menghilangkan nyawa manusia OAP, sedangkan keluarga tidak sadar bahwa tawaran nilai uang tidak sama harkat dan martabat manusia apa lagi dengan tawaran yang sangat murahan. Akhirnya juga tawaran murahan tersebut pihak keluargapun menerima tawaran yang dimaksud dan istilah yang sedang bertumbuh dikubu TNI, membayar uang habis berkara dan itu dianggap hal yang biasa,” tuturnya.

Baca Juga :  Demi Kenyamanan Pengguna Jalan, Bahu Jalan Bukan Tempat Bangun Usaha

Menurut Theo, keluarga sering mengajukan dan minta aparat sebagai pelaku untuk diproses sesuai hukum yang berlaku, tetapi semuanya bisa terhambat dan masalah tidak bisa diproses karena sudah bayar uang dan kemudian dianggap habis perkara.

“Menurut saya penegakan hukum bagian yang penting karena hukum adalah panglima tinggi di negara ini, sehingga memang dihargai dan tunduk pada hukum itu sendiri. Hukum tidak pernah bepihak kepada yang bersalah, siapapun dia yang bersalah wajib mempertanggung jawabkan secara hukum juga,” tegasnya.

Karena itu lanjut Theo, menghilangkan nyawa orang adalah tindakan melanggar hukum, sehingga memang harus di proses sesuai hukum yang berlaku. Menurut dia, kejadian di Mappi pada 30 Agustus 2022 yang menyebabkan dua warga masyarakat sipil atas nama Bruno Anonim Kimko dan Yohanes Kanggum disiksa oleh Personel militer dari unit infanteri Yonif Raider 600 Modang yang bertugas di Mappi hingga Bruno Anonim Kimko meninggal dunia.

Lantas pada 1 September 2022 dilakukan pembayaran dari TNI kepada pihak keluarga. Sebagai Pembela HAM, Theo mengaku prihatin bahwa pembayaran tersebut merupakan bagian dari upaya penyelesaian kasus diluar hukum, mencegah pelaku untuk dimintai pertanggungjawaban di pengadilan. Terlebih pembayaran dana Rp 200 juta tersebut berasal dari dana pemerintah yang diduga diberikan oleh Bupati Mappi kepada militer untuk membayarkan kompensasi kepada keluarga korban.

“Setelah saya melihat di atas peti jenazah diletakan uang Rp 200 juta dan foto bersama dan mulai bertanya mengapa anggota TNI meletakan uang di atas peti lalu difoto. Berharap Panglima TNI Andika Perkasa dan Kasat TNI dapat menjelaskan kepada kami sebagai  Orang Asli Papua,” kata Theo.

Baca Juga :  Fokus Pengamanan Pemilu dan Sweeping Barang Terlarang

Theo juga mempertanyakan kepada Panglima TNI Andika Perkasa dan Kasat Angkatan Darat, apakah anggota yang bertugas di lapangan tidak penah dibekali dengan Undang-jndang yang dimaksud di atas  ? Ataukah memang dibekali tetapi mungkin anggota tidak menghafal undang-undang yang dimaksud.

Mantan wartawan ini berharap panglima bisa menasehati anak buahnya yang berada di lapangan agar bekerja secara profesional. Sehingga masyarakat sipil tidak diperlakukan dengan tindakan biadab, keji, dan tidak prikemanusiaan.

“Sepengetehuan saya TNI di Papua pasukan organik dan non organik tugas mereka sangat jelas. Dimana tugas pasukan non organik melakukan pembinaan tritorial dan meningkatkan kerja sama dengan masyarakat sipil, sementara pasukan non organik yang ditugaskan di Papua, karena situasi politik yang sangat tinggi, artinya mengamankan konflik bersenjata di Papua TPNPB dan TNI/Polri, dan targetnya mereka adalah menangkap TPNPB-OPM, dengan catatan melakukan penegakan hukum seperti apa yang disampaikan oleh Presiden RI,” paparnya

“Seharusnya yang namanya masyarakat sipil wajib dilindunginya, apabila masyarakat ada yang diduga melanggar hukum pelakunya diserahkan kepada pihak kepolisian bukan diambil alih oleh TNI. Tetapi kejadian inikan diambil alih oleh anggota TNI dan berujung pada penghilangan nyawa warga masyarakat sipil,” ucapnya.

Adapaun rekomendasi  dari Theo yakni meminta pelaku penganiayaan terhadap warga sipil diproses dan dipecat. Karena menurut Theo, anggota TNI yang melakukan penyiksaan terhadap warga masyarakat sipil dan tidak taat pada 8 Wajib TNI. Dan perlakuan ini menjatuhkan wibawa dan harga diri Intitusi TNI dimata publik. (fia/wen)

Theo: Panglima Bisa Menasehati Anak Buahnya di Lapangan agar Bekerja Secara Profesional

JAYAPURA – Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem menegaskan, harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) tidak bisa diukur dengan nilai uang.

Apa yang disampaikan Theo tak terlepas dari peristiwa penganiayaan yang dilakukan oknum TNI kepada sipil di Mappi yang menyebabkan warga sipil tewas. Dan dari peristiwa tersebut, TNI memberikan uang kepada keluarga korban.

“Nilai dan martabat kemanusiaan tidak sama dengan uang yang merupakan sebagai alat atau benda mati yang sama sekali tidak ada nilainya di mata Tuhan Allah. Uang hanya menjadi alat tukar-menukar kebutuhan ekonomi selama manusia berada di dunia ini, sehingga uang berkuasa dapat menyelesaikan masalah,” tutur Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (12/9).

Sebagai pembela HAM, Theo menyebut harga diri Orang Asli Papua gampang begitu saja ditawar dengan nilai uang dengan harga yang paling murahan. Karena selama ini uang sudah menjadi standar bagi aparat TNI untuk menyelesaian masalah perlakuan tidak manusiawi itu. Sehingga pembunuhan penyiksaan terhadap OAP terus berlaku di atas tanah ini.

“Karena bayar uang dianggap hal yang biasa bagi aparat di tanah Papua. Gampang saja menghilangkan nyawa manusia OAP, sedangkan keluarga tidak sadar bahwa tawaran nilai uang tidak sama harkat dan martabat manusia apa lagi dengan tawaran yang sangat murahan. Akhirnya juga tawaran murahan tersebut pihak keluargapun menerima tawaran yang dimaksud dan istilah yang sedang bertumbuh dikubu TNI, membayar uang habis berkara dan itu dianggap hal yang biasa,” tuturnya.

Baca Juga :  Hari ini Dibawa ke Jayapura

Menurut Theo, keluarga sering mengajukan dan minta aparat sebagai pelaku untuk diproses sesuai hukum yang berlaku, tetapi semuanya bisa terhambat dan masalah tidak bisa diproses karena sudah bayar uang dan kemudian dianggap habis perkara.

“Menurut saya penegakan hukum bagian yang penting karena hukum adalah panglima tinggi di negara ini, sehingga memang dihargai dan tunduk pada hukum itu sendiri. Hukum tidak pernah bepihak kepada yang bersalah, siapapun dia yang bersalah wajib mempertanggung jawabkan secara hukum juga,” tegasnya.

Karena itu lanjut Theo, menghilangkan nyawa orang adalah tindakan melanggar hukum, sehingga memang harus di proses sesuai hukum yang berlaku. Menurut dia, kejadian di Mappi pada 30 Agustus 2022 yang menyebabkan dua warga masyarakat sipil atas nama Bruno Anonim Kimko dan Yohanes Kanggum disiksa oleh Personel militer dari unit infanteri Yonif Raider 600 Modang yang bertugas di Mappi hingga Bruno Anonim Kimko meninggal dunia.

Lantas pada 1 September 2022 dilakukan pembayaran dari TNI kepada pihak keluarga. Sebagai Pembela HAM, Theo mengaku prihatin bahwa pembayaran tersebut merupakan bagian dari upaya penyelesaian kasus diluar hukum, mencegah pelaku untuk dimintai pertanggungjawaban di pengadilan. Terlebih pembayaran dana Rp 200 juta tersebut berasal dari dana pemerintah yang diduga diberikan oleh Bupati Mappi kepada militer untuk membayarkan kompensasi kepada keluarga korban.

“Setelah saya melihat di atas peti jenazah diletakan uang Rp 200 juta dan foto bersama dan mulai bertanya mengapa anggota TNI meletakan uang di atas peti lalu difoto. Berharap Panglima TNI Andika Perkasa dan Kasat TNI dapat menjelaskan kepada kami sebagai  Orang Asli Papua,” kata Theo.

Baca Juga :  Pedagang Pindah di Jalan Baru

Theo juga mempertanyakan kepada Panglima TNI Andika Perkasa dan Kasat Angkatan Darat, apakah anggota yang bertugas di lapangan tidak penah dibekali dengan Undang-jndang yang dimaksud di atas  ? Ataukah memang dibekali tetapi mungkin anggota tidak menghafal undang-undang yang dimaksud.

Mantan wartawan ini berharap panglima bisa menasehati anak buahnya yang berada di lapangan agar bekerja secara profesional. Sehingga masyarakat sipil tidak diperlakukan dengan tindakan biadab, keji, dan tidak prikemanusiaan.

“Sepengetehuan saya TNI di Papua pasukan organik dan non organik tugas mereka sangat jelas. Dimana tugas pasukan non organik melakukan pembinaan tritorial dan meningkatkan kerja sama dengan masyarakat sipil, sementara pasukan non organik yang ditugaskan di Papua, karena situasi politik yang sangat tinggi, artinya mengamankan konflik bersenjata di Papua TPNPB dan TNI/Polri, dan targetnya mereka adalah menangkap TPNPB-OPM, dengan catatan melakukan penegakan hukum seperti apa yang disampaikan oleh Presiden RI,” paparnya

“Seharusnya yang namanya masyarakat sipil wajib dilindunginya, apabila masyarakat ada yang diduga melanggar hukum pelakunya diserahkan kepada pihak kepolisian bukan diambil alih oleh TNI. Tetapi kejadian inikan diambil alih oleh anggota TNI dan berujung pada penghilangan nyawa warga masyarakat sipil,” ucapnya.

Adapaun rekomendasi  dari Theo yakni meminta pelaku penganiayaan terhadap warga sipil diproses dan dipecat. Karena menurut Theo, anggota TNI yang melakukan penyiksaan terhadap warga masyarakat sipil dan tidak taat pada 8 Wajib TNI. Dan perlakuan ini menjatuhkan wibawa dan harga diri Intitusi TNI dimata publik. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya