JAYAPURA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak terkait kasus gratifikasi.
DPO dikeluarkan karena hingga kini yang bersangkutan belum juga hadir menjalani pemeriksaan. Nah di tengah pencarian ini, sebuah kritikan justru diberikan oleh Forum Anti Kriminalisasi Pejabat Papua (FAKPP) terhadap keputusan KPK.
KPK diminta dalam melakukan pemeriksaan secara transparan. Berapa banyak dana yang diterima dan digunakan oleh RHP dan sebagai lembaga independen, KPK diminta tidak mengamankan kepentingan tertentu.
FAKPP juga menyinggung agar KPK tidak mempraktekkan bentuk – bentuk kriminalisasi kepada pejabat di Papua. “Kami menilai kasus ini tidak murni tetapi ada kepentingan politik dan hingga kini RHP belum diperiksa KPK,” kata Rando Rudamaga Sekretaris FAKPP mendampingi Ketua FAKPP, Kalvin Penggu serta beberapa simpatisan RHP lainnya mengawali keterangannya di Pantai Holtekamp, Kamis (4/8).
Rando menyampaikan bahwa KPK juga tidak perlu mencari-cari dengan menyebut keterlibatan sejumlah orang semisal presenter TV One, Brigita Manohara, Nowela Auparay dan Dandim 1702-Jayawijaya. Pasalnya ketiga orang ini dipastikan tidak memiliki kaitan langsung dengan sangkaan KPK.
“Kami pikir wajar saja jika RHP memberikan penghargaan kepada Brigita karena memiliki prestasi dan pemberian penghargaan ini dilakukan dengan spontan. Tapi KPK seakan mencari-cari dan ini maksudnya apa? Kami hanya menganggap ini bertujuan untuk merusak nama baik,” sindir Rando.
Lalu KPK diminta untuk menghentikan mencari kesalahan dari Nowela yang menjadi penyanyi asal Papua. Ia menyampaikan bahwa saat kegiatan Partai Demokrat di Mamberamo Raya, Nowela diundang sebagai bintang tamu dan Rando balik mempertanyakan bahwa apakah salah jika ada kompensasi biaya untuk membayar bintang tamu yang menghibur masyarakat?.
“Lalu kami juga minta KPK untuk menghentikan membawa nama besar TNI sebagaimana disangkakan terkait keterlibatan Dandim 1702/Jayawijaya yang menyembunyikan RHP. Jadi sekali lagi hentikan bentuk kriminalisasi ini,” singgungnya.
Ditambahkan Kelvin Penggu bahwa akan lebih baik jika KPK menyoroti soal penggunaan dana saat PON yang masih dipertanyakan para pihak soal pertanggungjawabannya termasuk mengevaluasi penggunaan dana Otsus selama 20 tahun terakhir. “Kami pikir ini lebih baik ketimbang hanya mencari – cari kesalahan pejabat di Papua,” beber Kelvin.
FAKPP menganggap bahwa hal yang dituduhkan kepada RHP terkait dugaan gratifikasi adalah sebuah permainan untuk menggulingkan dan menghancurkan karakter kepemimpinan yang ada saat ini.
“Kami menganggap KPK lembaga yang memiliki martabat sehingga jangan dimanfaatkan kemudian mendiskriminasi dan mengkriminalisasi pejabat Papua,” tutupnya. (ade)